Soal Pembatasan Subsidi BBM, Bahlil: Gimana Negara Ini Maju Kalo Diolok-olok Terus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menanggapi pembatasan pembelian BBM subsidi yang dilakukan pemerintah. Menurutnya banyak subsidi yang tidak tepat sasaran karena subsidi yang dilakukan pemerintah bukan terhadap orang, melainkan ke barang.
"Contohnya minyak, masa orang punya mobil bagus pakai minyak subsidi. Jadi kita ini orang mampu juga enggak adil kepada orang yang membutuhkan subsidi," katanya dalam Rilis Survei Indikator Politik Indonesia secara virtual, Senin (11/7/2022).
Bahlil melanjutkan, ketika pemerintah melakukan perubahan tata kelola subsidi kepada orang bukan lagi terhadap barang, maka banyak menuai kritikan dari masyarakat. Padahal langkah itu agar subsidi menjadi tepat sasaran.
"Tapi apa yang terjadi begitu pemerintah mengubah tata kelola subsidi ke orang, pake MyPertamina, ada lagi yang enggak senang, olok-olok itu terus, jadi kapan negara ini maju?" katanya.
Bahlil mengatakan perubahan tata kelola tersebut merupakan mitigasi pemerintah dalam memberikan subsidi tepat sasaran. "Sekarang banyak subsidi kita tidak tepat sasaran, sekarang kalau harga minyak global USD110-120 per barel, kita (pemerintah) itu subsidinya hampir Rp500 triliun," katanya.
Menurut Bahlil harga minyak masih akan terus naik mengingat penurunan produksi Rusia belum bisa diimbangi oleh negara-negara Timur Tengah. Bahkan, Bahlil menyebut harga minyak dunia bisa menembus USD200 per barel.
"Analisa sekarang Rusia menurunkan produksinya hingga 2- 3 juta ton, kemudian negara Timur Tengah hanya bisa menaikkan suplai maksimal 1,5 juta, akan terjadi defisit 1,5 - 2 juta, sehingga diperkirakan harga minyak bisa mencapai USD200 per barel lebih, dan itu bahaya sekali kalau kita tidak melepas ini maka subsidi akan tinggi," kata Bahlil.
Bahlil menjelaskan bahwa pendapatan Indonesia saat ini dalam satu tahun tidak lebih dari Rp2.000 triliun, bahkan paling tinggi mencapai Rp2.100 triliun. Pendapatan itu banyak terkuras untuk subsidi.
"Bayangkan hampir seperempat dari total APBN itu subsidi, ini berbahaya sekali," katanya.
"Contohnya minyak, masa orang punya mobil bagus pakai minyak subsidi. Jadi kita ini orang mampu juga enggak adil kepada orang yang membutuhkan subsidi," katanya dalam Rilis Survei Indikator Politik Indonesia secara virtual, Senin (11/7/2022).
Bahlil melanjutkan, ketika pemerintah melakukan perubahan tata kelola subsidi kepada orang bukan lagi terhadap barang, maka banyak menuai kritikan dari masyarakat. Padahal langkah itu agar subsidi menjadi tepat sasaran.
"Tapi apa yang terjadi begitu pemerintah mengubah tata kelola subsidi ke orang, pake MyPertamina, ada lagi yang enggak senang, olok-olok itu terus, jadi kapan negara ini maju?" katanya.
Bahlil mengatakan perubahan tata kelola tersebut merupakan mitigasi pemerintah dalam memberikan subsidi tepat sasaran. "Sekarang banyak subsidi kita tidak tepat sasaran, sekarang kalau harga minyak global USD110-120 per barel, kita (pemerintah) itu subsidinya hampir Rp500 triliun," katanya.
Menurut Bahlil harga minyak masih akan terus naik mengingat penurunan produksi Rusia belum bisa diimbangi oleh negara-negara Timur Tengah. Bahkan, Bahlil menyebut harga minyak dunia bisa menembus USD200 per barel.
"Analisa sekarang Rusia menurunkan produksinya hingga 2- 3 juta ton, kemudian negara Timur Tengah hanya bisa menaikkan suplai maksimal 1,5 juta, akan terjadi defisit 1,5 - 2 juta, sehingga diperkirakan harga minyak bisa mencapai USD200 per barel lebih, dan itu bahaya sekali kalau kita tidak melepas ini maka subsidi akan tinggi," kata Bahlil.
Bahlil menjelaskan bahwa pendapatan Indonesia saat ini dalam satu tahun tidak lebih dari Rp2.000 triliun, bahkan paling tinggi mencapai Rp2.100 triliun. Pendapatan itu banyak terkuras untuk subsidi.
"Bayangkan hampir seperempat dari total APBN itu subsidi, ini berbahaya sekali," katanya.
(uka)