Bukan Krisis Biasa, Sri Mulyani Sebut Luka Memar Akibat Pandemi Sangat Dalam
loading...
A
A
A
"Karena kita menganggap para peminjam dari lembaga keuangan, terutama bank, pasti menghadapi situasi sangat sulit saat pandemi di mana aktivitas sangat dibatasi atau bahkan berhenti," ucapnya.
Namun, lanjut dia, solusi ini saja tidak cukup untuk memulihkan luka memar pandemi yang sudah mendalam. Maka itu, pemerintah menggunakan anggaran sebagai instrumen fiskal untuk memberi bantalan ekonomi dan sosial ke masyarakat serta usaha kecil dan menengah. Misalnya, dengan menggelontorkan bantuan sosial terhadap 10 juta program keluarga harapan (PKH)," urainya.
"Lalu, memberikan bantuan 18,8 juta sembako, bantuan terhadap UMKM, hingga bantuan subsidi upah untuk karyawan yang gajinya di bawah Rp5 juta sebulan,"imbuh Menkeu.
Sri menambahkan, langkah tersebut diambil pemerintah dengan mempertimbangkan kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat tergantung pada arus uang harian, di mana arus uang ini sangat terpukul oleh pandemi.
"Ini yang kemudian Indonesia bisa mengendalikan COVID-19 dan bisa menjaga efek scarring-nya bisa diminimalkan. Indonesia tidak lockdown seperti di China, misalnya. Karena kalau sampai lockdown dilakukan secara penuh, dampaknya akan jauh lebih luas," tutup alumnus Universitas Indonesia itu.
Namun, lanjut dia, solusi ini saja tidak cukup untuk memulihkan luka memar pandemi yang sudah mendalam. Maka itu, pemerintah menggunakan anggaran sebagai instrumen fiskal untuk memberi bantalan ekonomi dan sosial ke masyarakat serta usaha kecil dan menengah. Misalnya, dengan menggelontorkan bantuan sosial terhadap 10 juta program keluarga harapan (PKH)," urainya.
"Lalu, memberikan bantuan 18,8 juta sembako, bantuan terhadap UMKM, hingga bantuan subsidi upah untuk karyawan yang gajinya di bawah Rp5 juta sebulan,"imbuh Menkeu.
Sri menambahkan, langkah tersebut diambil pemerintah dengan mempertimbangkan kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat tergantung pada arus uang harian, di mana arus uang ini sangat terpukul oleh pandemi.
"Ini yang kemudian Indonesia bisa mengendalikan COVID-19 dan bisa menjaga efek scarring-nya bisa diminimalkan. Indonesia tidak lockdown seperti di China, misalnya. Karena kalau sampai lockdown dilakukan secara penuh, dampaknya akan jauh lebih luas," tutup alumnus Universitas Indonesia itu.
(ind)