Harga Minyak Dunia Anjlok di Level Terendah Tahun Ini, Kapan Harga BBM Turun?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga minyak mentah dunia diperdagangkan beragam pada awal perdagangan pagi ini, Rabu (7/12), setelah tertekan dipicu ketidakpastiann ekonomi global dan prospek suku bunga yang lebih tinggi. Perlambatan ekonomi masih menjadi katalis pemberat harga.
Data perdagangan di Intercontinental Exchange (ICE) menunjukkan minyak mentah berjangka Brent kontrak Februari 2023 naik 0,04% di USD79,38 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) AS kontrak Januari 2023 turun 0,11% menjadi USD74,38 per barel. Kemerosotan pagi ini merupakan penurunan harian terbesar untuk harga Brent tahun ini sejak akhir September, yang saat itu diperdagangkan di kisaran USD62 per barel.
Melansir Reuters, Rabu (7/12), pasar minyak masih mencermati ketidakpastian kebijakan suku bunga bank sentral di berbagai negara, termasuk Federal Reserve. Suku bunga yang lebih tinggi dapat membebani harga komoditas, karena dapat membatasi permintaan menyusul potensi terjadinya perlambatan ekonomi alias resesi.
China, yang mulai melonggarkan pembatasan Covid-19 juga masih belum terlihat menunjukkan geliat permintaan bahan bakar. Itu tercermin dari data aktivitas sektor jasa yang mencapai titik terendah dalam enam bulan terakhir.
Dari Eropa, pasca-kebijakan pembatasan harga minyak Rusia sebesar USD60 per barel, negara-negara Eropa masih berupaya untuk mencari energi alternatif agar dapat beranjak dari ketergantungan terhadap Moskow. Namun, ekonomi yang melambat karena tingginya biaya energi masih menjadi hambatan negara-negara benua biru tersebut.
Ahli strategi pasar senior di RJO Futures Eli Tesfaye memproyeksikan harga minyak hanya akan menyentuh level tertinggi USD80 per barel. "Saya pikir USD80 akan menjadi harga tertinggi baru, dan saya akan sangat terkejut melihat harga yang lebih tinggi dari itu," ujarnya.
Sementara itu, Analis UBS Giovanni Staunovo harga minyak masih akan bergejolak seiring dengan pelanggaran pembatasan covid-19 di China. Hal ini mendorong ekspektasi peningkatan permintaan importir minyak utama dunia, meskipun itu belum cukup untuk menghentikan penurunan harga minyak berjangka. "Pasar minyak kemungkinan akan tetap bergejolak dalam waktu dekat, didorong oleh berita utama Covid-19 di China dan kebijakan bank sentral di AS dan Eropa," ujarnya.
Di sisi lain, penurunan harga minyak dunia dapat mendorong inflasi lebih rendah berasal dari energi seperti listrik, Bahan Bakar Minyak (BBM), dan lainnya.
Data perdagangan di Intercontinental Exchange (ICE) menunjukkan minyak mentah berjangka Brent kontrak Februari 2023 naik 0,04% di USD79,38 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) AS kontrak Januari 2023 turun 0,11% menjadi USD74,38 per barel. Kemerosotan pagi ini merupakan penurunan harian terbesar untuk harga Brent tahun ini sejak akhir September, yang saat itu diperdagangkan di kisaran USD62 per barel.
Melansir Reuters, Rabu (7/12), pasar minyak masih mencermati ketidakpastian kebijakan suku bunga bank sentral di berbagai negara, termasuk Federal Reserve. Suku bunga yang lebih tinggi dapat membebani harga komoditas, karena dapat membatasi permintaan menyusul potensi terjadinya perlambatan ekonomi alias resesi.
China, yang mulai melonggarkan pembatasan Covid-19 juga masih belum terlihat menunjukkan geliat permintaan bahan bakar. Itu tercermin dari data aktivitas sektor jasa yang mencapai titik terendah dalam enam bulan terakhir.
Dari Eropa, pasca-kebijakan pembatasan harga minyak Rusia sebesar USD60 per barel, negara-negara Eropa masih berupaya untuk mencari energi alternatif agar dapat beranjak dari ketergantungan terhadap Moskow. Namun, ekonomi yang melambat karena tingginya biaya energi masih menjadi hambatan negara-negara benua biru tersebut.
Ahli strategi pasar senior di RJO Futures Eli Tesfaye memproyeksikan harga minyak hanya akan menyentuh level tertinggi USD80 per barel. "Saya pikir USD80 akan menjadi harga tertinggi baru, dan saya akan sangat terkejut melihat harga yang lebih tinggi dari itu," ujarnya.
Sementara itu, Analis UBS Giovanni Staunovo harga minyak masih akan bergejolak seiring dengan pelanggaran pembatasan covid-19 di China. Hal ini mendorong ekspektasi peningkatan permintaan importir minyak utama dunia, meskipun itu belum cukup untuk menghentikan penurunan harga minyak berjangka. "Pasar minyak kemungkinan akan tetap bergejolak dalam waktu dekat, didorong oleh berita utama Covid-19 di China dan kebijakan bank sentral di AS dan Eropa," ujarnya.
Di sisi lain, penurunan harga minyak dunia dapat mendorong inflasi lebih rendah berasal dari energi seperti listrik, Bahan Bakar Minyak (BBM), dan lainnya.
(nng)