Pemerintah: Kebijakan Sektor Strategis Penopang Ekonomi Nasional Wajib Bebas Intervensi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan Kemenko Perekonomian Moch Edy Yusuf mengatakan, revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan tidak bisa serta-merta dijalankan. Dampaknya akan menekan ekosistem industri , apalagi dengan kuatnya intervensi asing dalam mendorong revisi jadi alasan.
Menurut Edy Yusuf, rencana revisi PP 109/2012 perlu dikaji secara komprehensif. Sebagai negara berdaulat, ia konsisten menjalankan amanah agar pemerintah tidak mudah diintervensi oleh pihak manapun, apalagi menyangkut kebijakan yang berkaitan dengan perekonomian nasional. Setiap kebijakan yang berkaitan dengan tembakau, lanjut Edy, harus memperhatikan seluruh elemen masyarakat yang terdampak.
Baca juga : Polemik Revisi PP 109/2012, Kemenkumham Dorong Libatkan Partisipasi Publik
"Tembakau ini perlu mendapatkan perhatian karena mencakup kesejahteraan masyarakat banyak, khususnya petani tembakau. Pemerintah juga telah mendeklarasikan tembakau sebagai salah satu komoditas strategis nasional dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014," ujar Edy Yusuf dalam siaran tertulisnya, Rabu (26/10/2022)
Alih-alih melakukan revisi, Edy melihat justru pengawasan implementasi regulasinya yang harus diperketat. Menurutnya, sepanjang regulasi yang ada diimplementasi dan diawasi dengan baik, maka kekhawatiran terhadap kesehatan masyarakat dapat diminimalisir. Ia menyadari bahwa terdapat pro dan kontra di kalangan masyarakat, namun menurut Edy, perlu dilihat bahwa industri hasil tembakau (IHT) berkontribusi positif terhadap sosial dan ekonomi.
"Yang penting adalah pengawasan. Misalnya, larangan rokok bagi anak-anak, ini harus ditegakkan. Kita perlu sadar bahwa kita perlu mendudukkan pada regulasi yang ada. Perlunya kebijakan yang menyeimbangkan antara aspek ekonomi, industri, dan kesehatan " jelas Edy.
Baca juga : Asosiasi Pengusaha Rokok Dukung Pemerintah Tak Revisi PP 109/2012
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintegar) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Edy Sutopo menyatakan keberatannya atas rencana revisi PP 109/2012 karena berpotensi menekan ruang gerak IHT. Menurutnya, PP 109/2012 yang saat ini berlaku masih relevan dan telah mengatur IHT secara komprehensif.
"Kebijakan yang diatur dalam PP 109/2012 sudah cukup baik, komprehensif, dan meletakkan berbagai kepentingan mulai dari ekonomi, kesehatan, penyerapan tenaga kerja pada titik yang optimal," ungkapnya.
Jika aturan diperketat hingga pada tingkat pelarangan, lanjut Edy, industri hasil tembakau akan kolaps. Alih-alih berhenti merokok, masyarakat justru akan beralih ke produk tembakau ilegal. Oleh karenanya, Edy mendorong peningkatan pengawasan dibanding revisi regulasi yang sudah ada.
"Kalau kebijakan rokok ini diperketat, industri rokok dapat mati. Apakah perokok akan berhenti merokok? Tentu tidak. Dampak negatif akan kita terima, sedangkan dampak positifnya kita tidak akan mendapatkan," pugnkasnya.
Edy juga menilai industri hasil tembakau banyak mendapatkan tekanan dari lembaga asing termasuk soal dorongan revisi PP 109/2012. Seharusnya, menurut Edy, pemerintah percaya diri akan keberadaan IHT nasional yang berkontribusi besar terhadap perekonomian.
"Kita memiliki ekosistem IHT yang sudah terbentuk sejak lama sehingga perlu dipertahankan dan tidak boleh begitu saja mengalah dari tekanan pihak luar (asing) yang dapat melemahkan perekonomian nasional," tegasnya.
Menurut Edy Yusuf, rencana revisi PP 109/2012 perlu dikaji secara komprehensif. Sebagai negara berdaulat, ia konsisten menjalankan amanah agar pemerintah tidak mudah diintervensi oleh pihak manapun, apalagi menyangkut kebijakan yang berkaitan dengan perekonomian nasional. Setiap kebijakan yang berkaitan dengan tembakau, lanjut Edy, harus memperhatikan seluruh elemen masyarakat yang terdampak.
Baca juga : Polemik Revisi PP 109/2012, Kemenkumham Dorong Libatkan Partisipasi Publik
"Tembakau ini perlu mendapatkan perhatian karena mencakup kesejahteraan masyarakat banyak, khususnya petani tembakau. Pemerintah juga telah mendeklarasikan tembakau sebagai salah satu komoditas strategis nasional dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014," ujar Edy Yusuf dalam siaran tertulisnya, Rabu (26/10/2022)
Alih-alih melakukan revisi, Edy melihat justru pengawasan implementasi regulasinya yang harus diperketat. Menurutnya, sepanjang regulasi yang ada diimplementasi dan diawasi dengan baik, maka kekhawatiran terhadap kesehatan masyarakat dapat diminimalisir. Ia menyadari bahwa terdapat pro dan kontra di kalangan masyarakat, namun menurut Edy, perlu dilihat bahwa industri hasil tembakau (IHT) berkontribusi positif terhadap sosial dan ekonomi.
"Yang penting adalah pengawasan. Misalnya, larangan rokok bagi anak-anak, ini harus ditegakkan. Kita perlu sadar bahwa kita perlu mendudukkan pada regulasi yang ada. Perlunya kebijakan yang menyeimbangkan antara aspek ekonomi, industri, dan kesehatan " jelas Edy.
Baca juga : Asosiasi Pengusaha Rokok Dukung Pemerintah Tak Revisi PP 109/2012
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintegar) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Edy Sutopo menyatakan keberatannya atas rencana revisi PP 109/2012 karena berpotensi menekan ruang gerak IHT. Menurutnya, PP 109/2012 yang saat ini berlaku masih relevan dan telah mengatur IHT secara komprehensif.
"Kebijakan yang diatur dalam PP 109/2012 sudah cukup baik, komprehensif, dan meletakkan berbagai kepentingan mulai dari ekonomi, kesehatan, penyerapan tenaga kerja pada titik yang optimal," ungkapnya.
Jika aturan diperketat hingga pada tingkat pelarangan, lanjut Edy, industri hasil tembakau akan kolaps. Alih-alih berhenti merokok, masyarakat justru akan beralih ke produk tembakau ilegal. Oleh karenanya, Edy mendorong peningkatan pengawasan dibanding revisi regulasi yang sudah ada.
"Kalau kebijakan rokok ini diperketat, industri rokok dapat mati. Apakah perokok akan berhenti merokok? Tentu tidak. Dampak negatif akan kita terima, sedangkan dampak positifnya kita tidak akan mendapatkan," pugnkasnya.
Edy juga menilai industri hasil tembakau banyak mendapatkan tekanan dari lembaga asing termasuk soal dorongan revisi PP 109/2012. Seharusnya, menurut Edy, pemerintah percaya diri akan keberadaan IHT nasional yang berkontribusi besar terhadap perekonomian.
"Kita memiliki ekosistem IHT yang sudah terbentuk sejak lama sehingga perlu dipertahankan dan tidak boleh begitu saja mengalah dari tekanan pihak luar (asing) yang dapat melemahkan perekonomian nasional," tegasnya.
(bim)