Profil Low Tuck Kwong, Orang Terkaya Kedua di Indonesia Berharta Rp187,8 Triliun
loading...
A
A
A
Selama 25 tahun, Low yang merupkan kelahiran Singapura telah melihat banyak pasang surut dalam apa yang disebutnya sebagai "bisnis yang sulit". Ayahnya bermigrasi ke Singapura dari Guangzhou di China selatan ketika dia berusia tiga tahun untuk memulai sebuah perusahaan konstruksi sipil, Sum Cheong.
Ketika Low berusia 14 tahun, dia mulai membantu ayahnya dalam membangun proyek sepulang sekolah. Sum Cheong akhirnya menjadi perusahaan yang sukses di Singapura dan Malaysia.
Tetapi alih-alih berencana untuk mengambil alih, Low ingin pergi sendiri, di tempat yang lebih besar dan melihat peluang di Indonesia. Di mana pada saat itu hanya sedikit orang dari Singapura yang berbisnis.
Pada tahun 1973 —pada usia 25 tahun— ia mendapatkan proyek pertamanya, melakukan pekerjaan dasar untuk sebuah pabrik es krim di Ancol, di pantai Jakarta. Low mengatakan, dia adalah kontraktor pertama di Indonesia yang menggunakan palu diesel untuk tiang pancang, yang mempercepat pekerjaan.
Saat menjalankan pekerjaan itu, Low mendapatkan terobosan besar. Dia mengaku sangat beruntung karena bertemu Liem Sioe Liong, pendiri Salim Group dan teman mendiang Presiden Soeharto. Liem kemudian menjadi pengusaha terkaya Indonesia sebagai pemilik pabrik tepung terigu Bogasari di dekat pabrik es krim.
"Dia melihat kami membawa tumpukan, menghentikan kami dan berbicara dengan saya. Saya mengatakan kepadanya bahwa saya tidak bisa berbicara bahasa Indonesia, dan dia memberi saya kartu namanya. Ia berbicara kepada saya dalam bahasa Mandarin dan meminta saya untuk menemuinya nanti," kata Low.
Hal ini nantinya membuat Low bekerja dengan Liem, yang meninggal pada tahun 2012, dan putra bungsunya Anthoni yang berada pada posisi No. 5 dalam daftar 50 Orang Terkaya di Indonesia. "Keduanya banyak membantu kami," kata Low.
Low Tuck Kwong juga bekerja sama dengan Jaya Steel —anak perusahaan Pembangunan Jaya, perusahaan patungan antara pemerintah provinsi Jakarta dan pengusaha lokal termasuk mendiang taipan properti Ciputra— untuk mendirikan Jaya Sumpiles Indonesia.
Kepemilikan awal adalah 50/50, kemudian Low mengambil kendali penuh. Low memiliki pekerjaan, tetapi menginginkan aliran pendapatan yang lebih stabil daripada yang disediakan oleh bisnis konstruksi sipil. Pada akhir tahun 1987, Low memutuskan untuk masuk ke bisnis kontraktor batubara.
Pada saat itu, industri batubara Indonesia masih dalam masa pertumbuhan. Jaya Sumpiles bekerja dengan beberapa penambang untuk pemindahan lapisan penutup, penambangan dan pengangkutan (overburden adalah bahan yang harus dihilangkan sebelum penambangan dapat dimulai).
Ketika Low berusia 14 tahun, dia mulai membantu ayahnya dalam membangun proyek sepulang sekolah. Sum Cheong akhirnya menjadi perusahaan yang sukses di Singapura dan Malaysia.
Tetapi alih-alih berencana untuk mengambil alih, Low ingin pergi sendiri, di tempat yang lebih besar dan melihat peluang di Indonesia. Di mana pada saat itu hanya sedikit orang dari Singapura yang berbisnis.
Pada tahun 1973 —pada usia 25 tahun— ia mendapatkan proyek pertamanya, melakukan pekerjaan dasar untuk sebuah pabrik es krim di Ancol, di pantai Jakarta. Low mengatakan, dia adalah kontraktor pertama di Indonesia yang menggunakan palu diesel untuk tiang pancang, yang mempercepat pekerjaan.
Saat menjalankan pekerjaan itu, Low mendapatkan terobosan besar. Dia mengaku sangat beruntung karena bertemu Liem Sioe Liong, pendiri Salim Group dan teman mendiang Presiden Soeharto. Liem kemudian menjadi pengusaha terkaya Indonesia sebagai pemilik pabrik tepung terigu Bogasari di dekat pabrik es krim.
"Dia melihat kami membawa tumpukan, menghentikan kami dan berbicara dengan saya. Saya mengatakan kepadanya bahwa saya tidak bisa berbicara bahasa Indonesia, dan dia memberi saya kartu namanya. Ia berbicara kepada saya dalam bahasa Mandarin dan meminta saya untuk menemuinya nanti," kata Low.
Hal ini nantinya membuat Low bekerja dengan Liem, yang meninggal pada tahun 2012, dan putra bungsunya Anthoni yang berada pada posisi No. 5 dalam daftar 50 Orang Terkaya di Indonesia. "Keduanya banyak membantu kami," kata Low.
Low Tuck Kwong juga bekerja sama dengan Jaya Steel —anak perusahaan Pembangunan Jaya, perusahaan patungan antara pemerintah provinsi Jakarta dan pengusaha lokal termasuk mendiang taipan properti Ciputra— untuk mendirikan Jaya Sumpiles Indonesia.
Kepemilikan awal adalah 50/50, kemudian Low mengambil kendali penuh. Low memiliki pekerjaan, tetapi menginginkan aliran pendapatan yang lebih stabil daripada yang disediakan oleh bisnis konstruksi sipil. Pada akhir tahun 1987, Low memutuskan untuk masuk ke bisnis kontraktor batubara.
Pada saat itu, industri batubara Indonesia masih dalam masa pertumbuhan. Jaya Sumpiles bekerja dengan beberapa penambang untuk pemindahan lapisan penutup, penambangan dan pengangkutan (overburden adalah bahan yang harus dihilangkan sebelum penambangan dapat dimulai).