Faisal Basri: Saatnya Menata Ulang Formula Harga BBM
loading...
A
A
A
"Kompensasi atas kekurangan penerimaan BUMN penerima penugasan pada dasarnya bentuk subsidi terselubung," jelasnya.
Sebab itu, Faisal mendorong agar Indonesia kembali ke upaya konsisten menghapus kebijakan subsidi secara bertahap, alokasi anggaran subsidi BBM, mendorong produksi minyak bumi, dan peningkatan ketahanan energi. Langkah-langkah yang dapat ditempuh pemerintah antara lain dengan mengembalikan aturan penetapan harga BBM sesuai dengan formula sebagaimana di atur oleh Perpres Nomor 191 tahun 2014.
Kekhawatiran harga BBM berfluktuasi sehingga menyumbang pada inflasi bisa dikurangi dengan memberlakukan dana stabilisasi. Sementara itu, harga jual eceran BBM ditetapkan berdasarkan formula perhitungan harga yang sederhana dan mencerminkan keadaan sebenarnya (koefisien berdasarkan data up to date).
Dengan begitu, akan memperkecil peluang manipulasi dan pemburuan rente di pasar. Jika terpaksa masih harus ada, subsidi BBM seharusnya dapat mendorong rakyat melakukan perubahan pola konsumsi BBM dan restrukturisasi industri perminyakan.
Faisal memahami, harga BBM menjadi persoalan sensitif bagi pemerintah karena kebijakan menaikkan harga BBM selalu mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan. Namun, pemerintah bisa tetap konsisten di jalan menghapus subsidi BBM meski tidak populer.
"Memerlukan upaya keras untuk meyakinkan masyarakat bahwa kebijakan tersebut diperlukan agar pemerintah dapat menyediakan anggaran cukup untuk kebutuhan lain yang memberi manfaat lebih besar bagi orang miskin," kata dia.
Presiden Jokowi kala itu mengeluarkan Perpres Nomor 191 tahun 2014 dengan semangat melakukan pengurangan subsidi BBM. Berdasarkan aturan tersebut harga BBM ditetapkan berdasarkan formula yang mengacu kepada harga minyak bumi di pasar global, dalam hal ini harga transaksi di bursa minyak Singapura (MOPS). Peraturan tersebut mencantumkan pengecualian pada minyak tanah yang nominal harganya ditentukan dan minyak solar yang mendapat subsidi maksimum seribu rupiah per liter.
Sebab itu, Faisal mendorong agar Indonesia kembali ke upaya konsisten menghapus kebijakan subsidi secara bertahap, alokasi anggaran subsidi BBM, mendorong produksi minyak bumi, dan peningkatan ketahanan energi. Langkah-langkah yang dapat ditempuh pemerintah antara lain dengan mengembalikan aturan penetapan harga BBM sesuai dengan formula sebagaimana di atur oleh Perpres Nomor 191 tahun 2014.
Kekhawatiran harga BBM berfluktuasi sehingga menyumbang pada inflasi bisa dikurangi dengan memberlakukan dana stabilisasi. Sementara itu, harga jual eceran BBM ditetapkan berdasarkan formula perhitungan harga yang sederhana dan mencerminkan keadaan sebenarnya (koefisien berdasarkan data up to date).
Dengan begitu, akan memperkecil peluang manipulasi dan pemburuan rente di pasar. Jika terpaksa masih harus ada, subsidi BBM seharusnya dapat mendorong rakyat melakukan perubahan pola konsumsi BBM dan restrukturisasi industri perminyakan.
Faisal memahami, harga BBM menjadi persoalan sensitif bagi pemerintah karena kebijakan menaikkan harga BBM selalu mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan. Namun, pemerintah bisa tetap konsisten di jalan menghapus subsidi BBM meski tidak populer.
"Memerlukan upaya keras untuk meyakinkan masyarakat bahwa kebijakan tersebut diperlukan agar pemerintah dapat menyediakan anggaran cukup untuk kebutuhan lain yang memberi manfaat lebih besar bagi orang miskin," kata dia.
Presiden Jokowi kala itu mengeluarkan Perpres Nomor 191 tahun 2014 dengan semangat melakukan pengurangan subsidi BBM. Berdasarkan aturan tersebut harga BBM ditetapkan berdasarkan formula yang mengacu kepada harga minyak bumi di pasar global, dalam hal ini harga transaksi di bursa minyak Singapura (MOPS). Peraturan tersebut mencantumkan pengecualian pada minyak tanah yang nominal harganya ditentukan dan minyak solar yang mendapat subsidi maksimum seribu rupiah per liter.
(nng)