Merek Kolektif dan Indikasi Geografis, Mirip Tapi Tak Sama

Kamis, 15 Desember 2022 - 16:18 WIB
loading...
Merek Kolektif dan Indikasi Geografis, Mirip Tapi Tak Sama
Merek kolektif dan indikasi geografis sama-sama memberikan pelindungan terhadap objek kekayaan intelektual (KI) yang dimiliki suatu kelompok masyarakat.
A A A
JAKARTA - Terlihat sama tetapi berbeda, merek kolektif dan indikasi geografis sama-sama memberikan pelindungan terhadap objek Kekayaan Intelektual (KI) yang dimiliki suatu kelompok masyarakat. Baik merek kolektif maupun IG merupakan tanda yang digunakan sebagai identitas asal barang/jasa dan kepemilikan keduanya bersifat kolektif atau bersama-sama.

Lalu apa yang membedakan keduanya?
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau
badan hukum secara bersama-sama.

Serupa dengan merek biasa, merek kolektif harus memiliki daya pembeda, dapat direpresentasikan secara grafis, dan digunakan dalam perdagangan barang/jasa. Sedangkan indikasi geografis (IG) adalah tanda yang menunjukkan daerah asal suatu produk yang karena faktor lingkungan geografis memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada produk yang dihasilkan, sehingga fokus pelindungan adalah terhadap barang yang didaftarkan.

Merek kolektif dapat dimiliki oleh suatu komunitas, koperasi, paguyuban, perkumpulan, asosiasi, dan lainnya, sehingga dalam permohonan pendaftaran mereknya perlu melampirkan perjanjian penggunaan merek kolektif.

Paling sedikit pengaturannya harus memuat antara lain sifat, ciri umum, atau mutu produk yang akan diproduksi; pengawasan atas penggunaan merek kolektif; dan sanksi atas ketentuan pelanggaran penggunaan merek kolektif.

Adapun untuk IG, selain dapat diajukan permohonannya oleh suatu perkumpulan atau lembaga yang mewakili masyarakat setempat, contohnya Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG), kepemilikannya dapat pula dimohonkan oleh pemerintah
daerah provinsi kabupaten/kota.

Dalam pengajuannya, permohonan IG harus memiliki dokumen deskripsi IG yang dapat dibuktikan kebenarannya. Dokumen deskripsi IG adalah suatu dokumen yang memuat informasi, termasuk reputasi, kualitas, dan karakteristik barang dan/atau produk yang terkait dengan faktor geografis dari produk yang dimohonkan.

"Permohonan merek kolektif akan diperiksa secara substantif oleh pemeriksa merek, sama seperti permohonan merek biasa. Sedangkan pada IG dilakukan penilaian terhadap dokumen deskripsi IG," jelas Koordinator Permohonan dan Publikasi Adel
Chandra.

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menetapkan tahun 2023 sebagai Tahun Merek dengan salah satu program unggulannya adalah "One Brand, One Village". Tujuannya, agar semakin banyak kelompok masyarakat atau komunitas yang memiliki merek kolektif.

Adanya merek kolektif ini dapat membantu masyarakat dalam suatu kelompok, komunitas, perkampungan, atau desa untuk melindungi produk hasil setempat. Apabila ingin melindungi objek kekayaan intelektual (KI) kelompoknya, maka masyarakat
perlu mendaftarkan merek kolektif dan/atau IG yang dimiliki. Merek kolektif berlaku selama 10 tahun dan dapat diperpanjang, sedangkan IG terus berlaku selama objek KI tersebut mampu mempertahankan reputasi, kualitas, dan karakteristik yang dimiliki.

"Misalnya ada suatu desa penghasil produk keripik. Mereka dapat menggunakan merek kolektif ini secara bersama-sama. Anggota masyarakat yang ingin menggunakan merek tersebut bisa mendaftarkan diri sebagai anggota komunitas. Pihak lain di luar komunitas yang menggunakan merek serupa dapat dituntut," pungkas Adel.
(srf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1722 seconds (0.1#10.140)