Biaya Sewa Pesawat Tinggi Jadi Masalah Kronis, Intip Jurus Pemulihan Garuda Indonesia

Kamis, 20 Oktober 2022 - 20:36 WIB
loading...
Biaya Sewa Pesawat Tinggi...
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), Irfan Setiaputra mengakui, bahwa kondisi keuangan maskapai nasional itu belum ideal. Intip beberapa jurus perbaikan yang bakal dilakukan. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), Irfan Setiaputra mengakui, bahwa kondisi keuangan maskapai nasional itu belum ideal. Meski begitu, Ia mengungkapkan beberapa strategi yang dilakukan untuk bisa memulihkan kinerja keuangan maskapai Garuda.



Irfan menyebut dengan memperhatikan kondisi keuangan dan operasional, perusahaan kemudian menyusun beberapa program korporasi, di dalamnya termasuk restrukturisasi utang, operasional, dan keuangan.

"Program-program korporasi mencakup strategi dari sisi flight, merestrukturisasi kontrak pesawat, menegosiasikan, dan menyederhanakan tipe pesawat," ungkap Irfan saat konferensi pers, Kamis (20/10/2022).

Sementara strategi di sisi komersial meliputi restrukturisasi keuangan dan utang, fokus ke rute domestik dan beberapa rute internasional, program efesien biaya, hingga alternatif pendanaan.

"Sinergi Garuda dan Citilink kita optimalkan semaksimal mungkin dan juga interline. Financial strategy meliputi restrukturisasi keuangan maupun utang, pengendalian keuangan dan program efisiensi biaya. Juga kita mencari alternatif funding dan mengimplementasikan budaya dan taat asas serta budaya risiko," katanya.



Untuk supporting strategy meliputi organisasi, diversifikasi portofolio bisnis anak perusahaan, termasuk didalamnya melakukan liquidasi dan divastasi, peningkatan kontribusi pendapatan lainnya di luar pendapatan penumpang seperti kargo, hingga transformasi budaya.

Irfan menjelaskan Garuda Indonesia memang memiliki masalah fundamental terkait dengan struktur biaya yang relatif tidak ideal, di mana salah satunya biaya sewa pesawat yang sangat tinggi hingga 24,7% dari total revenue atau 4 kali lipat dari rata-rata industri.

Jumlah biaya sewa yang cukup tinggi ini menyebabkan kinerja perusahaan terbebani dan menyebabkan beberapa rute internasional sulit untuk membukukan keuntungan.

Kemudian, pandemi Covid-19 semakin memperparah kondisi perusahaan, yang mana pada total revenue menurun hingga 70% daripada biasanya atau sebelum pandemi mencapai USD235 juta per bulan menjadi hanya rata-rata USD60 juta per bulan.

"Pandemi bukan satu-satunya penyebab perseroan mengalami masalah likuiditas dan solvabilitas, namun juga struktur biaya kita yang tidak ideal memperparah kondisi tersebut. Jumlah fix cost pada awal tahun 2020 sebelum pandemi itu sekitar USD 100 juta per bulan dan ini memberatkan perseroan untuk menjaga keberlangsungan operasionalnya," ucap Irfan.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1976 seconds (0.1#10.140)