Dari Warung Kelontong hingga Konglomerasi, Perusahaan Keluarga Sumbang 80% ke PDB Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perusahaan keluarga memiliki peran besar terhadap perekonomian, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Perusahaan keluarga juga berperan penting dalam membantu pemerintah untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi.
CEO PT Algas Mitra Sejati EPC dan Oil Gas Trading Company Alhadiid mengatakan bahwa perusahaan yang dikelola oleh keluarga merupakan penggerak dari perekonomian di Indonesia.
"Hampir 80% PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia itu merupakan kontribusi dari perusahaan keluarga," kata Alhadiid dalam webinar Wedangan IKA UNS, Sabtu (30/7/2022).
Dia mengatakan, perusahaan keluarga yang dimaksud termasuk warung kelontong yang memiliki skala kecil hingga skala besar seperti konglomerasi.
Bisnis perusahaan keluarga dapat melahirkan usaha-usaha jenis baru seperti perusahaan startup yang sumber modalnya berawal dari perusahaan keluarga.
Saat ini bisnis rintisan atau startup tumbuh bak jamur di musim hujan. Maraknya bisnis startup saat ini pun tak lepas dari peran perusahaan keluarga. Menurut Alhadiid, sekitar 85% startup ternyata mendapatkan modal pertamanya dari bisnis keluarga.
"Menariknya, family own business ini bisa melahirkan usaha-usaha baru seperti startup, itu 85%-nya ternyata mendapatkan modal pertamanya itu dari perusahaan sebelumnya, perusahaan keluarganya," ungkapnya.
"Jadi, sebelum dia disuntik oleh pemodal besar dia awalnya itu pasti dari modal usaha keluarga dulu," tambah Alhadiid.
Berdasarkan data yang dihimpun, sambung dia, perusahaan keluarga sangat berperan dalam perekonomian dunia, di mana 80% PDB negara-negara di dunia ternyata berasal dari perusahaan keluarga.
Lalu, dari seluruh perusahaan yang ada di dunia, 60%-nya masih dimiliki oleh keluarga. Mereka ini memainkan peran penting, karena rata-rata perusahaan keluarga mampu membukukan pendapatan USD1 miliar atau sekitar Rp14,5 triliun jika memakai kurs saat ini.
Kini, sejumlah bisnis rintisan telah berkembang menjadi Unicorn dan bahkan Decacorn. Kehadiran startup tersebut diharapkan mampu menginspirasi banyak perusahaan, termasuk perusahaan keluarga, untuk menjadikan krisis justru sebagai peluang bisnis baru.
CEO PT Algas Mitra Sejati EPC dan Oil Gas Trading Company Alhadiid mengatakan bahwa perusahaan yang dikelola oleh keluarga merupakan penggerak dari perekonomian di Indonesia.
"Hampir 80% PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia itu merupakan kontribusi dari perusahaan keluarga," kata Alhadiid dalam webinar Wedangan IKA UNS, Sabtu (30/7/2022).
Dia mengatakan, perusahaan keluarga yang dimaksud termasuk warung kelontong yang memiliki skala kecil hingga skala besar seperti konglomerasi.
Bisnis perusahaan keluarga dapat melahirkan usaha-usaha jenis baru seperti perusahaan startup yang sumber modalnya berawal dari perusahaan keluarga.
Saat ini bisnis rintisan atau startup tumbuh bak jamur di musim hujan. Maraknya bisnis startup saat ini pun tak lepas dari peran perusahaan keluarga. Menurut Alhadiid, sekitar 85% startup ternyata mendapatkan modal pertamanya dari bisnis keluarga.
"Menariknya, family own business ini bisa melahirkan usaha-usaha baru seperti startup, itu 85%-nya ternyata mendapatkan modal pertamanya itu dari perusahaan sebelumnya, perusahaan keluarganya," ungkapnya.
"Jadi, sebelum dia disuntik oleh pemodal besar dia awalnya itu pasti dari modal usaha keluarga dulu," tambah Alhadiid.
Berdasarkan data yang dihimpun, sambung dia, perusahaan keluarga sangat berperan dalam perekonomian dunia, di mana 80% PDB negara-negara di dunia ternyata berasal dari perusahaan keluarga.
Lalu, dari seluruh perusahaan yang ada di dunia, 60%-nya masih dimiliki oleh keluarga. Mereka ini memainkan peran penting, karena rata-rata perusahaan keluarga mampu membukukan pendapatan USD1 miliar atau sekitar Rp14,5 triliun jika memakai kurs saat ini.
Kini, sejumlah bisnis rintisan telah berkembang menjadi Unicorn dan bahkan Decacorn. Kehadiran startup tersebut diharapkan mampu menginspirasi banyak perusahaan, termasuk perusahaan keluarga, untuk menjadikan krisis justru sebagai peluang bisnis baru.
(ind)