Tak Terduga, China Bisa Jadi Penyelamat Krisis Gas Eropa

Jum'at, 09 September 2022 - 10:10 WIB
loading...
Tak Terduga, China Bisa Jadi Penyelamat Krisis Gas Eropa
Ketakutan Eropa akan kekurangan gas menuju musim dingin mungkin dapat dihindari, berkat China yang terduga menjadi seorang kesatria putih. Foto/Dok
A A A
BEIJING - Ketakutan Eropa akan kekurangan gas menuju musim dingin mungkin dapat dihindari, berkat China yang terduga menjadi seorang kesatria putih. Pembeli gas alam cair terbesar di dunia itu telah menjual kembali beberapa kargo LNG usai surplus, namun permintaan domestik melemah.

Kondisi ini memberikan pasokan yang cukup di pasar spot yang bisa dimanfaatkan Eropa, meskipun harganya lebih tinggi. Menurut perusahaan riset Kpler, impor LNG Eropa tercatat tumbuh 60% secara year on year (YoY) pada enam bulan pertama tahun 2022.



53 juta ton yang dibeli blok Benua Biru melampui angka impor sebelumnya dari China dan Jepang dan telah membawa tingkat hunian penyimpanan gas Eropa hingga 77%. Bila situasi ini terus berlanjut, Eropa kemungkinan akan mencapai target untuk mengisi 80% fasilitas penyimpanan gasnya pada bulan November.

Sementara itu kemerosotan ekonomi China telah menjadi bantuan yang sangat dibutuhkan ke Eropa, hal ini menjadi catatan utama. Tetapi begitu aktivitas ekonomi bangkit kembali di Negeri Tirai Bambu, situasinya akan segera berbalik.

Hal itu juga akan membuat Eropa bergantung pada Beijing untuk energinya, yang melawan tren geopolitik di mana AS dan sekutunya berusaha untuk mempertahankan tatanan internasional liberal. Namun untuk saat ini, Eropa telah mampu menghindari krisis energi.

Jovo Group China, seorang pedagang LNG besar, baru-baru ini mengungkapkan bahwa mereka telah menjual kembali kargo LNG kepada pembeli Eropa. Seorang pedagang berjangka di Shanghai mengatakan, kepada Nikkei bahwa keuntungan yang dihasilkan dari transaksi semacam itu bisa mencapai puluhan juta dolar atau bahkan mencapai USD100 juta.

Penyuling minyak terbesar China Sinopec Group juga mengakui ada peningkatan pendapatan pada bulan April, lantaran mereka telah menyalurkan kelebihan LNG ke pasar internasional.



Selain itu media lokal menyebutkan bahwa Sinopec telah menjual 45 kargo LNG, atau sekitar 3,15 juta ton. Jumlah total LNG China yang telah dijual kembali mungkin lebih dari 4 juta ton, setara dengan 7% dari impor gas Eropa dalam setengah tahun hingga akhir Juni.

Kenapa China Mengubah Arah Kebijakan Energi Menjadi Penjual?

Pertama, disebabkan karena pergerakan perekonomian yang lesu. Pertumbuhan produk domestik bruto riil untuk semester pertama hanya 2,5%.

"Lockdown kota menyebabkan penurunan permintaan bahan bakar dan bahan kimia industri, yang pada gilirannya menghasilkan permintaan gas yang lebih rendah pada paruh pertama," kata Xuelian Li, seorang analis senior di Marubeni Research Institute.

"Sepertinya tidak akan meningkat lebih banyak di babak kedua," sambungnya.

Poin kedua yakni arahan dari pemerintah pusat untuk meningkatkan produksi energi, termasuk batu bara. "Penekanannya sekarang pada ketahanan energi melebihi arah mengurangi jejak lingkungan," kata seorang peneliti senior di Japan Oil, Gas and Metals National Corporation, Mika Takehara.

Provinsi Shanxi, misalnya telah meningkatkan produksi batu bara mereka dari sebesar 100 juta ton menjadi 1,3 miliar ton tahun ini, dan akan menambah 50 juta ton lagi pada tahun 2023, demikian menurut media lokal.

Produksi gas China sendiri juga berkembang. Produksi gas dalam negeri diperkirakan akan tumbuh 7% secara YoY pada tahun 2022, menurut perusahaan konsultan gas Energy. Impor LNG China di sisi lain, mungkin akan turun 20% pada tahun ini.

Penurunan impor China telah mempengaruhi harga internasional. Harga LNG di Asia saat ini sekitar USD45 per juta unit termal Inggris — lebih dari USD10 lebih murah daripada gas alam Eropa, yang dijual melebihi USD60 per juta BTU.

Perbedaan harga mencerminkan kesenjangan permintaan. Tahun lalu, ketika China membeli secara agresif dari pasar spot, harga Asia lebih tinggi daripada di Eropa.

Saat ini, permintaannya ada di Eropa. Pasokan gas Rusia ke Eropa berada pada level terendah dalam 40 tahun, menurut Administrasi Informasi Energi AS. Gas yang mengalir melalui pipa hanya tersisa 20% dari tahun lalu.

Eropa sendiri telah merespons dengan membeli LNG di pasar spot -terlepas dari harga yang lebih tinggi- dan telah setuju untuk mengurangi konsumsi gas alam sebesar 15% pada Maret tahun depan.

Melalui langkah-langkah darurat ini, Eropa berupaya menghadapi musim dingin yang akan datang, bahkan jika aliran pipa 80% lebih rendah dari biasanya. Tetapi selalu ada kemungkinan bahwa impor gas dari Rusia pada akhirnya bisa turun ke titik nol, kata Toshiyuki Makabe, seorang analis di Goldman Sachs.

Dalam skenario itu Eropa harus membeli hampir semua yang tersisa di pasar spot, sebuah tugas yang tidak realistis. Hasil tersembunyi dari perkembangan ini adalah bahwa China meningkatkan pengaruhnya di pasar energi.

Dilansir Financial Times, jika Rusia akhirnya mengekspor lebih banyak gas ke China sebagai sarana untuk menghukum Eropa, China akan memiliki lebih banyak kapasitas untuk menjual kembali kelebihan gasnya ke pasar spot yang secara tidak langsung membantu Eropa.

Kekuatan pipa gas alam Siberia yang beroperasi antara Rusia dan China memiliki kapasitas untuk membawa lebih banyak gas. Jumlah gas yang diproduksi China sendiri juga akan mempengaruhi rencana pengadaan energi Eropa.

Semakin Eropa putus asa tentang pasokan energinya, semakin banyak keputusan kebijakan China akan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi blok tersebut. Ketika Eropa berusaha untuk bergulat keluar dari ketergantungannya pada Rusia untuk energi, ironinya adalah bahwa ia menjadi lebih bergantung pada China.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.8342 seconds (0.1#10.140)