Tantangan Naik Kelas
loading...
A
A
A
Dia berharap naiknya status ini akan lebih memperkuat kepercayaan serta persepsi investor, mitra dagang, mitra bilateral, dan mitra pembangunan atas ketahanan ekonomi Indonesia. Harapannya status negara berpendapatan menengah atas dapat meningkatkan investasi, memperbaiki kinerja current account, mendorong daya saing ekonomi dan memperkuat dukungan pembiayaan. (Baca: Kondisi Ekspor-Impor Anjlok, Pertumbuhan Industri Perlu Diwaspadai)
Klasifikasi kategori ini biasa digunakan secara internal oleh Bank Dunia, namun tak jarang menjadi rujukan lembaga dan organisasi internasional. Bank Dunia menggunakan klasifikasi ini untuk menentukan sebuah negara memenuhi syarat dalam menggunakan fasilitas dan produk Bank Dunia, termasuk loan pricing (harga pinjaman).
Menurut Sri Mulyani, kenaikan status ini merupakan tahapan strategis dan landasan kokoh menuju Indonesia Maju 2045. Untuk menjadi ekonomi terbesar kelima di dunia, beberapa kebijakan yang perlu ditingkatkan antara lain memperkuat sumber daya manusia melalui pendidikan, program kesehatan, dan perlindungan sosial.
Hal lain adalah membangun infrastruktur yang layak untuk menyokong mobilitas dan mendorong pembangunan. Kemudian memperkaya inovasi dan teknologi dalam menjawab tantangan industri ke depan, memperbaiki kualitas layanan, dan meningkatkan efisiensi proses bisnis. "Tentu saja menjaga APBN yang sehat sebagai kunci sukses menuju Indonesia Maju 2045," ujar Sri Mulyani.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya mengatakan, dengan status baru tersebut menandakan bahwa Bank Dunia melihat naiknya rata-rata pendapatan orang Indonesia per tahun. "Saya kaget karena mengumumkannya saat keadaan seperti ini," ucap Luhut.
Dalam keterangan resminya Bank Dunia menyatakan, Indonesia bersama Aljazair, Mauritius, Nepal, Sri Lanka, dan Romania, sebenarnya tidak terlalu mengalami perubahan pendapatan yang signifikan dibandingkan setahun sebelumnya. Namun, perubahan itu cukup untuk membawa Indonesia masuk ke dalam kelompok negara menengah ke atas.
Manajer Development Data Group Bank Dunia, Umar Serajuddin, mengatakan perubahan ini terjadi akibat beberapa faktor, mulai dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai mata uang, hingga pertumbuhan penduduk yang memengaruhi tingkat pendapatan per kapita. Revisi data dan metode akun nasional juga dinilai memengaruhi nilai tersebut. “Ambang pendapatan ini juga kami sesuaikan dengan tingkat inflasi, semuanya terjadi dalam waktu nyata,” ujar Umar.
Pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Muhammad Edhie Purnawan menilai, keputusan Bank Dunia menaikkan status Indonesia dari middle income country menjadi upper middle income country akan menjadi sinyal positif. (Baca juga: Turki Tuntut Permintaan Maaf Prancis Atas Insiden Kapal Perang)
"Status yang dinaikkan ini jadi sinyal positif di tengah krisis kesehatan dan ekonomi sekarang. Kemungkinan karena penilaiannya dilakukan untuk masa sebelum pandemi Covid-19 positif di Indonesia," ujar Edhie.
Namun meskipun sinyalnya positif, dia juga menyarankan pemerintah sebaiknya melakukan perubahan pendekatan ekonomi dengan fokus pada pendekatan berbasis perbaikan taraf hidup masyarakat. Pendekatan ini menurutnya, akan jauh lebih berdampak dibandingkan sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi.
Klasifikasi kategori ini biasa digunakan secara internal oleh Bank Dunia, namun tak jarang menjadi rujukan lembaga dan organisasi internasional. Bank Dunia menggunakan klasifikasi ini untuk menentukan sebuah negara memenuhi syarat dalam menggunakan fasilitas dan produk Bank Dunia, termasuk loan pricing (harga pinjaman).
Menurut Sri Mulyani, kenaikan status ini merupakan tahapan strategis dan landasan kokoh menuju Indonesia Maju 2045. Untuk menjadi ekonomi terbesar kelima di dunia, beberapa kebijakan yang perlu ditingkatkan antara lain memperkuat sumber daya manusia melalui pendidikan, program kesehatan, dan perlindungan sosial.
Hal lain adalah membangun infrastruktur yang layak untuk menyokong mobilitas dan mendorong pembangunan. Kemudian memperkaya inovasi dan teknologi dalam menjawab tantangan industri ke depan, memperbaiki kualitas layanan, dan meningkatkan efisiensi proses bisnis. "Tentu saja menjaga APBN yang sehat sebagai kunci sukses menuju Indonesia Maju 2045," ujar Sri Mulyani.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya mengatakan, dengan status baru tersebut menandakan bahwa Bank Dunia melihat naiknya rata-rata pendapatan orang Indonesia per tahun. "Saya kaget karena mengumumkannya saat keadaan seperti ini," ucap Luhut.
Dalam keterangan resminya Bank Dunia menyatakan, Indonesia bersama Aljazair, Mauritius, Nepal, Sri Lanka, dan Romania, sebenarnya tidak terlalu mengalami perubahan pendapatan yang signifikan dibandingkan setahun sebelumnya. Namun, perubahan itu cukup untuk membawa Indonesia masuk ke dalam kelompok negara menengah ke atas.
Manajer Development Data Group Bank Dunia, Umar Serajuddin, mengatakan perubahan ini terjadi akibat beberapa faktor, mulai dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai mata uang, hingga pertumbuhan penduduk yang memengaruhi tingkat pendapatan per kapita. Revisi data dan metode akun nasional juga dinilai memengaruhi nilai tersebut. “Ambang pendapatan ini juga kami sesuaikan dengan tingkat inflasi, semuanya terjadi dalam waktu nyata,” ujar Umar.
Pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Muhammad Edhie Purnawan menilai, keputusan Bank Dunia menaikkan status Indonesia dari middle income country menjadi upper middle income country akan menjadi sinyal positif. (Baca juga: Turki Tuntut Permintaan Maaf Prancis Atas Insiden Kapal Perang)
"Status yang dinaikkan ini jadi sinyal positif di tengah krisis kesehatan dan ekonomi sekarang. Kemungkinan karena penilaiannya dilakukan untuk masa sebelum pandemi Covid-19 positif di Indonesia," ujar Edhie.
Namun meskipun sinyalnya positif, dia juga menyarankan pemerintah sebaiknya melakukan perubahan pendekatan ekonomi dengan fokus pada pendekatan berbasis perbaikan taraf hidup masyarakat. Pendekatan ini menurutnya, akan jauh lebih berdampak dibandingkan sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi.