Pandemi Corona Bikin Jumlah IPO Bakal Menciut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ekonomi Indonesia pada tahun ini mengalami tekanan yang begitu besar akibat pandemi virus Corona. Nah ternyata, kondisi itu tidak menurunkan minat perusahaan untuk melantai di pasar modal atau initial public offering (IPO).
Direktur Penilaian Perusahaan BEI Nyoman mengatakan, hingga saat ini, terdapat 28 perusahaan baru tercatat di BEI. Selain itu, sudah ada 21 perusahaan berada di jalur pipeline pencatatan efek saham baru.
"Sampai saat ini ada 28 pencatatan saham baru, pipeline berapa? Sampai saat ini ada 21 lagi. Penyebaran pipeline 21 ini, melihat aset kecil di bawah Rp 50 miliar," ujar Nyoman dalam diskusi virtual, Jumat (26/6/2020).
Capaian tersebut merupakan jumlah tertinggi di antara bursa efek di kawasan ASEAN. Meskipun diakuinya ada sedikit fluktuasi dari sisi peningkatan jumlah perusahaan yang IPO dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sebagai perbandingan, pada 2017 ada 37 emiten baru yang melantai di bursa. Kemudian setahun berselang ada 57 emiten baru yang menjual saham perdananya. Selanjutanya pada 2019, memang ada sedikit penurunan karena hanya mampu menarik 55 perusahaan saja. ( Baca:Ancaman Gelombang Kedua Covid-19, Bursa Saham Tumbang, Ekonomi Terpuruk )
"Pencatatan saham sampai 19 Juni 2020, [terjadi] fluktuasi dari peningkatan jumlah perusahaan tercatat. Pada 2018 capai rekor paling tinggi, lalu 2019 ada 55," jelasnya.
Nyoman menambahkan, selain IPO, ada juga pencatatan reksadana yang bisa diperdagangkan di bursa atau Exchange Traded Fund (ETF). Saat ini tercatat baru tujuh produk, dan akan ada 2 ETF lagi dalam rencana penerbitan (pipeline).
"Obligasi, tercatat baru satu dan pipeline masih ada lima (obligasi)," jelasnya.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI Nyoman mengatakan, hingga saat ini, terdapat 28 perusahaan baru tercatat di BEI. Selain itu, sudah ada 21 perusahaan berada di jalur pipeline pencatatan efek saham baru.
"Sampai saat ini ada 28 pencatatan saham baru, pipeline berapa? Sampai saat ini ada 21 lagi. Penyebaran pipeline 21 ini, melihat aset kecil di bawah Rp 50 miliar," ujar Nyoman dalam diskusi virtual, Jumat (26/6/2020).
Capaian tersebut merupakan jumlah tertinggi di antara bursa efek di kawasan ASEAN. Meskipun diakuinya ada sedikit fluktuasi dari sisi peningkatan jumlah perusahaan yang IPO dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sebagai perbandingan, pada 2017 ada 37 emiten baru yang melantai di bursa. Kemudian setahun berselang ada 57 emiten baru yang menjual saham perdananya. Selanjutanya pada 2019, memang ada sedikit penurunan karena hanya mampu menarik 55 perusahaan saja. ( Baca:Ancaman Gelombang Kedua Covid-19, Bursa Saham Tumbang, Ekonomi Terpuruk )
"Pencatatan saham sampai 19 Juni 2020, [terjadi] fluktuasi dari peningkatan jumlah perusahaan tercatat. Pada 2018 capai rekor paling tinggi, lalu 2019 ada 55," jelasnya.
Nyoman menambahkan, selain IPO, ada juga pencatatan reksadana yang bisa diperdagangkan di bursa atau Exchange Traded Fund (ETF). Saat ini tercatat baru tujuh produk, dan akan ada 2 ETF lagi dalam rencana penerbitan (pipeline).
"Obligasi, tercatat baru satu dan pipeline masih ada lima (obligasi)," jelasnya.
(uka)