Implementasi ESG, Pertamina: Mutlak demi Keberlanjutan Usaha
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) memastikan Environmental, Social, and Governance (ESG) merupakan bagian penting dalam merancang bisnis perusahaan ke depan. Implementasi hal itu dinilai penting untuk memastikan berkelanjutan bisnis dalam jangka panjang.
"Keberlangsungan entitas bisnis tidak hanya ditentukan oleh finansial, ada faktor di luar finansial, yaitu ESG," ungkap Senior Vice President Corporate Finance PT Pertamina (Persero) Bagus Agung Rahadiansyah dalam webinar bertajuk "Challenges of Managing Environmental, Social and Governance Issues in the Refinery Industry" di Jakarta, Senin (28/11/2022.
Bagus mengatakan, dengan menerapkan ESG, Pertamina tak hanya berharap memperoleh keuntungan dalam jangka pendek, tapi juga memastikan hal itu berlanjut di masa mendatang. Saat ini, kata dia, ESG juga menjadi perhatian investor maupun lembaga keuangan lainnya. "Investor tidak mau diasosiasikan dengan perusahaan yang abai terhadap ketiga faktor itu, yakni lingkungan, sosial dan tata kelola yang baik," tuturnya.
Karena itu, lanjut dia, kendati bergerak di bisnis migas dan energi lainnya, Pertamina berkomitmen mendukung pencapaian target nol emisi (Net Zero Emmission/NZE) pada 2060. Untuk itu, kata dia, Pertamina membuat rencana atas dua pilar, yaitu dekarbonisasi dan membentuk green business, yaitu bisnis energi yang sifatnya lebih hijau atau ramah lingkungan. "Kami sangat menyadari transisi energi tidak terhindarkan," tegasnya.
Hal itu diamini oleh VP HSSE PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Ganda Putra Simatupang. Dia menjelaskan, KPI menyiapkan strategi ESG yang berfokus pada 10 sustainability yang sejalan dengan SDGs. KPI sudah membuat grand plan proses bisnis hingga 2060 yang terkait NZE.
Ganda mengatakan, investor selalu mempertanyakan kinerja perusahaan terkait health and safety, dan juga komitmen pada lingkungan. Untuk itu, KPI telah melakukan perbaikan secara signifikan. Pada 2022, menurutnya KPI melakukan beragam inisiatif, antara lain reduksi emisi dan dekarbonisasi, sistemisasi program keanekaragaman hayati, revitalisasi proses safety management dan ESG financing.
"Dengan implementasi strategi dan inisiatif ESG tersebut, KPI ingin menjadi perusahaan kilang dan petrokimia kelas dunia dan diakui sebagai environmentally friendly, societal responsible dan good governance company," tuturnya.
Praktisi ESG dan Dewan Pengurus Institute of Certified Sustainability Practitioners (ICRP) Jalal mengatakan, di industri migas penerapan ESG terbukti menguntungkan. Karena itu ESG disambut baik. Namun, imbuh dia, hal itu juga bukan perkara mudah karena banyak hal yang perlu dilakukan agar perusahaan benar-benar menerapkan ESG secara konsisten.
"Jadi jangan berpuas diri dulu dengan peringkat ESG yang tinggi. Karena ini seperti fenomena gunung es, di bawah masih banyak yang harus diperbaiki," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menyoroti konsekuensi penerapan ESG olreh perusahaan. Menurut dia, implementasi ESG membutuhkan biaya tambahan bagi perusahaan. "Jadi untuk menjadi lebih baik itu juga dibutuhkan biaya. Hal ini yang harus disadari oleh semua, misalnya harga energi yang lebih tinggi karena menggunakan sumber energi bersih. Apakah konsumen juga siap? Ini yang harus dipertimbangkan bersama-sama," ujarnya.
Namun, tegas Komaidi, transisi energi adalah sebuah keniscayaan. Selain itu, aspek keberlanjutan yang diusung ESG pun jelas sangat penting bagi keberlangsungan bisnis perusahaan. "Jadi tinggal disesuaikan saja dengan kemampuan yang ada," tuturnya.
"Keberlangsungan entitas bisnis tidak hanya ditentukan oleh finansial, ada faktor di luar finansial, yaitu ESG," ungkap Senior Vice President Corporate Finance PT Pertamina (Persero) Bagus Agung Rahadiansyah dalam webinar bertajuk "Challenges of Managing Environmental, Social and Governance Issues in the Refinery Industry" di Jakarta, Senin (28/11/2022.
Baca Juga
Bagus mengatakan, dengan menerapkan ESG, Pertamina tak hanya berharap memperoleh keuntungan dalam jangka pendek, tapi juga memastikan hal itu berlanjut di masa mendatang. Saat ini, kata dia, ESG juga menjadi perhatian investor maupun lembaga keuangan lainnya. "Investor tidak mau diasosiasikan dengan perusahaan yang abai terhadap ketiga faktor itu, yakni lingkungan, sosial dan tata kelola yang baik," tuturnya.
Karena itu, lanjut dia, kendati bergerak di bisnis migas dan energi lainnya, Pertamina berkomitmen mendukung pencapaian target nol emisi (Net Zero Emmission/NZE) pada 2060. Untuk itu, kata dia, Pertamina membuat rencana atas dua pilar, yaitu dekarbonisasi dan membentuk green business, yaitu bisnis energi yang sifatnya lebih hijau atau ramah lingkungan. "Kami sangat menyadari transisi energi tidak terhindarkan," tegasnya.
Hal itu diamini oleh VP HSSE PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Ganda Putra Simatupang. Dia menjelaskan, KPI menyiapkan strategi ESG yang berfokus pada 10 sustainability yang sejalan dengan SDGs. KPI sudah membuat grand plan proses bisnis hingga 2060 yang terkait NZE.
Ganda mengatakan, investor selalu mempertanyakan kinerja perusahaan terkait health and safety, dan juga komitmen pada lingkungan. Untuk itu, KPI telah melakukan perbaikan secara signifikan. Pada 2022, menurutnya KPI melakukan beragam inisiatif, antara lain reduksi emisi dan dekarbonisasi, sistemisasi program keanekaragaman hayati, revitalisasi proses safety management dan ESG financing.
"Dengan implementasi strategi dan inisiatif ESG tersebut, KPI ingin menjadi perusahaan kilang dan petrokimia kelas dunia dan diakui sebagai environmentally friendly, societal responsible dan good governance company," tuturnya.
Praktisi ESG dan Dewan Pengurus Institute of Certified Sustainability Practitioners (ICRP) Jalal mengatakan, di industri migas penerapan ESG terbukti menguntungkan. Karena itu ESG disambut baik. Namun, imbuh dia, hal itu juga bukan perkara mudah karena banyak hal yang perlu dilakukan agar perusahaan benar-benar menerapkan ESG secara konsisten.
"Jadi jangan berpuas diri dulu dengan peringkat ESG yang tinggi. Karena ini seperti fenomena gunung es, di bawah masih banyak yang harus diperbaiki," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menyoroti konsekuensi penerapan ESG olreh perusahaan. Menurut dia, implementasi ESG membutuhkan biaya tambahan bagi perusahaan. "Jadi untuk menjadi lebih baik itu juga dibutuhkan biaya. Hal ini yang harus disadari oleh semua, misalnya harga energi yang lebih tinggi karena menggunakan sumber energi bersih. Apakah konsumen juga siap? Ini yang harus dipertimbangkan bersama-sama," ujarnya.
Namun, tegas Komaidi, transisi energi adalah sebuah keniscayaan. Selain itu, aspek keberlanjutan yang diusung ESG pun jelas sangat penting bagi keberlangsungan bisnis perusahaan. "Jadi tinggal disesuaikan saja dengan kemampuan yang ada," tuturnya.
(fai)