Tantangan Naik Kelas

Jum'at, 03 Juli 2020 - 05:58 WIB
loading...
Tantangan Naik Kelas
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Titel sebagai negara berpendapatan menengah atas (upper middle income country) yang baru saja diberikan Bank Dunia kepada Indonesia menjadi tantangan tersendiri di tengah kondisi ekonomi dalam negeri yang sedang lesu akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Di satu sisi, status tersebut menjadi kebanggaan tersendiri karena menunjukkan adanya peningkatan rata-rata pendapatan per kapita masyarakat. Ini adalah kali pertama sejak 2003 silam, saat Indonesia menyandang status negara berpendapatan menengah ke bawah.

Di sisi lain, muncul pertanyaan, mampukah pemerintah memanfaatkan momentum ini agar status itu tidak kembali turun karena dampak Covid-19 diprediksi masih akan terasa dalam beberapa waktu ke depan. Tentu, untuk mempertahankan dan memanfaatkannya perlu upaya dan kerja keras sehingga memberikan dampak positif bagi ekonomi masyarakat di semua level.

Apalagi jika melihat prediksi terbaru yang dikeluarkan Bank Dunia bahwa dampak Covid-19 diperkirakan membuat ekonomi Indonesia stagnan di kisaran 0% dan baru pulih di tahun berikutnya dengan pertumbuhan 4,8%. (Baca: Sri Mulyani: Indonesia Beruntung Tidak Resesi Ekonomi)

Bank Dunia bukan satu-satunya lembaga internasional yang meramalkan suramnya perekonomian Tanah Air. Sebelumnya Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) juga memperkirakan tahun ini perekonomian Indonesia bakal terkontraksi -0,3% dan baru akan pulih pada 2021 dengan laju pertumbuhan di atas 6%.

Dari dalam negeri, para pelaku usaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi akan terkontraksi antara -4% sampai -6% pada kuartal II/2020.

Menurut Ketua Umum Kadin Rosan P Roeslani, rendahnya pertumbuhan tersebut disebabkan proses stimulasi penanganan Covid-19 yang masih sangat lambat. Dia mencontohkan penyerapan anggaran di berbagai bidang seperti kesehatan yang baru 1,54%, perlindungan sosial baru 28,63%, insentif usaha 6,8%, dan UMKM di kisaran 0,06%. Kondisi tersebut, menurut Kadin, akan membuat tekanan terhadap pemulihan kesehatan, jejaring pengamanan sosial, dan perekonomian menjadi lebih berat.

Berdasarkan data yang dirilis Bank Dunia pada Rabu (1/7/2020), status Indonesia saat ini masuk sebagai negara dengan pendapatan menengah atas dilihat dari pendapatan nasional bruto (gross national income/GNI) per kapita pada 2019 yang mencapai USD4.046 (sekitar Rp57 juta), naik dari posisi sebelumnya USD3.840.

Bank Dunia mengklasifikasikan negara berpendapatan menengah atas ada di kisaran USD4.046 hingga USD12.535 (Rp57 juta– 175 juta). Untuk menentukan status ekonomi tersebut, Bank Dunia telah melakukan perhitungan GNI sejak 1 Juli 2019 lalu. Adapun untuk klasifikasi negara berpendapatan rendah, yakni kurang dari USD1.036; pendapatan menengah bawah antara USD1.036-4.045; dan negara berpendapatan tinggi di atas USD12.535 per kapita per tahun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis kenaikan status tersebut merupakan bukti bahwa ketahanan ekonomi Indonesia dan kesinambungan pertumbuhan yang selalu terjaga dalam beberapa tahun terakhir. "Itu juga merupakan buah kerja keras masyarakat dan Pemerintah Indonesia dalam upaya terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan," kata Sri Mulyani di Jakarta kemarin.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1159 seconds (0.1#10.140)