Profil Low Tuck Kwong, Orang Terkaya Kedua di Indonesia Berharta Rp187,8 Triliun

Jum'at, 09 Desember 2022 - 19:58 WIB
loading...
A A A
Selama tahun 1990-an produksi dalam negeri meroket dari 4,4 juta ton menjadi 80,9 juta ton, dibantu oleh kebijakan pro-penambang yang meningkatkan investasi. Pada November 1997, setelah berpengalaman satu dekade dan dengan kewarganegaraan Indonesia yang dibutuhkan (ia mendapatkannya pada tahun 1992), Low membeli konsesi pertamanya: Gunungbayan Pratamacoal, di Kalimantan Timur.

Produksi dimulai pada tahun 1998 —yang merupakan waktu yang suram untuk memulai bisnis di Indonesia, di tengah Krisis Keuangan Asia dan gejolak politik yang mencakup kerusuhan di Jakarta dan Soeharto yang didorong keluar dari kekuasaan.

Dengan pengiriman pertamanya, penambang kehilangan USD3 per ton karena harga yang merosot. "Perjalanan kami tidak mudah sejak awal. Orang-orang menertawakan kami (karena membeli tambang). Mereka bilang kami gila," kenang Low.

Saat itu ada hambatan logistik yang serius untuk penambangan di Kalimantan Timur yang kaya akan batu bara. Dibandingkan dengan tambang batu bara lainnya, Multi Harapan Utama, konsesi pertama Low dua kali lebih jauh dari pelabuhan di Balikpapan, dan tongkangnya harus menempuh perjalanan empat hari ke hilir.

(Juga dibutuhkan empat hari untuk melakukan perjalanan hilir dari Tabang, produsen utama Bayan saat ini, ke Balikpapan.) Bagi orang-orang untuk sampai ke Tabang dari Balikpapan memerlukan perjalanan helikopter hampir dua jam, atau sehari penuh melalui sungai dan jalan raya.

Meskipun ada hambatan, Low mempercayai firasatnya bahwa batubara Kalimantan Timur akan menguntungkan, lalu Ia memperluas dan mengakuisisi konsesi dan saham mayoritas di Dermaga Perkasapratama, operator Terminal Batubara Balikpapan, salah satu yang terbesar di Indonesia.

Dimana saat ini memiliki kapasitas persediaan 1,5 juta ton atau 24 juta ton per tahun dan dapat diperpanjang. Pada tahun 2004, Low mengkonsolidasikan aset dan mendirikan Bayan Resources, dinamai menurut nama distrik setempat.

Empat tahun kemudian, setelah menjadi produsen terbesar kedelapan di Indonesia, Bayan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Hasil IPO digunakan untuk mengembangkan konsesi, termasuk yang ada di Tabang, yang sekarang terdiri dari 12 izin izin pertambangan seluas 34.715 hektar —hampir setengah dari luas Singapura-.

Daerah ini mengandung batubara sub-bituminus abu rendah, sulfur rendah dengan nilai kalor yang paling cocok untuk pembangkit listrik tenaga batu bara, namun relatif lebih sedikit polusi daripada jenis batubara lainnya.

Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1779 seconds (0.1#10.140)