Waduh! Peristiwa Lehman Brothers Berpotensi Terulang, OJK Siapkan Kuda-kuda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Credit Suisse Group AG, salah satu gergasi keuangan dunia, dikabarkan mengalami permasalahan modal dan likuiditas sehingga membuat cemas banyak investor. Bisa jadi kasus yang menimpa Credit Suisse bakal menjadi Lehman Brothers berikutnya.
Kondisi pasar global yang memburuk memberikan indikasi bahwa Credit Suisse berpotensi kesulitan mencari duit lewat penerbitan saham baru guna membayar restrukturisasi yang direncanakan dengan biaya pendanaan (cost of funding).
Menyikapi situasi Credit Suisse, Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) menilai kondisi perekonomian dan sektor jasa keuangan domestik masih terjaga. Namun, transmisi kondisi global akan tetap terjadi sehingga perlu diwaspadai serta window yang tersedia perlu dimanfaatkan untuk menyiapkan kebijakan dan langkah mitigasi yang diperlukan.
Direktur Humas OJK Darmansyah mengatakan, transmisi diperkirakan melalui penurunan kinerja eksternal akibat penurunan harga komoditas dan turunnya permintaan barang ekspor Indonesia, serta melalui peningkatan tekanan di pasar keuangan akibat penurunan likuiditas global maupun potensi dampak apabila terjadi krisis keuangan atau krisis nilai tukar di negara kawasan. Untuk itu, OJK mengambil langkah-langkah proaktif untuk memastikan terjaganya stabilitas sektor jasa keuangan.
"OJK senantiasa memantau dan memastikan ketersediaan likuiditas, baik untuk mengantisipasi potensi risiko maupun dalam kaitannya dengan pelaksanaan fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK). Di sisi lain, OJK juga mencermati perkembangan kenaikan biaya dana LJK sehubungan dengan respons atas peningkatan suku bunga," jelas Darmansyah, dikutip Selasa (4/10/2022).
Selain itu, OJK meminta LJK untuk terus mencermati risiko pasar, termasuk eksposur dalam surat-surat berharga dan valuta asing di tengah tren penguatan dolar serta peningkatan volatilitas di pasar keuangan global.
"Dalam kaitan ini, OJK meminta LJK secara intensif melakukan scenario analysis dalam rangka memitigasi risiko yang mungkin timbul," katanya.
Selanjutnya, OJK meminta LJK untuk mencermati perkembangan risiko kredit di sektor-sektor ekonomi yang memiliki konsumsi energi yang tinggi di tengah kenaikan harga energi dan yang kinerjanya berhubungan erat dengan siklus harga komoditas. Sementara, bank diminta untuk melakukan scenario analysis untuk memitigasi risiko dimaksud.
"OJK akan mempertahankan beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mengelola volatilitas dan menghadapi tantangan yang terjadi di pasar modal domestik dalam beberapa waktu ke depan, antara lain asymmetric auto-rejection, pelarangan transaksi short selling, dan pelaksanaan trading halt untuk penurunan IHSG sebesar 5%, seiring masih tingginya volatilitas pasar dan potensi meningkatnya tekanan ke depan," pungkas Darmansyah.
Meskipun dengan kondisi yang tidak pasti, beberapa analis masih yakin Credit Suisse tidak akan bangkrut. Mereka menyebut kondisi yang terjadi pada Credit Suisse tak bisa disamakan dengan Lehman Brothers pada 2008.
Sementara itu, Financial Times melaporkan para eksekutif Credit Suisse menghabiskan akhir pekannya untuk berjibaku meyakinkan klien-klien besar, counterpart bisnis, dan investor tentang likuiditas dan posisi modal sebagai respons atas kekhawatiran mengenai kesehatan finansial bank papan atas tersebut.
Dilaporkan, mereka menelepon satu persatu klien setelah tersebar kabar mengenai kenaikan tajam credit default swaps Credit Suisse, atau premi asuransi proteksi gagal bayar, yang pada hari Jumat pekan lalu naik tajam, mengindikasikan kekhawatiran investor akan kesehatan bank tersebut.
Kondisi pasar global yang memburuk memberikan indikasi bahwa Credit Suisse berpotensi kesulitan mencari duit lewat penerbitan saham baru guna membayar restrukturisasi yang direncanakan dengan biaya pendanaan (cost of funding).
Menyikapi situasi Credit Suisse, Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) menilai kondisi perekonomian dan sektor jasa keuangan domestik masih terjaga. Namun, transmisi kondisi global akan tetap terjadi sehingga perlu diwaspadai serta window yang tersedia perlu dimanfaatkan untuk menyiapkan kebijakan dan langkah mitigasi yang diperlukan.
Direktur Humas OJK Darmansyah mengatakan, transmisi diperkirakan melalui penurunan kinerja eksternal akibat penurunan harga komoditas dan turunnya permintaan barang ekspor Indonesia, serta melalui peningkatan tekanan di pasar keuangan akibat penurunan likuiditas global maupun potensi dampak apabila terjadi krisis keuangan atau krisis nilai tukar di negara kawasan. Untuk itu, OJK mengambil langkah-langkah proaktif untuk memastikan terjaganya stabilitas sektor jasa keuangan.
"OJK senantiasa memantau dan memastikan ketersediaan likuiditas, baik untuk mengantisipasi potensi risiko maupun dalam kaitannya dengan pelaksanaan fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK). Di sisi lain, OJK juga mencermati perkembangan kenaikan biaya dana LJK sehubungan dengan respons atas peningkatan suku bunga," jelas Darmansyah, dikutip Selasa (4/10/2022).
Selain itu, OJK meminta LJK untuk terus mencermati risiko pasar, termasuk eksposur dalam surat-surat berharga dan valuta asing di tengah tren penguatan dolar serta peningkatan volatilitas di pasar keuangan global.
"Dalam kaitan ini, OJK meminta LJK secara intensif melakukan scenario analysis dalam rangka memitigasi risiko yang mungkin timbul," katanya.
Selanjutnya, OJK meminta LJK untuk mencermati perkembangan risiko kredit di sektor-sektor ekonomi yang memiliki konsumsi energi yang tinggi di tengah kenaikan harga energi dan yang kinerjanya berhubungan erat dengan siklus harga komoditas. Sementara, bank diminta untuk melakukan scenario analysis untuk memitigasi risiko dimaksud.
"OJK akan mempertahankan beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mengelola volatilitas dan menghadapi tantangan yang terjadi di pasar modal domestik dalam beberapa waktu ke depan, antara lain asymmetric auto-rejection, pelarangan transaksi short selling, dan pelaksanaan trading halt untuk penurunan IHSG sebesar 5%, seiring masih tingginya volatilitas pasar dan potensi meningkatnya tekanan ke depan," pungkas Darmansyah.
Meskipun dengan kondisi yang tidak pasti, beberapa analis masih yakin Credit Suisse tidak akan bangkrut. Mereka menyebut kondisi yang terjadi pada Credit Suisse tak bisa disamakan dengan Lehman Brothers pada 2008.
Sementara itu, Financial Times melaporkan para eksekutif Credit Suisse menghabiskan akhir pekannya untuk berjibaku meyakinkan klien-klien besar, counterpart bisnis, dan investor tentang likuiditas dan posisi modal sebagai respons atas kekhawatiran mengenai kesehatan finansial bank papan atas tersebut.
Dilaporkan, mereka menelepon satu persatu klien setelah tersebar kabar mengenai kenaikan tajam credit default swaps Credit Suisse, atau premi asuransi proteksi gagal bayar, yang pada hari Jumat pekan lalu naik tajam, mengindikasikan kekhawatiran investor akan kesehatan bank tersebut.
(uka)