Bank Mandiri Minta Titan Infra Energy Selesaikan Kredit Macet
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kredit macet PT Titan Infra Energy, anak usaha dari Titan Group senilai USD450 juta kepada sejumlah kreditur sindikasi yang terdiri dari PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Credit Suisse, dan Trafigura belum menemukan titik terang.
Hingga tenggat waktu yang disepakati pada 30 Juni 2022 berlalu, para kreditur belum juga menerima proposal restrukturisasi kredit yang dijanjikan PT Titan Infra Energy. Padahal, sebelumnya perusahaan telah menegaskan komitmennya membuka kembali komunikasi untuk menyelesaikan kewajibannya kepada para kreditur.
VP Corporate Communication Bank Mandiri Ricky Andriano mempertanyakan itikad baik Titan untuk menunaikan kewajibannya. Pasalnya, kata dia, sejak berhenti mencicil sesuai ketentuan yang berlaku pada Februari 2020, dan mendapat label kredit macet dari para kreditur pada Agustus 2020, hingga kini Titan tak kunjung melaksanakan kewajiban sesuai kesepakatan awal.
Bahkan, selama tiga tahun terakhir, kreditur sindikasi tidak pernah menerima laporan keuangan audited dari perusahaan batu bara ini. Sementara, operasional bisnis perusahaan tambang batu bara tersebut dinilai berlangsung normal di tengah badai pandemi Covid-19 yang menerpa negeri ini.
"Solusi kredit macet ini sebenarnya simpel. Kalau memang Titan beritikad baik, segera lunasi kreditnya ataupun bayar tunggakannya kepada seluruh kreditur sindikasi tanpa berdalih apapun," ujar Ricky dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/7/2022).
Berdasarkan data yang diterima kreditur sindikasi, penjualan batu bara yang dilakukan Titan mencapai USD226 juta lebih pada 2020 dan meningkat tajam pada 2021 mencapai USD281 juta lebih. Hal itu salah satunya dipicu oleh tren harga batu bara dunia yang terus merangkak naik, dari USD40 per ton pada saat kredit disalurkan di 2018, melonjak hingga sempat menyentuh USD400 per ton pada Juni 2022.
Dengan harga batu bara dan penjualan yang terus meningkat, kreditur sindikasi menilai Titan mampu menyelesaikan kewajibannya dan tak layak mengajukan restrukturisasi dengan alasan terdampak pandemi Covid-19.
Para peserta kredit sindikasi, tegas Ricky, merupakan bank-bank yang memiliki reputasi tinggi di negara masing-masing. Artinya, seluruh keputusan yang telah disepakati keempat institusi keuangan tersebut sudah melalui proses penilaian yang menyeluruh. "Tidak mungkin keempat lembaga keuangan ini menzalimi debiturnya sendiri, karena hidup bank justru dari debitur," imbuh Ricky.
Dia menegaskan, sebagai lembaga intermediasi di mana sumber utama pendanaan bank berasal dari simpanan nasabah, pihak bank akan berupaya keras menuntut debitur memenuhi kewajibannya jika dinilai memiliki kemampuan membayar.
Sebaliknya, imbuh dia, bila ada faktor force majeur, tentunya bank akan melakukan restrukturisasi berupa penjadwalan pembayaran, diskon, dan opsi keringanan lainnya. Termasuk, ikut membantu mencarikan investor baru untuk meringankan beban debitur.
"Alasan yang disebutkan Titan tidak terpenuhi, karena perusahaan masih dalam keadaan baik. Bahkan, saat ini harga batu bara sudah 10 kali lipat dari harga awal. Tentunya, kemampuan perusahaan ada," pungkas Ricky.
Hingga tenggat waktu yang disepakati pada 30 Juni 2022 berlalu, para kreditur belum juga menerima proposal restrukturisasi kredit yang dijanjikan PT Titan Infra Energy. Padahal, sebelumnya perusahaan telah menegaskan komitmennya membuka kembali komunikasi untuk menyelesaikan kewajibannya kepada para kreditur.
VP Corporate Communication Bank Mandiri Ricky Andriano mempertanyakan itikad baik Titan untuk menunaikan kewajibannya. Pasalnya, kata dia, sejak berhenti mencicil sesuai ketentuan yang berlaku pada Februari 2020, dan mendapat label kredit macet dari para kreditur pada Agustus 2020, hingga kini Titan tak kunjung melaksanakan kewajiban sesuai kesepakatan awal.
Bahkan, selama tiga tahun terakhir, kreditur sindikasi tidak pernah menerima laporan keuangan audited dari perusahaan batu bara ini. Sementara, operasional bisnis perusahaan tambang batu bara tersebut dinilai berlangsung normal di tengah badai pandemi Covid-19 yang menerpa negeri ini.
"Solusi kredit macet ini sebenarnya simpel. Kalau memang Titan beritikad baik, segera lunasi kreditnya ataupun bayar tunggakannya kepada seluruh kreditur sindikasi tanpa berdalih apapun," ujar Ricky dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/7/2022).
Berdasarkan data yang diterima kreditur sindikasi, penjualan batu bara yang dilakukan Titan mencapai USD226 juta lebih pada 2020 dan meningkat tajam pada 2021 mencapai USD281 juta lebih. Hal itu salah satunya dipicu oleh tren harga batu bara dunia yang terus merangkak naik, dari USD40 per ton pada saat kredit disalurkan di 2018, melonjak hingga sempat menyentuh USD400 per ton pada Juni 2022.
Dengan harga batu bara dan penjualan yang terus meningkat, kreditur sindikasi menilai Titan mampu menyelesaikan kewajibannya dan tak layak mengajukan restrukturisasi dengan alasan terdampak pandemi Covid-19.
Para peserta kredit sindikasi, tegas Ricky, merupakan bank-bank yang memiliki reputasi tinggi di negara masing-masing. Artinya, seluruh keputusan yang telah disepakati keempat institusi keuangan tersebut sudah melalui proses penilaian yang menyeluruh. "Tidak mungkin keempat lembaga keuangan ini menzalimi debiturnya sendiri, karena hidup bank justru dari debitur," imbuh Ricky.
Dia menegaskan, sebagai lembaga intermediasi di mana sumber utama pendanaan bank berasal dari simpanan nasabah, pihak bank akan berupaya keras menuntut debitur memenuhi kewajibannya jika dinilai memiliki kemampuan membayar.
Sebaliknya, imbuh dia, bila ada faktor force majeur, tentunya bank akan melakukan restrukturisasi berupa penjadwalan pembayaran, diskon, dan opsi keringanan lainnya. Termasuk, ikut membantu mencarikan investor baru untuk meringankan beban debitur.
"Alasan yang disebutkan Titan tidak terpenuhi, karena perusahaan masih dalam keadaan baik. Bahkan, saat ini harga batu bara sudah 10 kali lipat dari harga awal. Tentunya, kemampuan perusahaan ada," pungkas Ricky.
(fai)