Inovasi Jadi Kunci Industri untuk Bertahan di Masa Pandemi
loading...
A
A
A
Berbagai program tengah dipersiapkan Kementerian Perindustrian untuk mengakselerasi industri 4.0 di Indonesia sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) hingga 2024.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Penguatan Inovasi Kementerian Riset dan Teknologi, Jumain Appe mengatakan, untuk menghadapi masa new normal dan masa yang akan datang, semua pihak perlu didorong untuk melakukan terobosan inovasi. Pemerintah, juga harus memberikan insentif agar mereka bisa berkembang dengan baik.
"Di Kemenristek kita sudah men-set up bagaimana menghadapi kondisi saat ini. Daya saing sangat penting, substitusi impor, pertama bagaimana riset menghasilkan teknologi tepat guna," kata Jumain.
Menanggapi hal tersebut, Bawono Kristiaji, DDTC Fiscal Research dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) mengatakan, Indonesia sudah memiliki beragam kebijakan insentif fiskal, namun jika mengacu pada data World Bank 2017, rapor Indonesia di bidang penelitian dan pengembangan (litbang) masih rendah.
"Desain insentif pajak (untuk litbang) harus dilihat juga dari sisi definisi (struktur) biayanya sendiri, apakah hanya untuk tenaga kerja saja, atau untuk uji coba, agar insentif yang diberikan bisa menarik minat industri untuk menggunakan," katanya.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Febrio di kesempatan yang sama, pemanfaatan insentif usaha, baru 6,8% yang menunjukkan jumlah penerima insentif, atau yang tertarik menggunakan insentif belum optimal.
Bawono memaparkan, untuk menarik perusahaan berinvestasi di bidang inovasi dan litbang perlu adanya insentif yang tepat sasaran. Misalnya mobil listrik yang memiliki eksternalitas rendah, maka dipungut pajak yang lebih rendah juga.
"Itu poinnya, bagaimana instrumen pajak bisa mendorong inovasi. Kemungkinan cukai bisa juga menjadi instrumen yang tepat," tutup Bawono.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Penguatan Inovasi Kementerian Riset dan Teknologi, Jumain Appe mengatakan, untuk menghadapi masa new normal dan masa yang akan datang, semua pihak perlu didorong untuk melakukan terobosan inovasi. Pemerintah, juga harus memberikan insentif agar mereka bisa berkembang dengan baik.
"Di Kemenristek kita sudah men-set up bagaimana menghadapi kondisi saat ini. Daya saing sangat penting, substitusi impor, pertama bagaimana riset menghasilkan teknologi tepat guna," kata Jumain.
Menanggapi hal tersebut, Bawono Kristiaji, DDTC Fiscal Research dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) mengatakan, Indonesia sudah memiliki beragam kebijakan insentif fiskal, namun jika mengacu pada data World Bank 2017, rapor Indonesia di bidang penelitian dan pengembangan (litbang) masih rendah.
"Desain insentif pajak (untuk litbang) harus dilihat juga dari sisi definisi (struktur) biayanya sendiri, apakah hanya untuk tenaga kerja saja, atau untuk uji coba, agar insentif yang diberikan bisa menarik minat industri untuk menggunakan," katanya.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Febrio di kesempatan yang sama, pemanfaatan insentif usaha, baru 6,8% yang menunjukkan jumlah penerima insentif, atau yang tertarik menggunakan insentif belum optimal.
Bawono memaparkan, untuk menarik perusahaan berinvestasi di bidang inovasi dan litbang perlu adanya insentif yang tepat sasaran. Misalnya mobil listrik yang memiliki eksternalitas rendah, maka dipungut pajak yang lebih rendah juga.
"Itu poinnya, bagaimana instrumen pajak bisa mendorong inovasi. Kemungkinan cukai bisa juga menjadi instrumen yang tepat," tutup Bawono.
(fai)