Kejahatan Siber Bisa Mengancam Reputasi Bisnis, Kenali Modusnya

Selasa, 05 Juli 2022 - 13:31 WIB
loading...
Kejahatan Siber Bisa...
Tiap kebocoran data membuat kerugian finansial yang jumlahnya terus meningkat. Pada 2020, angka kerugian finansial akibat kebocoran data adalah USD 3,86 juta dan naik jadi USD4,24 juta di 2021. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Perkembangan teknologi dan internet di dunia saat ini sudah tidak terbendung lagi. Hal ini membawa konsekuensi berupa ancaman di dunia maya, atau kejahatan siber (cyber crime), mulai dari skala ringan hingga mengancam suatu negara.

Indonesia adalah negara dengan penduduk yang sangat besar dan tengah berada dalam arus perkembangan dunia maya yang luar biasa pesat. Tanpa kontrol dan pengawasan, kondisi perusahaan bahkan keamanan bisa terancam melalui akivitas di dunia maya ini.



Kekhawatiran awal terkait dengan akses tidak sah ke informasi pribadi diperluas menjadi kekhawatiran bahwa komputer juga dapat digunakan untuk kejahatan ekonomi. Informasi adalah kunci dalam era informasi saat ini.

Kehilangan informasi dapat mengganggu atau menghentikan operasi bisnis dan produksi yang menyebabkan hilangnya manfaat. Informasi ini harus dianggap sebagai objek nilai ekonomi.

“Serangan cybersecurity dapat mengancam reputasi bisnis atau perusahaan karena dapat mencuri intellectual property (IP) serta membajak situs web. Selain itu, modus serangan cybersecurity, seperti phishing, juga semakin canggih," ujar Chief Information & Security officer SNC, Bruce Hanadi dalam keterangannya, Selasa (5/7/2022)

"Dengan menjaga cybersecurity, perusahaan dan pelaku usaha akan mendapatkan berbagai keuntungan, yaitu untuk mencegah malware yang dapat merusak hardware dan software, mendukung kredibilitas usaha, menjaga keamanan data konsumen, dan data penjualan akan terbackup, serta menjaga situs agar selalu bisa diakses," sambungnya.

Terlepas dari motivasi di balik kejahatan tersebut, kejahatan dunia maya diklasifikasikan sebagai kejahatan ekonomi selama menyebabkan kerugian ekonomi atau finansial bagi korporasi sebagai korban mereka.

Dari segi teknis, Indonesia belum memiliki paten atas produk teknologi apapun. Hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk memastikan keamanan dari produk yang digunakan secara luas oleh masyarakat, baik untuk kebutuhan pribadi maupun pekerjaan.

Keadaannya lebih parah lagi, seperti yang disampaikan oleh Ketua Umum Perhimpunan Riset Pemasaran Indonesia (PERPI), Rhesa Yogaswara menerangkan, bahwa survei menyatakan, bahwa 86% pengembang teknologi tidak memandang keamanan aplikasi sebagai prioritas.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1420 seconds (0.1#10.140)