Bakal Ada Perpres Percepatan Swasembada Gula, Komisi VI: Isinya Malah Seperti Stabilisasi Harga
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berencana mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Percepatan Swasembada Gula . Percepatan dimaksudkan untuk peningkatan produktivitas tebu, perluasan area perkebungan dan peningkatan efisiensi, utilisasi dan kapasitas pabrik gula serta peningkatan kesejahteraan petani.
Namun alih-alih mendapat dukungan, rencana perpres itu malah menuai pro kontra. Anggota Komisi VI Herman Khaeron bahkan menyebut bahwa perpres itu bukan bertujuan untuk swasembada, tapi lebih ke stabilisasi harga.
“Ini bukan perpres swasembada, tapi perpres stabilisasi harga karena disusun dengan rezim inflasi. Seakan-akan kenaikan harga itu menakutkan sehingga merasa perlu dikendalikan,” kata Herman dalam diskusi membedah Rancangan Perpres Percepatan Swasembada Gula di Jakarta, Rabu (26/10/2022).
(Baca juga:Swasembada Gula Perlu Konsistensi Penerapan Regulasi)
Padahal bila memang mengacu pada tujuan mensejahterakan petani, maka seharusnya perpres itu menghilangkan hal-hal yang menghambat kesejahteraan petani seperti penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) ataupun pemberian subsidi pupuk bagi petani.
Namun yang ada dalam perpres itu malah nuansa monopoli pada penunjukan PTPN III sebagai pelaksana perluasan lahan dan juga masalah impor gula sebanyak 700.000 ton.
“Di aturan yang ada disebutkan bahan yang dapat izin impor harus melakukan penanaman. Tapi aturan ini tidak tegas dijalankan,” ujarnya.
(Baca juga:Jumlah Pabrik Tak Jamin Indonesia Bisa Swasembada Gula)
Pakar pertanian IPB Andreas Dwi Santosa mengatakan bahwa masalah lahan merupakan hal yang sudah menjadi persoalan di sektor pertanian. Apalagi saat ini lahan pertanian tergerus.
Oleh karena itu ia meragukan kemampuan dari PTPN untuk membuka 700.000 hektare lahan perkebunan gula baru. “Saya setuju bila memang HET dicabut untuk memberi kesejahteraan petani. Tapi ini kan faktanya untuk soal pupuk juga tidak mendapatkan (pupuk bersubsidi),” ujarnya.
Namun alih-alih mendapat dukungan, rencana perpres itu malah menuai pro kontra. Anggota Komisi VI Herman Khaeron bahkan menyebut bahwa perpres itu bukan bertujuan untuk swasembada, tapi lebih ke stabilisasi harga.
“Ini bukan perpres swasembada, tapi perpres stabilisasi harga karena disusun dengan rezim inflasi. Seakan-akan kenaikan harga itu menakutkan sehingga merasa perlu dikendalikan,” kata Herman dalam diskusi membedah Rancangan Perpres Percepatan Swasembada Gula di Jakarta, Rabu (26/10/2022).
(Baca juga:Swasembada Gula Perlu Konsistensi Penerapan Regulasi)
Padahal bila memang mengacu pada tujuan mensejahterakan petani, maka seharusnya perpres itu menghilangkan hal-hal yang menghambat kesejahteraan petani seperti penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) ataupun pemberian subsidi pupuk bagi petani.
Namun yang ada dalam perpres itu malah nuansa monopoli pada penunjukan PTPN III sebagai pelaksana perluasan lahan dan juga masalah impor gula sebanyak 700.000 ton.
“Di aturan yang ada disebutkan bahan yang dapat izin impor harus melakukan penanaman. Tapi aturan ini tidak tegas dijalankan,” ujarnya.
(Baca juga:Jumlah Pabrik Tak Jamin Indonesia Bisa Swasembada Gula)
Pakar pertanian IPB Andreas Dwi Santosa mengatakan bahwa masalah lahan merupakan hal yang sudah menjadi persoalan di sektor pertanian. Apalagi saat ini lahan pertanian tergerus.
Oleh karena itu ia meragukan kemampuan dari PTPN untuk membuka 700.000 hektare lahan perkebunan gula baru. “Saya setuju bila memang HET dicabut untuk memberi kesejahteraan petani. Tapi ini kan faktanya untuk soal pupuk juga tidak mendapatkan (pupuk bersubsidi),” ujarnya.