Beban Menyusut, Kerugian Garuda Indonesia Berkurang 41,54 Persen
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dan anak usaha mencatatkan rugi sebesar USD224,66 juta di kuartal I/2022. Nilai tersebut setara Rp3,22 triliun (kurs Jisdor BI akhir tanggal pelaporan 31 Maret 2022).
Realisasi rugi maskapai penerbangan nasional itu lebih rendah 41,54% dibandingkan kuartal pertama tahun lalu senilai USD384,34 juta atau Rp5,51 triliun. Capaian ini dipicu adanya penyusutan sejumlah beban seiring penurunan pendapatan GIAA selama tiga bulan pertama tahun ini.
Pendapatan usaha perseroan tercatat sebesar USD350,15 juta atau Rp5,02 triliun, atau menyusut 0,82% dibandingkan periode tiga bulan awal tahun 2021 sebanyak USD353,07 juta. Demikian berdasarkan laporan keuangan GIAA di keterbukaan informasi, Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Senin (1/8/2022).
Kontribusi terbesar pemasukan GIAA berasal dari segmen penerbangan berjadwal yang mencapai USD270,57 juta, disusul penerbangan tidak berjadwal dan lainnya masing-masing sebesar USD24,07 juta, dan USD55,50 juta.
Beban usaha GIAA terpangkas 25,04% menjadi USD526,33 juta selama triwulan awal tahun ini, lebih rendah 25,04% dari posisi yang sama tahun lalu di angka USD702,17 juta. Ini berlangsung di semua lini beban seperti biaya operasional penerbangan, pemeliharaan-perbaikan, umum-administrasi, beban bandara, pelayanan penumpang, operasional hotel, transportasi dan jaringan.
Namun, beban tiket penjualan dan promosi justru meningkat menjadi USD24,31 juta, dari posisi yang sama tahun lalu senilai USD22,93 juta. Dari sisi neraca per 31 Maret 2022, GIAA membukukan, jumlah aset sebanyak USD7,04 miliar atau setara Rp101,19 triliun. Nilai aset periode tersebut lebih rendah 2% dari akhir 2021 senilai USD7,19 miliar.
Kewajiban pembayaran utang atau liabilitas tumbuh 0,60% menjadi USD13,38 miliar (setara Rp192,14 triliun), dari akhir tahun lalu senilai USD13,30 miliar. Sementara itu, defisit ekuitas perseroan membengkak 3,68% menjadi USD6,33 juta (setara Rp90,95 triliun).
Realisasi rugi maskapai penerbangan nasional itu lebih rendah 41,54% dibandingkan kuartal pertama tahun lalu senilai USD384,34 juta atau Rp5,51 triliun. Capaian ini dipicu adanya penyusutan sejumlah beban seiring penurunan pendapatan GIAA selama tiga bulan pertama tahun ini.
Pendapatan usaha perseroan tercatat sebesar USD350,15 juta atau Rp5,02 triliun, atau menyusut 0,82% dibandingkan periode tiga bulan awal tahun 2021 sebanyak USD353,07 juta. Demikian berdasarkan laporan keuangan GIAA di keterbukaan informasi, Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Senin (1/8/2022).
Kontribusi terbesar pemasukan GIAA berasal dari segmen penerbangan berjadwal yang mencapai USD270,57 juta, disusul penerbangan tidak berjadwal dan lainnya masing-masing sebesar USD24,07 juta, dan USD55,50 juta.
Beban usaha GIAA terpangkas 25,04% menjadi USD526,33 juta selama triwulan awal tahun ini, lebih rendah 25,04% dari posisi yang sama tahun lalu di angka USD702,17 juta. Ini berlangsung di semua lini beban seperti biaya operasional penerbangan, pemeliharaan-perbaikan, umum-administrasi, beban bandara, pelayanan penumpang, operasional hotel, transportasi dan jaringan.
Namun, beban tiket penjualan dan promosi justru meningkat menjadi USD24,31 juta, dari posisi yang sama tahun lalu senilai USD22,93 juta. Dari sisi neraca per 31 Maret 2022, GIAA membukukan, jumlah aset sebanyak USD7,04 miliar atau setara Rp101,19 triliun. Nilai aset periode tersebut lebih rendah 2% dari akhir 2021 senilai USD7,19 miliar.
Kewajiban pembayaran utang atau liabilitas tumbuh 0,60% menjadi USD13,38 miliar (setara Rp192,14 triliun), dari akhir tahun lalu senilai USD13,30 miliar. Sementara itu, defisit ekuitas perseroan membengkak 3,68% menjadi USD6,33 juta (setara Rp90,95 triliun).
(akr)