Dorong Budaya dan Pariwisata RI Mendunia, Yuk Promosikan Konten Positif di Ruang Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perhelatan KTT G20 di Bali pada 15-16 November 2022 diyakini akan membuat budaya dan pariwisata Indonesia semakin dikenal mancanegara.
Pasalnya, selain digelar di Pulau Dewata yang menjadi pintu gerbang utama wisatawan mancanegara (wisman), KTT yang dihadiri para pemimpin negara G20 itu juga menghadirkan ragam kuliner Nusantara dalam jamuan makan seperti sate pusut mandalika dan ikan bumbu Bali.
Tak hanya itu, para pemimpin dan delegasi juga tampil mengenakan baju berbahan kain tenun dari berbagai daerah Indonesia seperti tenun endek Bali dan tenun Tidore.
Seiring masifnya penetrasi digital dan internet serta penggunaan media sosial (medsos), beragam platform digital bisa dimanfaatkan untuk mempromosikan keunikan budaya Indonesia.
Selain mengenalkan budaya lokal ke kancah global, promosi secara digital dapat menumbuhkan kecintaan kepada ragam budaya Tanah Air. Namun, dibutuhkan kecakapan digital untuk mempromosikan budaya lokal di dunia maya.
Dalam webinar bertema “Globalkan Budaya Lokal: Yuk Ngonten Tentang Indonesia!” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi, Rabu (16/11), Manajer Ceritasantri.id Ainatu Masrurin mengatakan, digitalisasi budaya amat memungkinkan dalam pendokumentasian budaya asli Indonesia.
Selain itu, digitalisasi budaya juga bisa menjadi peluang baru dalam mengasah kreativitas. Apalagi, saat ini begitu banyak platform media digital yang bisa diperoleh secara gratis, seperti YouTube, TikTok, atau Instagram.
“Untuk promosi budaya lokal dengan memanfaatkan ruang digital, bisa dilakukan lewat pertunjukan secara daring di YouTube, Facebook, maupun Instagram. Masing-masing platform tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan,” ucap Aina dalam webinar yang ditujukan untuk masyarakat di Pontianak, Kalimantan Barat, dikutip Minggu (20/11/2022).
Namun, lanjut Aina, promosi budaya lokal juga bisa dilakukan secara luring. Misalnya, pertunjukan budaya di gedung pertunjukan, kantor, sekolah, kampus, obyek wisata, atau di lokasi-lokasi yang menjadi pusat kegiatan masyarakat. Hanya saja, jangkauan pertunjukan luring ini terbatas dibandingkan dengan pemanfaatan media digital.
Aina menambahkan, tujuan promosi budaya lokal beberapa di antaranya adalah untuk pemberitahuan atau pengenalan budaya tersebut, membuka peluang kerja sama, mengundang penonton, menjual tiket pertunjukan, dan lain sebagainya. “Dibutuhkan keselarasan jenis konten dan segmentasi penonton dalam promosi budaya lokal tersebut,” tandasnya.
Dalam mempromosikan budaya lokal di ranah digital, Relawan Mafindo Yogyakarta Fununun Nisha menegaskan pentingnya kecakapan mengenai keamanan digital.
Menurut dia, kecakapan ini diperlukan agar produk promosi budaya lokal terhindar dari pembajakan atau plagiasi. Pasalnya, kecanggihan teknologi digital saat ini memudahkan siapa saja untuk menjiplak karya orang lain di ruang digital.
“Caranya adalah bisa dilakukan lewat pemasangan watermark pada karya digital kita. Atau bisa juga mendaftarkan karya ke HAKI Kementerian Hukum dan HAM, serta gunakan fitur keamanan di media sosial,” kata Nisha.
Selain cakap mengenai keamanan digital, sambung dia, setiap individu sebaiknya memiliki pemahaman untuk saling menghargai karya cipta milik orang lain, baik itu yang di ruang digital sekalipun.
Sementara itu, dosen STAIPA Sunan Pandanaran Yogyakarta Ahmad Wahyu Sudrajad menuturkan, tantangan budaya digital di era sekarang ini adalah menipisnya wawasan kebangsaan, longgarnya sopan santun, dan mulai menghilangnya budaya asli Indonesia akibat serbuan budaya asing. “Oleh karena itu, mempromosikan konten budaya lokal Indonesia patut digalakkan, khususnya lewat media digital,” tuturnya.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Kominfo diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif di era industri 4.0.
Pasalnya, selain digelar di Pulau Dewata yang menjadi pintu gerbang utama wisatawan mancanegara (wisman), KTT yang dihadiri para pemimpin negara G20 itu juga menghadirkan ragam kuliner Nusantara dalam jamuan makan seperti sate pusut mandalika dan ikan bumbu Bali.
Tak hanya itu, para pemimpin dan delegasi juga tampil mengenakan baju berbahan kain tenun dari berbagai daerah Indonesia seperti tenun endek Bali dan tenun Tidore.
Seiring masifnya penetrasi digital dan internet serta penggunaan media sosial (medsos), beragam platform digital bisa dimanfaatkan untuk mempromosikan keunikan budaya Indonesia.
Selain mengenalkan budaya lokal ke kancah global, promosi secara digital dapat menumbuhkan kecintaan kepada ragam budaya Tanah Air. Namun, dibutuhkan kecakapan digital untuk mempromosikan budaya lokal di dunia maya.
Dalam webinar bertema “Globalkan Budaya Lokal: Yuk Ngonten Tentang Indonesia!” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi, Rabu (16/11), Manajer Ceritasantri.id Ainatu Masrurin mengatakan, digitalisasi budaya amat memungkinkan dalam pendokumentasian budaya asli Indonesia.
Selain itu, digitalisasi budaya juga bisa menjadi peluang baru dalam mengasah kreativitas. Apalagi, saat ini begitu banyak platform media digital yang bisa diperoleh secara gratis, seperti YouTube, TikTok, atau Instagram.
“Untuk promosi budaya lokal dengan memanfaatkan ruang digital, bisa dilakukan lewat pertunjukan secara daring di YouTube, Facebook, maupun Instagram. Masing-masing platform tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan,” ucap Aina dalam webinar yang ditujukan untuk masyarakat di Pontianak, Kalimantan Barat, dikutip Minggu (20/11/2022).
Baca Juga
Namun, lanjut Aina, promosi budaya lokal juga bisa dilakukan secara luring. Misalnya, pertunjukan budaya di gedung pertunjukan, kantor, sekolah, kampus, obyek wisata, atau di lokasi-lokasi yang menjadi pusat kegiatan masyarakat. Hanya saja, jangkauan pertunjukan luring ini terbatas dibandingkan dengan pemanfaatan media digital.
Aina menambahkan, tujuan promosi budaya lokal beberapa di antaranya adalah untuk pemberitahuan atau pengenalan budaya tersebut, membuka peluang kerja sama, mengundang penonton, menjual tiket pertunjukan, dan lain sebagainya. “Dibutuhkan keselarasan jenis konten dan segmentasi penonton dalam promosi budaya lokal tersebut,” tandasnya.
Dalam mempromosikan budaya lokal di ranah digital, Relawan Mafindo Yogyakarta Fununun Nisha menegaskan pentingnya kecakapan mengenai keamanan digital.
Menurut dia, kecakapan ini diperlukan agar produk promosi budaya lokal terhindar dari pembajakan atau plagiasi. Pasalnya, kecanggihan teknologi digital saat ini memudahkan siapa saja untuk menjiplak karya orang lain di ruang digital.
“Caranya adalah bisa dilakukan lewat pemasangan watermark pada karya digital kita. Atau bisa juga mendaftarkan karya ke HAKI Kementerian Hukum dan HAM, serta gunakan fitur keamanan di media sosial,” kata Nisha.
Selain cakap mengenai keamanan digital, sambung dia, setiap individu sebaiknya memiliki pemahaman untuk saling menghargai karya cipta milik orang lain, baik itu yang di ruang digital sekalipun.
Sementara itu, dosen STAIPA Sunan Pandanaran Yogyakarta Ahmad Wahyu Sudrajad menuturkan, tantangan budaya digital di era sekarang ini adalah menipisnya wawasan kebangsaan, longgarnya sopan santun, dan mulai menghilangnya budaya asli Indonesia akibat serbuan budaya asing. “Oleh karena itu, mempromosikan konten budaya lokal Indonesia patut digalakkan, khususnya lewat media digital,” tuturnya.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Kominfo diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif di era industri 4.0.
(ind)