Transisi Energi Harus Terukur, Tak Bisa Buru-buru

Jum'at, 03 Juni 2022 - 23:58 WIB
loading...
Transisi Energi Harus Terukur, Tak Bisa Buru-buru
Indonesia berkomitmen menjalankan transisi energi dengan meningkatkan penggunaan energi hijau. FOTO/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Indonesia berkomitmen menjalankan transisi energi dengan meningkatkan penggunaan energi hijau dan mengurangi penggunaan energi fosil. Namun demikian, prosesnya harus terukur dan tak bisa dilakukan buru-buru

Prinsip pengelolaan perusahaan dengan menerapkan aspek, Environment (Lingkungan), Social (Sosial), dan Governance (Tata kelola yang baik) (ESG) telah diterapkan perusahaan di sektor pertambangan. Sebuah pengelolaan bisnis yang bertanggung jawab sejalan dengan prinsip-prinsip ESG diyakini dapat berimplikasi positif bukan hanya pada kinerja perusahaan, namun juga masyarakat dan lingkungan dimana perusahaan beroperasi.

Pendiri dan Komisaris Perusahaan Sosial Wisesa mengatakan, perusahaan yang operasinya dijalankan dengan menerapkan sejumlah aspek keberlanjutan diharapkan dapat memberikan dampak positif secara finansial. "ESG itu merupakan langkah keberlanjutan sebuah organisasi atau perusahaan, dengan mengelola isu-isu lingkungan, sosial dan tata kelola yang akan relevan terhadap kinerja finansial perusahaan," ujar Jalal, di Jakarta, baru-baru ini.

Sejauh ini, hampir seluruh sektor industri mulai menerapkan operasional yang berkelanjutan dan menaruh perhatian khusus pada isu-isu seputar ESG. Sebagai salah satu tolok ukur dan salah satu bukti kepedulian serta komitmen dalam menerapkan bisnis dengan berprinsip ESG, banyak perusahaan kini menerbitkan laporan keberlanjutan setiap tahun. Bagi pihak eksternal perusahaan, laporan keberlanjutan ini akan menjadi informasi tindakan perusahaan dalam mengurangi dampak negatif bagi lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan.



Selain itu dengan menerbitkan laporan keberlanjutan, hal ini turut mendorong reputasi dan kredibilitas perusahaan. Industri pertambangan, khususnya pertambangan batu bara yang kerap dikritisi sebagai industri yang berkontribusi cukup besar pada tingginya emisi karbon, telah turut serta menerapkan operasional perusahaan yang berkelanjutan dengan menerapkan prinsip-prinsip ESG.

Industri pertambangan tak bisa dibantah memiliki kontribusi signifikan dalam meningkatkan pendapatan negara bukan pajak, yang pada akhirnya bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat banyak. Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada saat Peluncuran SIMBARA dan Penandatanganan MoU Sistem Terintegrasi dari Kegiatan Usaha Hulu Migas, Selasa (08/03/2022), penerimaan negara dari sektor pertambangan mineral dan batu bara (Minerba) membukukan angka Rp 124,4 triliun di 2021. Nilai tersebut mencakup pajak, bea keluar, hingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Ini adalah penerimaan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir," ujar Menkeu. Ia juga menjelaskan, pencapaian rekor penerimaan negara dari sektor minerba tersebut dipicu oleh meningkatnya harga komoditas pertambangan, seperti batu bara. "Kenaikan harga komoditas mineral dan batu bara memberikan kontribusi besar," imbuh Sri Mulyani.

Jalal melanjutkan, operasi pertambangan batu bara di Indonesia jelas memiliki imbas yang sangat signifikan terhadap perekonomian masyarakat sekitar. "Tak hanya baik bagi perekonomian daerah, tapi juga lewat pajak serta keikutsertaan masyarakat dalam ketenagakerjaan," kata Jalal.

Terkait penerapan operasional perusahaan secara berkelanjutan yang berdampak pada terbangunnya komitmen perusahaan melakukan transisi energi, Jalal menyoroti pentingnya sebuah justice transition atau transisi berkeadilan bagi industri batu bara di dalam negeri.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1020 seconds (0.1#10.140)