Jor-joran Rekrut Karyawan Berujung PHK Massal, Kelewat Pede?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang dilakukan perusahaan berbasis teknologi seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan Ruangguru baru-baru ini mengundang keprihatinan.
Pengamat ekonomi yang juga Direktur Eksekutif Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengatakan, fenomena overstaffing atau melakukan rekrutmen secara agresif menjadi salah satu penyebab yang akhirnya memicu terjadinya PHK massal.
Jika menilik ke belakang, saat Indonesia dilanda pandemi Covid-19, banyak CEO perusahaan over optimistis bahwa budaya transaksi atau kegiatan online akan "mendarah daging" pada masyarakat Indonesia. Lantaran pandangan seperti itu, akhirnya banyak perusahaan melakukan rekrutmen besar-besaran.
Kenyataannya, begitu pandemi reda, masyarakat lebih memilih omnichannel bahkan secara penuh berbelanja di toko offline, walaupun pembayarannya bisa jadi pakai digital/mobile banking.
"Akibat overstaffing biaya operasional membengkak, dan menjadi beban kelangsungan perusahaan digital, makanya PHK dilakukan," bebernya kepada MNC Portal Indonesia (MPI), Selasa (22/11/2022).
Kemudian, lanjut dia, sejak adanya standarisasi QRIS, banyak pengguna dompet digital yang kembali ke mobile banking. Adanya peralihan ini, beberapa perusahaan tidak mengantisipasi adanya perubahan cara main (level of playing field) dari regulasi sehingga menekan berbagai prospek pertumbuhan.
Oleh karena itu, Bhima meminta pemerintah untuk segera mengatur model bisnis e-commerce dan ride-hailing yang melakukan promo dan diskon secara besar-besaran untuk mempertahankan market share. Pasalnya, dampaknya ke persaingan usaha sektor digital menjadi kurang sehat.
"Konsumen baru mungkin akan tergoda promo tapi untuk terus menerus lakukan promo, sebenarnya suicide mission (misi bunuh diri) bagi startup. Ketika pendanaan berkurang, sementara yang dikejar hanya valuasi, maka promo dan diskon menjadi jebakan keuangan. Harusnya perusahaan digital lebih mendorong perlombaan fitur yang memang dibutuhkan oleh konsumen," paparnya.
Dia pun memprediksi gelombang PHK akan terus terjadi di berbagai perusahaan layanan digital lainnya. Mulai dari Fintech, Edutech, Healthtech juga riskan.
Menurut Bhima, pemerintah harus turun tangan memastikan korban PHK baik karyawan tetap maupun karyawan kontrak yang diputus masa kerjanya wajib mendapatkan hak-hak sesuai peraturan ketenagakerjaan.
Lantaran skala PHK-nya masif, lanjut dia, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) juga harus membuat posko untuk menampung apabila ada hak pekerja yang tidak dibayar penuh, maupun ditangguhkan seperti pesangon, dan sebagainya.
Terakhir, dia menyarakan agar pemerintah mempersiapkan lapangan kerja baru. Dia menyontohkan, bagi korban PHK startup dapat diserap ke anak cucu BUMN.
Hal ini untuk menghindari bysteresis atau pelemahan keahlian karena korban PHK digital yang notabene adalah pekerja dengan keahlian tinggi menganggur terlalu lama.
Pengamat ekonomi yang juga Direktur Eksekutif Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengatakan, fenomena overstaffing atau melakukan rekrutmen secara agresif menjadi salah satu penyebab yang akhirnya memicu terjadinya PHK massal.
Jika menilik ke belakang, saat Indonesia dilanda pandemi Covid-19, banyak CEO perusahaan over optimistis bahwa budaya transaksi atau kegiatan online akan "mendarah daging" pada masyarakat Indonesia. Lantaran pandangan seperti itu, akhirnya banyak perusahaan melakukan rekrutmen besar-besaran.
Kenyataannya, begitu pandemi reda, masyarakat lebih memilih omnichannel bahkan secara penuh berbelanja di toko offline, walaupun pembayarannya bisa jadi pakai digital/mobile banking.
"Akibat overstaffing biaya operasional membengkak, dan menjadi beban kelangsungan perusahaan digital, makanya PHK dilakukan," bebernya kepada MNC Portal Indonesia (MPI), Selasa (22/11/2022).
Kemudian, lanjut dia, sejak adanya standarisasi QRIS, banyak pengguna dompet digital yang kembali ke mobile banking. Adanya peralihan ini, beberapa perusahaan tidak mengantisipasi adanya perubahan cara main (level of playing field) dari regulasi sehingga menekan berbagai prospek pertumbuhan.
Oleh karena itu, Bhima meminta pemerintah untuk segera mengatur model bisnis e-commerce dan ride-hailing yang melakukan promo dan diskon secara besar-besaran untuk mempertahankan market share. Pasalnya, dampaknya ke persaingan usaha sektor digital menjadi kurang sehat.
"Konsumen baru mungkin akan tergoda promo tapi untuk terus menerus lakukan promo, sebenarnya suicide mission (misi bunuh diri) bagi startup. Ketika pendanaan berkurang, sementara yang dikejar hanya valuasi, maka promo dan diskon menjadi jebakan keuangan. Harusnya perusahaan digital lebih mendorong perlombaan fitur yang memang dibutuhkan oleh konsumen," paparnya.
Dia pun memprediksi gelombang PHK akan terus terjadi di berbagai perusahaan layanan digital lainnya. Mulai dari Fintech, Edutech, Healthtech juga riskan.
Menurut Bhima, pemerintah harus turun tangan memastikan korban PHK baik karyawan tetap maupun karyawan kontrak yang diputus masa kerjanya wajib mendapatkan hak-hak sesuai peraturan ketenagakerjaan.
Lantaran skala PHK-nya masif, lanjut dia, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) juga harus membuat posko untuk menampung apabila ada hak pekerja yang tidak dibayar penuh, maupun ditangguhkan seperti pesangon, dan sebagainya.
Terakhir, dia menyarakan agar pemerintah mempersiapkan lapangan kerja baru. Dia menyontohkan, bagi korban PHK startup dapat diserap ke anak cucu BUMN.
Hal ini untuk menghindari bysteresis atau pelemahan keahlian karena korban PHK digital yang notabene adalah pekerja dengan keahlian tinggi menganggur terlalu lama.
(ind)