Analis Sebut Aksi Bakar Uang Bisa Bikin Unicorn Jadi Popcorn
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2022 dihebohkan dengan jatuhnya sejumlah startup bervaluasi miliaran dolar berkategori unicorn maupun decacorn. Pendiri Theranos, Elizabeth Holmes misalnya baru-baru ini dijatuhi hukuman lebih dari 11 tahun penjara karena terbukti menipu investor melalui startup alat tes kesehatan yang ternyata palsu. Do Kwon, pendiri Terra Luna saat ini menjadi buronan Interpol dan Kejaksaan Amerika sedang menyelidiki Sam Bank-Fried sebagai pendiri FTX.
Analis hukum investasi Hendra Setiawan Boen menilai bahwa fenomena tersebut memperlihatkan ada startup bervaluasi miliaran dolar tapi hanya di atas kertas dan tidak mencerminkan nilai perusahaan startup yang sesungguhnya.
"Dari awal saya tidak setuju dengan sebutan Unicorn, Decacorn atau Hectocorn karena dapat menimbulkan asumsi di benak calon investor seolah-olah startup yang sudah menyandang gelar tersebut sudah pasti perusahaan besar yang sehat dari segi finansial. Padahal valuasi miliaran dolar dihitung dari berapa komitmen investasi dari investor yang tidak jarang berupa utang dan wajib dibayarkan kembali berikut bunga," ujar Hendra, di Jakarta, baru-baru ini.
Lebih lanjut Hendra mengatakan, di Indonesia terdapat puluhan startup berkategori unicorn dan bahkan decacorn tapi sampai sekarang masih merugi. Menurut dia sebagian dari kerugian tersebut akibat inefisiensi para startup dalam mengelola keuangan dan dana investasi, misalnya seperti memberi gaji besar dan fasilitas mewah kepada para pekerja dengan tujuan branding atau jor-joran dalam membakar uang.
Hendra menunjuk contoh Gojek Tokopedia (GOTO) sebagai perusahaan startup terbesar di Indonesia yang baru-baru ini melakukan PHK terhadap 1.300 pekerja. Startup Indonesia melakukan PHK dan bahkan tutup permanen sudah ada puluhan, tapi GoTo istimewa.
"Sebelum IPO mereka sudah menyandang status decacorn. Pasca IPO mereka meraup triliunan rupiah baik dari pencatatan saham maupun investasi," kata dia.
Namun demikian, mereka masih merugi meskipun seharusnya memperoleh keuntungan besar dengan suasana pandemi beberapa tahun terakhir karena orang-orang tidak bisa ke luar rumah sehingga harus mengandalkan jasa mereka seperti mengantar barang dan makanan. "Buktinya mereka meraup pendapatan kotor Rp 16 triliun di kuartal III ini," tanya Hendra.
Dugaan Hendra, PHK massal tersebut karena GoTo sedang melakukan efisiensi setelah bertahun-tahun melakukan praktek membakar uang secara berlebihan namun memakai kondisi ekonomi global sebagai dalih untuk sembunyikan alasan sebenarnya.
"Sepertinya kita harus menambah istilah baru untuk startup yang seolah bervaluasi miliaran tapi tidak sehat, yaitu popcorn. Popcorn itu dari luar putih, indah dan memancing indra penciuman tapi di dalam berminyak dan banyak garam sehingga tidak sehat melakukan konsumsi secara berlebihan," kata Hendra.
Analis hukum investasi Hendra Setiawan Boen menilai bahwa fenomena tersebut memperlihatkan ada startup bervaluasi miliaran dolar tapi hanya di atas kertas dan tidak mencerminkan nilai perusahaan startup yang sesungguhnya.
"Dari awal saya tidak setuju dengan sebutan Unicorn, Decacorn atau Hectocorn karena dapat menimbulkan asumsi di benak calon investor seolah-olah startup yang sudah menyandang gelar tersebut sudah pasti perusahaan besar yang sehat dari segi finansial. Padahal valuasi miliaran dolar dihitung dari berapa komitmen investasi dari investor yang tidak jarang berupa utang dan wajib dibayarkan kembali berikut bunga," ujar Hendra, di Jakarta, baru-baru ini.
Lebih lanjut Hendra mengatakan, di Indonesia terdapat puluhan startup berkategori unicorn dan bahkan decacorn tapi sampai sekarang masih merugi. Menurut dia sebagian dari kerugian tersebut akibat inefisiensi para startup dalam mengelola keuangan dan dana investasi, misalnya seperti memberi gaji besar dan fasilitas mewah kepada para pekerja dengan tujuan branding atau jor-joran dalam membakar uang.
Hendra menunjuk contoh Gojek Tokopedia (GOTO) sebagai perusahaan startup terbesar di Indonesia yang baru-baru ini melakukan PHK terhadap 1.300 pekerja. Startup Indonesia melakukan PHK dan bahkan tutup permanen sudah ada puluhan, tapi GoTo istimewa.
"Sebelum IPO mereka sudah menyandang status decacorn. Pasca IPO mereka meraup triliunan rupiah baik dari pencatatan saham maupun investasi," kata dia.
Namun demikian, mereka masih merugi meskipun seharusnya memperoleh keuntungan besar dengan suasana pandemi beberapa tahun terakhir karena orang-orang tidak bisa ke luar rumah sehingga harus mengandalkan jasa mereka seperti mengantar barang dan makanan. "Buktinya mereka meraup pendapatan kotor Rp 16 triliun di kuartal III ini," tanya Hendra.
Dugaan Hendra, PHK massal tersebut karena GoTo sedang melakukan efisiensi setelah bertahun-tahun melakukan praktek membakar uang secara berlebihan namun memakai kondisi ekonomi global sebagai dalih untuk sembunyikan alasan sebenarnya.
"Sepertinya kita harus menambah istilah baru untuk startup yang seolah bervaluasi miliaran tapi tidak sehat, yaitu popcorn. Popcorn itu dari luar putih, indah dan memancing indra penciuman tapi di dalam berminyak dan banyak garam sehingga tidak sehat melakukan konsumsi secara berlebihan," kata Hendra.
(nng)