Putin Tawarkan Kerja Sama Proyek Nuklir di Indonesia, Layak Dipertimbangkan?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wacana pengembangan energi nuklir dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) kembali menghangat seiring komitmen pemerintah untuk melakukan transisi ke energi bersih atau energi baru dan terbarukan (EBT).
Tak hanya di dalam negeri, niatan Indonesia untuk mengembangkan PLTN pun rupanya disambut negara luar termasuk Rusia . Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengungkapkan, presiden Rusia Vladimir Putin sempat menawarkan kerja sama untuk menggarap proyek nuklir di Indonesia. Hal itu diutarakan Putin saat bertemu presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kremlin Moskow, Rusia, beberapa waktu lalu.
"Putin menyatakan bahwa Rosatom State Corporation mempunyai pengalaman, kompetensi dan keandalan teknologi dalam pengembangan PLTN. Rosatom telah mengembangkan PLTN yang terbesar di Rusia, yakni Novovoronezh Unit 6, yang berkapasitas 1.200 MW di Voronezh," kata Fahmy saat dihubungi MNC Portal Indonesia (MPI), Rabu (30/11/2022).
Selain di darat, sambung dia, Roastom juga membangun PLTN terapung KLT-40S, yang dapat berlayar menjelajahi sejauh 5.000 Km, dengan kapasitas sebesar 80 MW.
"Rosatom saat ini menggunakan teknologi nuklir generasi terbaru, tipe reaktor VVER 1200 dengan teknologi generation 3 Plus yang merupakan pertama di dunia, dengan masa operasi selama 60 tahun," terang dia.
Menurut Fahmy, sistem pengamanan teknologi VVER 1200 memiliki zero accident standard. Berdasarkan pengalaman, kompetensi dan keandalan teknologi yang dimiliki oleh Rosatom, tawaran Putin untuk mengembangkan PLTN di Indonesia layak dipertimbangkan.
Untuk diketahui, PLTN adalah pembangkit listrik daya thermal yang menggunakan reaktor nuklir, dengan uranium sebagai bahan utama untuk menghasilkan listrik. PLTN termasuk energi bersih, yang dapat melengkapi bauran EBT pembangkit listrik di Tanah Air.
PLTN sekaligus dapat mengatasi kelemahan Pembangkit Tenaga Surya dan Bayu, yang tidak dapat memasok listrik secara penuh sepanjang waktu karena sifatnya intermittent, tergantung cahaya matahari dan hembusan angin.
Sebelum kerja sama Indonesia dan Rusia direalisasikan, pemerintah, DPR dan Dewan Energi Nasional (DEN) harus mengubah Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang selama ini menempatkan energi nuklir sebagai alternatif terakhir.
KEN itu harus diubah menjadikan PLTN sebagai energi prioritas. Selain itu, pemerintah perlu melakukan kampanye publik untuk meningkatkan tingkat penerimaan masyarakat terhadap penggunaan PLTN.
Selama ini tingkat penerimaan masyarakat terhadap PLTN masih sangat rendah. Salah satunya disebabkan trauma kecelakaan reaktor nuklir di sejumlah negara seperti di Jepang, Rusia, dan Ukrania.
Namun, kemajuan teknologi reaktor nuklir generasi terbaru yang digunakan Rosatom diklaim dapat mencegah terjadinya kecelakaan nuklir hingga mencapai nol persen (zero accident).
Tanpa mengembangkan PLTN, Indonesia dinilai akan sulit untuk mencapai zero carbon pada 2060. Pengamat menilai sudah saatnya bagi Indonesia untuk secara serius mengembangkan PLTN dan mempertimbangkan tawaran kerja sama dari presiden Putin.
"Barangkali kerja sama tersebut akan dapat lebih memperlancar tindak lanjut realisasi usulan pengehentian perang Rusia dan Ukrania, yang diusulkan oleh Indonesia," pungkas Fahmy.
Tak hanya di dalam negeri, niatan Indonesia untuk mengembangkan PLTN pun rupanya disambut negara luar termasuk Rusia . Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengungkapkan, presiden Rusia Vladimir Putin sempat menawarkan kerja sama untuk menggarap proyek nuklir di Indonesia. Hal itu diutarakan Putin saat bertemu presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kremlin Moskow, Rusia, beberapa waktu lalu.
"Putin menyatakan bahwa Rosatom State Corporation mempunyai pengalaman, kompetensi dan keandalan teknologi dalam pengembangan PLTN. Rosatom telah mengembangkan PLTN yang terbesar di Rusia, yakni Novovoronezh Unit 6, yang berkapasitas 1.200 MW di Voronezh," kata Fahmy saat dihubungi MNC Portal Indonesia (MPI), Rabu (30/11/2022).
Selain di darat, sambung dia, Roastom juga membangun PLTN terapung KLT-40S, yang dapat berlayar menjelajahi sejauh 5.000 Km, dengan kapasitas sebesar 80 MW.
"Rosatom saat ini menggunakan teknologi nuklir generasi terbaru, tipe reaktor VVER 1200 dengan teknologi generation 3 Plus yang merupakan pertama di dunia, dengan masa operasi selama 60 tahun," terang dia.
Menurut Fahmy, sistem pengamanan teknologi VVER 1200 memiliki zero accident standard. Berdasarkan pengalaman, kompetensi dan keandalan teknologi yang dimiliki oleh Rosatom, tawaran Putin untuk mengembangkan PLTN di Indonesia layak dipertimbangkan.
Untuk diketahui, PLTN adalah pembangkit listrik daya thermal yang menggunakan reaktor nuklir, dengan uranium sebagai bahan utama untuk menghasilkan listrik. PLTN termasuk energi bersih, yang dapat melengkapi bauran EBT pembangkit listrik di Tanah Air.
PLTN sekaligus dapat mengatasi kelemahan Pembangkit Tenaga Surya dan Bayu, yang tidak dapat memasok listrik secara penuh sepanjang waktu karena sifatnya intermittent, tergantung cahaya matahari dan hembusan angin.
Sebelum kerja sama Indonesia dan Rusia direalisasikan, pemerintah, DPR dan Dewan Energi Nasional (DEN) harus mengubah Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang selama ini menempatkan energi nuklir sebagai alternatif terakhir.
KEN itu harus diubah menjadikan PLTN sebagai energi prioritas. Selain itu, pemerintah perlu melakukan kampanye publik untuk meningkatkan tingkat penerimaan masyarakat terhadap penggunaan PLTN.
Selama ini tingkat penerimaan masyarakat terhadap PLTN masih sangat rendah. Salah satunya disebabkan trauma kecelakaan reaktor nuklir di sejumlah negara seperti di Jepang, Rusia, dan Ukrania.
Namun, kemajuan teknologi reaktor nuklir generasi terbaru yang digunakan Rosatom diklaim dapat mencegah terjadinya kecelakaan nuklir hingga mencapai nol persen (zero accident).
Tanpa mengembangkan PLTN, Indonesia dinilai akan sulit untuk mencapai zero carbon pada 2060. Pengamat menilai sudah saatnya bagi Indonesia untuk secara serius mengembangkan PLTN dan mempertimbangkan tawaran kerja sama dari presiden Putin.
"Barangkali kerja sama tersebut akan dapat lebih memperlancar tindak lanjut realisasi usulan pengehentian perang Rusia dan Ukrania, yang diusulkan oleh Indonesia," pungkas Fahmy.
(ind)