Erick Thohir: BUMN Jangan Jadi Dinosaurus yang Tak Mampu Beradaptasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir terus mendorong perusahaan plat merah beradaptasi di era digital. Transformasi menjadi keharusan menghadapi perubahan zaman.
"Ini era yang tidak bisa terhindarkan, digitalisasi suka tidak suka harus kita hadapi dan kita tidak mungkin berdiam diri," ujar Erick, saat mengisi seminar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (3/8/2022).
Erick menyebut era digital mengubah begitu banyak sendi-sendi kehidupan masyarakat. Hal tersebut terlihat dari perubahan cara kerja, cara berusaha, hingga hal-hal penting lain dalam kehidupan yang sangat memerlukan dukungan digital. Indonesia, lanjut Erick, memiliki sumber daya besar dalam menjadikan ekonomi digital sebagai fondasi bangsa di masa yang akan datang.
"Allah SWT memberikan kita demografi yang mayoritas muda saat ini, 55 persen usia di bawah 35 tahun, mau tidak mau industri digital kita akan berkembang," lanjutnya.
Dia memproyeksikan Indonesia akan menjadi pemain industri digital terbesar di Asia Tenggara pada 2030. Hal ini ditopang dari potensi ekonomi digital Indonesia yang diprediksi mencapai Rp 4.500 triliun pada 2030 atau tumbuh delapan kali lipat dari APBN.
"Pertanyaan saya selalu sama, kapan perubahan ini terjadi kalau kita tidak adaptasi sehingga akhirnya kita hanya jadi market. Saat hanya menjad market, maka tidak ada investasi untuk pembukaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi akan tumbuh lebih besar di negara lain," ungkap dia.
Erick menyebut sudah terlalu lama sumber daya alam dan market besar Indonesia hanya dijadikan sebagai pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja bagi negara lain.
Sebab itu, lanjut Erick, pemerintah bekerja keras untuk melakukan perubahan dengan menekan pengiriman SDA dalam bentuk bahan baku ke luar negeri, salah satunya dengan memperkuat ekosistem industri baterai listrik. Erick menilai keberpihakan terhadap SDA berdampak besar bagi masyarakat lewat terciptanya pembukaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
"Kita tidak anti asing atau anti investasi luar negri, tapi keseimbangan pertumbuhan yang merata harus dipastikan, pertumbuhan Indonesia harus lebih tinggi dari negara lain," kata dia.
"Ini era yang tidak bisa terhindarkan, digitalisasi suka tidak suka harus kita hadapi dan kita tidak mungkin berdiam diri," ujar Erick, saat mengisi seminar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (3/8/2022).
Erick menyebut era digital mengubah begitu banyak sendi-sendi kehidupan masyarakat. Hal tersebut terlihat dari perubahan cara kerja, cara berusaha, hingga hal-hal penting lain dalam kehidupan yang sangat memerlukan dukungan digital. Indonesia, lanjut Erick, memiliki sumber daya besar dalam menjadikan ekonomi digital sebagai fondasi bangsa di masa yang akan datang.
"Allah SWT memberikan kita demografi yang mayoritas muda saat ini, 55 persen usia di bawah 35 tahun, mau tidak mau industri digital kita akan berkembang," lanjutnya.
Dia memproyeksikan Indonesia akan menjadi pemain industri digital terbesar di Asia Tenggara pada 2030. Hal ini ditopang dari potensi ekonomi digital Indonesia yang diprediksi mencapai Rp 4.500 triliun pada 2030 atau tumbuh delapan kali lipat dari APBN.
"Pertanyaan saya selalu sama, kapan perubahan ini terjadi kalau kita tidak adaptasi sehingga akhirnya kita hanya jadi market. Saat hanya menjad market, maka tidak ada investasi untuk pembukaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi akan tumbuh lebih besar di negara lain," ungkap dia.
Erick menyebut sudah terlalu lama sumber daya alam dan market besar Indonesia hanya dijadikan sebagai pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja bagi negara lain.
Sebab itu, lanjut Erick, pemerintah bekerja keras untuk melakukan perubahan dengan menekan pengiriman SDA dalam bentuk bahan baku ke luar negeri, salah satunya dengan memperkuat ekosistem industri baterai listrik. Erick menilai keberpihakan terhadap SDA berdampak besar bagi masyarakat lewat terciptanya pembukaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
"Kita tidak anti asing atau anti investasi luar negri, tapi keseimbangan pertumbuhan yang merata harus dipastikan, pertumbuhan Indonesia harus lebih tinggi dari negara lain," kata dia.