Pengusaha Cemaskan Gelombang PHK Saat Resesi Global Datang di 2023
loading...
A
A
A
JAKARTA - Proyeksi resesi global yang bakal datang pada 2023 membuat kalangan pengusaha harap-harap cemas. Ancaman resesi seperti awan gelap bagi pengusaha, karena bisa menganggu investasi dan memicu gelombang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Ketua Umum Kadin DKI Jakarta, Diana Dewi mengungkapkan, kondisi ini akan mengganggu masuknya modal investor ke Indonesia. Alhasil, investor cenderung akan mengalihkan dananya ke safe haven, seperti emas dan dolar AS.
"Kondisi perekonomian global saat ini memang masih diliputi oleh ketidakpastian, terakhir kita sama-sama ketahui beberapa aktivitas perekonomian di Amerika juga mengalami kontraksi. Tentunya hal ini semakin memperkuat risiko akan terjadinya resesi perekonomian dunia,"jelas Diana kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (11/10/2022).
"Bagi indonesia sendiri kondisi ini pastinya akan berpengaruh dalam perekonomian nasional, terutama di bidang investasi," sambungnya.
Selain itu, lanjut Diana, resesi akan membuat keuangan investor yang selama ini menanamkan modal di Indonesia terganggu. Sehingga tidak hanya memperkecil investasi yang masuk, tapi investasi existing pun bisa mangkrak.
Ia khawatir, bila kondisi di atas tidak terkedali, maka akan terjadi gelombang PHK besar-besaran mengingat kinerja manufaktur yang terganggu. "Untuk itu kami berharap kinerja manufaktur akan tetap terjaga sebagai tulang punggung perekonomian nasional," ungkap Diana.
Untuk diketahui, peringatan resesi muncul melihat kebijakan moneter ketat bank sentral di sejumlah negara. Bank-bank sentral ini terus mengerek suku bunganya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun memprediksi resesi global akan terjadi lebih cepat.
"Tapi yang tidak bisa kami prediksi ialah seberapa serius resesi dan berapa lama itu akan berlangsung," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar.
Terlepas dari kemungkinan resesi global tahun depan, OJK belum secara spesifik membocorkan kebijakan relaksasi yang diperlukan.
"Jika dalam perkembangan selanjutnya kami merasa perlu kebijakan yang tepat untuk mencapai target, tentu kami akan merumuskan dan mengesahkan (kebijakan) tersebut," terang Mahendra.
Sementara itu, Presiden Bank Dunia, David Malpass mengatakan, kebijakan moneter bank sentral yang cukup agresif akan menghambat proses pemulihan ekonomi global. Imbasnya, ekonomi dunia diperkirakan melambat menjadi 0,5% tahun depan.
Ia khawatir tren perlambatan ekonomi akan berlangsung dalam jangka panjang. Oleh karena itu, Malpass mendesak seluruh negara fokus meningkatkan produksi agar pasokan kembali melimpah, sehingga inflasi bisa ditekan.
Ketua Umum Kadin DKI Jakarta, Diana Dewi mengungkapkan, kondisi ini akan mengganggu masuknya modal investor ke Indonesia. Alhasil, investor cenderung akan mengalihkan dananya ke safe haven, seperti emas dan dolar AS.
"Kondisi perekonomian global saat ini memang masih diliputi oleh ketidakpastian, terakhir kita sama-sama ketahui beberapa aktivitas perekonomian di Amerika juga mengalami kontraksi. Tentunya hal ini semakin memperkuat risiko akan terjadinya resesi perekonomian dunia,"jelas Diana kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (11/10/2022).
"Bagi indonesia sendiri kondisi ini pastinya akan berpengaruh dalam perekonomian nasional, terutama di bidang investasi," sambungnya.
Baca Juga
Selain itu, lanjut Diana, resesi akan membuat keuangan investor yang selama ini menanamkan modal di Indonesia terganggu. Sehingga tidak hanya memperkecil investasi yang masuk, tapi investasi existing pun bisa mangkrak.
Ia khawatir, bila kondisi di atas tidak terkedali, maka akan terjadi gelombang PHK besar-besaran mengingat kinerja manufaktur yang terganggu. "Untuk itu kami berharap kinerja manufaktur akan tetap terjaga sebagai tulang punggung perekonomian nasional," ungkap Diana.
Untuk diketahui, peringatan resesi muncul melihat kebijakan moneter ketat bank sentral di sejumlah negara. Bank-bank sentral ini terus mengerek suku bunganya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun memprediksi resesi global akan terjadi lebih cepat.
"Tapi yang tidak bisa kami prediksi ialah seberapa serius resesi dan berapa lama itu akan berlangsung," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar.
Terlepas dari kemungkinan resesi global tahun depan, OJK belum secara spesifik membocorkan kebijakan relaksasi yang diperlukan.
"Jika dalam perkembangan selanjutnya kami merasa perlu kebijakan yang tepat untuk mencapai target, tentu kami akan merumuskan dan mengesahkan (kebijakan) tersebut," terang Mahendra.
Sementara itu, Presiden Bank Dunia, David Malpass mengatakan, kebijakan moneter bank sentral yang cukup agresif akan menghambat proses pemulihan ekonomi global. Imbasnya, ekonomi dunia diperkirakan melambat menjadi 0,5% tahun depan.
Ia khawatir tren perlambatan ekonomi akan berlangsung dalam jangka panjang. Oleh karena itu, Malpass mendesak seluruh negara fokus meningkatkan produksi agar pasokan kembali melimpah, sehingga inflasi bisa ditekan.
(akr)