Pembebasan Tarif Pungutan Ekspor CPO Diperpanjang, Pengusaha Sawit Riang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah baru-baru ini mengumumkan perpanjangan kebijakan pembebasan tarif pungutan ekspor (PE) minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) hingga Desember 2022.
Perpanjangan penetapan PE menjadi USD0 per metrik ton (MT) ini tentunya disambut gembira para pengusaha kelapa sawit di Tanah Air.
Ketua bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Tofan Mahdi menjelaskan, dari total produksi sawit nasional, sekitar 70% terserap oleh pasar ekspor.
Terlebih lagi dengan konfilik Rusia-Ukraina yang tak kunjung reda, permintaan minyak sawit Indonesia meningkat lantaran negara tersebut mengalami kekurangan pasokan minyak biji bunga matahari. Maka, dengan pembebasan pungutan ekspor sebesar USD0/MT ini semakin menggairahkan para pengusaha kelapa sawit.
"Ketika pasokan minyak di negara Eropa, Rusia dan Ukraina seperti minyak matahari berkurang, maka yang paling mungkin dilakukan adalah memanfaatkan komunitas sawit Indonesia. Sehingga kami melihat bahwa posisi permintaan masih akan tetap tinggi," ujar Tofan di IDX Channel, Rabu (2/11/2022).
Kabar baiknya, sambung dia, kinerja perkelapasawitan sudah kembali normal setelah beberapa waktu lalu diterpa banyak tantangan dalam melakukan ekspor. Sehingga, dapat dikatakan hal ini baik untuk mencapai suatu industri kelapa sawit yang berkelanjutan.
"Kalau kita mengikuti dinamika di industri minyak sawit yang terjadi pada tahun 2022 ini betapa banyaknya tantangan di industri sawit, nah proses recovery untuk melewati tantangan ini perlu waktu. Tapi saat ini sudah kembali normal," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa pemerintah memperpanjang kebijakan pembebasan tarif pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah atau CPO dan turunannya hingga 31 Desember 2022. Namun, jika harga referensi CPO telah mencapai USD800/MT, maka insentif itu akan dihapus.
Keputusan perpanjangan ini berdasarkan hasil rapat dengan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada Senin (31/10).
"Insentif ini kita pertahankan, tarif USD0 per MT diperpanjang sampai referensi harga lebih besar atau sama dengan USD800 per MT. Karena sekarang harganya masih sekitar USD713 per MT, jadi tarif PE USD0/MT berlaku sampai bulan Desember. Tetapi begitu harga naik ke USD800/MT, tarif PE USD0/MT tersebut tidak berlaku,” papar Airlangga melalui keterangan pers.
Penyesuaian terhadap skema tarif pungutan ekspor diharapkan memberikan efek keadilan dan kepatutan terhadap distribusi nilai tambah yang dihasilkan dari rantai industri kelapa sawit dalam negeri.
Menurut Airlangga, pungutan yang dipungut dari ekspor dikelola dan disalurkan kembali untuk fokus pembangunan industri kelapa sawit rakyat.
Perpanjangan penetapan PE menjadi USD0 per metrik ton (MT) ini tentunya disambut gembira para pengusaha kelapa sawit di Tanah Air.
Ketua bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Tofan Mahdi menjelaskan, dari total produksi sawit nasional, sekitar 70% terserap oleh pasar ekspor.
Terlebih lagi dengan konfilik Rusia-Ukraina yang tak kunjung reda, permintaan minyak sawit Indonesia meningkat lantaran negara tersebut mengalami kekurangan pasokan minyak biji bunga matahari. Maka, dengan pembebasan pungutan ekspor sebesar USD0/MT ini semakin menggairahkan para pengusaha kelapa sawit.
"Ketika pasokan minyak di negara Eropa, Rusia dan Ukraina seperti minyak matahari berkurang, maka yang paling mungkin dilakukan adalah memanfaatkan komunitas sawit Indonesia. Sehingga kami melihat bahwa posisi permintaan masih akan tetap tinggi," ujar Tofan di IDX Channel, Rabu (2/11/2022).
Kabar baiknya, sambung dia, kinerja perkelapasawitan sudah kembali normal setelah beberapa waktu lalu diterpa banyak tantangan dalam melakukan ekspor. Sehingga, dapat dikatakan hal ini baik untuk mencapai suatu industri kelapa sawit yang berkelanjutan.
"Kalau kita mengikuti dinamika di industri minyak sawit yang terjadi pada tahun 2022 ini betapa banyaknya tantangan di industri sawit, nah proses recovery untuk melewati tantangan ini perlu waktu. Tapi saat ini sudah kembali normal," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa pemerintah memperpanjang kebijakan pembebasan tarif pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah atau CPO dan turunannya hingga 31 Desember 2022. Namun, jika harga referensi CPO telah mencapai USD800/MT, maka insentif itu akan dihapus.
Keputusan perpanjangan ini berdasarkan hasil rapat dengan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada Senin (31/10).
"Insentif ini kita pertahankan, tarif USD0 per MT diperpanjang sampai referensi harga lebih besar atau sama dengan USD800 per MT. Karena sekarang harganya masih sekitar USD713 per MT, jadi tarif PE USD0/MT berlaku sampai bulan Desember. Tetapi begitu harga naik ke USD800/MT, tarif PE USD0/MT tersebut tidak berlaku,” papar Airlangga melalui keterangan pers.
Penyesuaian terhadap skema tarif pungutan ekspor diharapkan memberikan efek keadilan dan kepatutan terhadap distribusi nilai tambah yang dihasilkan dari rantai industri kelapa sawit dalam negeri.
Menurut Airlangga, pungutan yang dipungut dari ekspor dikelola dan disalurkan kembali untuk fokus pembangunan industri kelapa sawit rakyat.
(ind)