Koridor Timur Jakarta Paling Siap Bangkit Pasca-Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kawasan koridor timur Jakarta dinilai paling siap dan memenuhi syarat menjadi pusat kebangkitan ekonomi nasional, khususnya di Jabodetabek pasca-pandemi Covid-19. Selain didukung infrastruktur yang sangat memadai, koridor ini juga terbukti sebagai kawasan dengan pertumbuhan yang cukup pesat dalam satu dekade terakhir.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Umum Koordinator DPP Realestat Indonesia (REI) bidang Tata Ruang, Pengembangan Kawasan dan Properti Ramah Lingkungan, Hari Ganie, pada webinar bertajuk "Pemulihan Ekonomi Pasca-Pandemi Melalui Pengembangan Koridor Timur Jakarta", Kamis (2/7/2020).
Menurut Ganie, koridor timur Jakarta memiliki akses yang bagus dari sisi infrastruktur, dikenal sebagai sentra industri terbesar di Asia Tenggara dan posisinya strategis karena menghubungkan dua kota besar di Indonesia, yakni Jakarta dan Bandung. Koridor timur Jakarta bahkan akan menjadi satu-satunya kawasan mega-urban di Indonesia.
Peran strategis koridor timur Jakarta semakin besar dengan keluarnya Perpres No. 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang dan Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur). ( Baca:Pemprov DKI Sebut Kawasan Ancol Telah Direklamasi Sejak 2009 )
Regulasi ini semakin memantapkan posisi koridor timur Jakarta sebagai kawasan strategis nasional sejak era Presiden Soekarno sampai Presiden Jokowi. Kawasan timur Jakarta ini juga paling cepat pertumbuhannya dibandingkan kawasan lain di sekitar Jakarta, karena didukung sekitar 10 jenis infrastruktur baru.
“Kami kira memang koridor timur Jakarta ini paling memenuhi syarat untuk bangkit lebih dahulu pasca-pandemi dibandingkan daerah atau kawasan-kawasan lainnya,” ujar Hari Ganie yang juga Wakil Ketua Badan Kejuruan Teknik Kewilayahan dan Perkotaan Persatuan Insinyur Indonesia (BKT KP-PII) itu.
REI berharap pemerintah memberikan perhatian yang lebih serius pada pengembangan koridor timur ini guna memastikan ekonomi bangkit kembali, terutama di Jabodetabek sebagai pusat pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan data REI, koridor timur yang terbentang dari Bekasi, Cikarang hingga Karawang tumbuh sangat cepat. Saat ini sekitar 47% pasokan perumahan di Jabodetabek berlokasi di koridor ini. Di mana 73% di antaranya merupakan pengembangan perumahan segmen menengah bawah.
Kawasan ini, kata Hari, telah mengalami transformasi yang luar biasa, dari sebuah kawasan industri, kemudian diikuti sebagai kawasan perumahan penunjang industri dan sekarang menjadi kawasan hunian komersial terbesar di penyangga Jakarta. Semua kemajuan tersebut tidak terlepas dari peran para pengembang kota baru swasta.
“Sekarang sudah ada sekitar 15 pengembang besar yang masuk ke koridor timur ini, bahkan sudah ada konsorsium yang beranggotakan 9 pengembang terkemuka di sana. Ini satu potensi pengembangan yang besar sekali,” kata Hari Ganie.
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hadi Sucahyono menyebut bahwa di kawasan timur Jakarta sejak 1980-2010, pembangunan infrastruktur sudah cukup pesat. Ditambah lagi daya tarik terbaru, yakni Pelabuhan Patimbang dan Bandara Kertajati, selain jalan tol termasuk tol layang Cikampek II.
“Tetapi pada 2030 di kawasan timur Jakarta diprediksi akan terjadi kesulitan air baku, sehingga Kementerian PUPR tengah berusaha dapat menggandeng swasta untuk membangun Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Sekarang pasokan air baku di situ sangat bergantung pada Waduk Jatiluhur,” kata Hadi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Abdul Kamarzuki mengatakan, koridor timur Jakarta merupakan salah satu wilayah di Jabodetabek-Punjur yang menjadi kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan ekonomi.
Menurut dia, Perpres No. 60 Tahun 2020 seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola kawasan Jabodetabek-Punjur terutama yang menyangkut enam isu besar, yaitu banjir, ketersediaan air baku, kemacetan, permasalahan kawasan pesisir, pengaturan kawasan Pulau Seribu dan antisipasi pemindahan ibu kota negara (IKN).
“Terkait kawasan koridor timur Jakarta, fokus dari Perpres 60 adalah menyangkut ketersediaan air baku dan kemacetan. Oleh karena itu, jaringan jalur transportasi berbasis rel menjadi hal yang paling diandalkan. Selain itu, sudah ditetapkan juga 24 rencana titik pengembanganan Transit Oriented Development (TOD) kota regional,” jelas pria yang akrab disapa Uki itu.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Umum Koordinator DPP Realestat Indonesia (REI) bidang Tata Ruang, Pengembangan Kawasan dan Properti Ramah Lingkungan, Hari Ganie, pada webinar bertajuk "Pemulihan Ekonomi Pasca-Pandemi Melalui Pengembangan Koridor Timur Jakarta", Kamis (2/7/2020).
Menurut Ganie, koridor timur Jakarta memiliki akses yang bagus dari sisi infrastruktur, dikenal sebagai sentra industri terbesar di Asia Tenggara dan posisinya strategis karena menghubungkan dua kota besar di Indonesia, yakni Jakarta dan Bandung. Koridor timur Jakarta bahkan akan menjadi satu-satunya kawasan mega-urban di Indonesia.
Peran strategis koridor timur Jakarta semakin besar dengan keluarnya Perpres No. 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang dan Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur). ( Baca:Pemprov DKI Sebut Kawasan Ancol Telah Direklamasi Sejak 2009 )
Regulasi ini semakin memantapkan posisi koridor timur Jakarta sebagai kawasan strategis nasional sejak era Presiden Soekarno sampai Presiden Jokowi. Kawasan timur Jakarta ini juga paling cepat pertumbuhannya dibandingkan kawasan lain di sekitar Jakarta, karena didukung sekitar 10 jenis infrastruktur baru.
“Kami kira memang koridor timur Jakarta ini paling memenuhi syarat untuk bangkit lebih dahulu pasca-pandemi dibandingkan daerah atau kawasan-kawasan lainnya,” ujar Hari Ganie yang juga Wakil Ketua Badan Kejuruan Teknik Kewilayahan dan Perkotaan Persatuan Insinyur Indonesia (BKT KP-PII) itu.
REI berharap pemerintah memberikan perhatian yang lebih serius pada pengembangan koridor timur ini guna memastikan ekonomi bangkit kembali, terutama di Jabodetabek sebagai pusat pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan data REI, koridor timur yang terbentang dari Bekasi, Cikarang hingga Karawang tumbuh sangat cepat. Saat ini sekitar 47% pasokan perumahan di Jabodetabek berlokasi di koridor ini. Di mana 73% di antaranya merupakan pengembangan perumahan segmen menengah bawah.
Kawasan ini, kata Hari, telah mengalami transformasi yang luar biasa, dari sebuah kawasan industri, kemudian diikuti sebagai kawasan perumahan penunjang industri dan sekarang menjadi kawasan hunian komersial terbesar di penyangga Jakarta. Semua kemajuan tersebut tidak terlepas dari peran para pengembang kota baru swasta.
“Sekarang sudah ada sekitar 15 pengembang besar yang masuk ke koridor timur ini, bahkan sudah ada konsorsium yang beranggotakan 9 pengembang terkemuka di sana. Ini satu potensi pengembangan yang besar sekali,” kata Hari Ganie.
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hadi Sucahyono menyebut bahwa di kawasan timur Jakarta sejak 1980-2010, pembangunan infrastruktur sudah cukup pesat. Ditambah lagi daya tarik terbaru, yakni Pelabuhan Patimbang dan Bandara Kertajati, selain jalan tol termasuk tol layang Cikampek II.
“Tetapi pada 2030 di kawasan timur Jakarta diprediksi akan terjadi kesulitan air baku, sehingga Kementerian PUPR tengah berusaha dapat menggandeng swasta untuk membangun Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Sekarang pasokan air baku di situ sangat bergantung pada Waduk Jatiluhur,” kata Hadi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Abdul Kamarzuki mengatakan, koridor timur Jakarta merupakan salah satu wilayah di Jabodetabek-Punjur yang menjadi kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan ekonomi.
Menurut dia, Perpres No. 60 Tahun 2020 seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola kawasan Jabodetabek-Punjur terutama yang menyangkut enam isu besar, yaitu banjir, ketersediaan air baku, kemacetan, permasalahan kawasan pesisir, pengaturan kawasan Pulau Seribu dan antisipasi pemindahan ibu kota negara (IKN).
“Terkait kawasan koridor timur Jakarta, fokus dari Perpres 60 adalah menyangkut ketersediaan air baku dan kemacetan. Oleh karena itu, jaringan jalur transportasi berbasis rel menjadi hal yang paling diandalkan. Selain itu, sudah ditetapkan juga 24 rencana titik pengembanganan Transit Oriented Development (TOD) kota regional,” jelas pria yang akrab disapa Uki itu.
(uka)