Kemenperin Berikan Keringanan Pajak Bahan Baku Domestik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri manufaktur di Tanah Air mulai menunjukkan geliatnya pada Juni 2020. Hal ini tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang menempati level 39,1 atau mengalami kenaikan hingga 10 poin dibanding bulan Mei yang berada di angka 28,6.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun terus mendorong geliat manufaktur. Salah satunya, mengurangi pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bahan baku yang diperoleh domestik untuk industri yang tidak di Kawasan Berikat atau KITE, penundaan pembayaran PPN hingga 90 hari, mengurangi angsuran PPh 25 menjadi nol, dan paket restrukturisasi dan pinjaman modal kerja untuk industri yang terkena dampak Covid-19.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Doddy Rahadi mengemukakan, beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan Kemenperin untuk mendorong kegiatan produksi sektor industri tetap berjalan selama masa pandemi Covid-19, antara lain menerbitkan peraturan mengenai pelaksanaan operasional pabrik dalam masa kedaruratan kesehatan masyarakat Covid-19.
“Pemerintah juga sudah memberikan sejumlah stimulus untuk menggairahkan sektor industri dalam menghadapi pandemi Covid-19, termasuk mengusulkan penghapusan biaya minimum untuk penggunaan listrik dan gas,” ujar Doddy di Jakarta, Jumat (3/7/2020).
(Baca Juga: Agus Gumiwang Siap Beri Stimulus untuk Genjot Industri Manufaktur)
Di bagian lain, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan, inisiatif Making Indonesia 4.0 yang bertujuan untuk mentranformasi seluruh sektor, terutama industri, dengan memanfaatkan teknologi digital terus digenjot. Aspirasinya besarnya adalah mewujudkan Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.
“Inisiatif itu sudah masuk ke major project dalam RPJMN 2020-2024, sehingga kami percaya bahwa Indonesia memiliki potensi tambahan PDB yang signifikan dari ekonomi digital, dengan proyeksi mencapai USD155 miliar pada 2025,” ujarnya.
Namun demikian, Kemenperin ingin menambah dua sektor lagi sebagai pionir, yakni industri farmasi dan alat kesehatan. Sebab, saat ini sektor tersebut sedang mengalami permintaan tinggi, mengingat produk-produknya sedang dibutuhkan di tengah pandemi virus corona. Untuk itu, Menperin meminta kesiapan industrinya dengan ditopang ketersediaan SDM yang kompeten, selain penerapan teknologi modern.
“Ada yang menganggap, digitalisasi itu akan mematikan tenaga kerja. Namun sebaliknya, studi kami memperkirakan akan ada penambahan tenaga kerja yang cukup signifikan ketika sektor industri bisa mendorong digitalisasi,” tandasnya.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun terus mendorong geliat manufaktur. Salah satunya, mengurangi pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bahan baku yang diperoleh domestik untuk industri yang tidak di Kawasan Berikat atau KITE, penundaan pembayaran PPN hingga 90 hari, mengurangi angsuran PPh 25 menjadi nol, dan paket restrukturisasi dan pinjaman modal kerja untuk industri yang terkena dampak Covid-19.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Doddy Rahadi mengemukakan, beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan Kemenperin untuk mendorong kegiatan produksi sektor industri tetap berjalan selama masa pandemi Covid-19, antara lain menerbitkan peraturan mengenai pelaksanaan operasional pabrik dalam masa kedaruratan kesehatan masyarakat Covid-19.
“Pemerintah juga sudah memberikan sejumlah stimulus untuk menggairahkan sektor industri dalam menghadapi pandemi Covid-19, termasuk mengusulkan penghapusan biaya minimum untuk penggunaan listrik dan gas,” ujar Doddy di Jakarta, Jumat (3/7/2020).
(Baca Juga: Agus Gumiwang Siap Beri Stimulus untuk Genjot Industri Manufaktur)
Di bagian lain, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan, inisiatif Making Indonesia 4.0 yang bertujuan untuk mentranformasi seluruh sektor, terutama industri, dengan memanfaatkan teknologi digital terus digenjot. Aspirasinya besarnya adalah mewujudkan Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.
“Inisiatif itu sudah masuk ke major project dalam RPJMN 2020-2024, sehingga kami percaya bahwa Indonesia memiliki potensi tambahan PDB yang signifikan dari ekonomi digital, dengan proyeksi mencapai USD155 miliar pada 2025,” ujarnya.
Namun demikian, Kemenperin ingin menambah dua sektor lagi sebagai pionir, yakni industri farmasi dan alat kesehatan. Sebab, saat ini sektor tersebut sedang mengalami permintaan tinggi, mengingat produk-produknya sedang dibutuhkan di tengah pandemi virus corona. Untuk itu, Menperin meminta kesiapan industrinya dengan ditopang ketersediaan SDM yang kompeten, selain penerapan teknologi modern.
“Ada yang menganggap, digitalisasi itu akan mematikan tenaga kerja. Namun sebaliknya, studi kami memperkirakan akan ada penambahan tenaga kerja yang cukup signifikan ketika sektor industri bisa mendorong digitalisasi,” tandasnya.
(fai)