Wamenkeu: Indonesia Mampu Menjaga Inflasi pada Level Moderat
loading...
A
A
A
MANADO - Indonesia tetap stabil di tengah gejolak perekonomian global yang saat ini terjadi. Harga komoditas dunia saat ini bergerak secara fluktuatif dan dunia internasional sedang mengalami inflasi tinggi .
Banyak negara mulai melakukan penyesuaian kebijakan untuk merespons kenaikan inflasi ini. Hal ini mengemuka saat Wakil Menteri Keuangan ( Wamenkeu ), Suahasil Nazara memberikan Kuliah Umum di Universitas Sam Ratulangi Manado, pada Senin (3/10/2022).
“Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia mampu menjaga inflasi pada level yang moderat. Inflasi Indonesia memang naik, namun jika dibandingkan dengan negara-negara peer group lain, kenaikan inflasi di Indonesia masih di level yang rendah. Ini adalah salah satu fundamental kenapa saat ini perekonomian Indonesia dalam kondisi yang stabil,” jelas Suahasil.
Fundamental ekonomi selanjutnya yang menunjukkan bahwa Indonesia stabil adalah pertumbuhan ekonomi (growth). Level PDB riil Indonesia tahun 2022 jika dibandingkan dengan level PDB riil sebelum pandemi (tahun 2019), sudah naik 7,1%. Angka ini relatif cukup tinggi jika dibandingkan negara lain.
Menurut Suahasil, cara Indonesia meningkatkan growth adalah dengan mengeluarkan belanja negara yang sangat besar pada periode 2020-2021 sebagai bagian dari penanganan Covid-19. Hal ini menimbulkan ekstra defisit. Total ekstra defisit Indonesia selama 2020-2021 adalah 10,7% dari PDB.
Banyak negara lain yang ekstra defisitnya itu di atas Indonesia yang mana itu berarti bahwa negara tersebut mengeluarkan utang lebih besar dibandingkan yang dikeluarkan Indonesia.
Namun, dia juga mengingatkan bahwa risiko global ke depan masih harus terus diwaspadai. Wamenkeu mengatakan, bahwa walaupun saat ini Indonesia mampu menjaga perekonomian dengan solid, namun rambatan risiko global seperti inflasi yang berkelanjutan hingga menyebabkan stagflasi harus terus diperhatikan.
“Kita bersyukur pertumbuhan Indonesia masih tetap tinggi dengan kenaikan inflasi yang tidak terlalu tinggi. Ini kondisi yang musti kita jaga ke depan dengan berbagai macam cara. Pemerintah akan tetap menggunakan APBN sebagai shock absorbernya, dan pada saat yang bersamaan inflasi musti tetap kita jaga,” pungkasnya.
Banyak negara mulai melakukan penyesuaian kebijakan untuk merespons kenaikan inflasi ini. Hal ini mengemuka saat Wakil Menteri Keuangan ( Wamenkeu ), Suahasil Nazara memberikan Kuliah Umum di Universitas Sam Ratulangi Manado, pada Senin (3/10/2022).
“Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia mampu menjaga inflasi pada level yang moderat. Inflasi Indonesia memang naik, namun jika dibandingkan dengan negara-negara peer group lain, kenaikan inflasi di Indonesia masih di level yang rendah. Ini adalah salah satu fundamental kenapa saat ini perekonomian Indonesia dalam kondisi yang stabil,” jelas Suahasil.
Fundamental ekonomi selanjutnya yang menunjukkan bahwa Indonesia stabil adalah pertumbuhan ekonomi (growth). Level PDB riil Indonesia tahun 2022 jika dibandingkan dengan level PDB riil sebelum pandemi (tahun 2019), sudah naik 7,1%. Angka ini relatif cukup tinggi jika dibandingkan negara lain.
Menurut Suahasil, cara Indonesia meningkatkan growth adalah dengan mengeluarkan belanja negara yang sangat besar pada periode 2020-2021 sebagai bagian dari penanganan Covid-19. Hal ini menimbulkan ekstra defisit. Total ekstra defisit Indonesia selama 2020-2021 adalah 10,7% dari PDB.
Banyak negara lain yang ekstra defisitnya itu di atas Indonesia yang mana itu berarti bahwa negara tersebut mengeluarkan utang lebih besar dibandingkan yang dikeluarkan Indonesia.
Namun, dia juga mengingatkan bahwa risiko global ke depan masih harus terus diwaspadai. Wamenkeu mengatakan, bahwa walaupun saat ini Indonesia mampu menjaga perekonomian dengan solid, namun rambatan risiko global seperti inflasi yang berkelanjutan hingga menyebabkan stagflasi harus terus diperhatikan.
“Kita bersyukur pertumbuhan Indonesia masih tetap tinggi dengan kenaikan inflasi yang tidak terlalu tinggi. Ini kondisi yang musti kita jaga ke depan dengan berbagai macam cara. Pemerintah akan tetap menggunakan APBN sebagai shock absorbernya, dan pada saat yang bersamaan inflasi musti tetap kita jaga,” pungkasnya.
(akr)