Ketakutan Inflasi Tinggi Masih Akan Membayangi Tahun Baru 2023
loading...
A
A
A
Kenaikan harga secara mendadak untuk komoditas utama dengan cepat berdampak ke dalam kehidupan sehari-hari bagi warga dunia. Di Eropa dengan ketergantungan mereka terhadap gas Rusia, jutaan orang berjuang untuk membeli pemanas musim dingin ini.
Di semua wilayah, makanan dan bahan bakar menyumbang rata-rata lebih dari setengah inflasi pada tahun 2022. Jika inflasi hanya fenomena dari sisi pasokan, itu akan cukup menyakitkan.
Tetapi perkembangan yang paling mengkhawatirkan bagi para bankir sentral adalah bahwa tekanan merembes ke dalam komponen "inti" dari indeks harga — yaitu, barang dan jasa selain makanan dan energi yang mudah menguap.
Kenaikan harga inti merupakan indikasi bahwa inflasi menjadi momentum tersendiri. Pada gilirannya, menunjuk ke penyebab di luar kejutan harga minyak.
Banyak pasar tenaga kerja di banyak negara menjadi sangat ketat, sebagian merupakan hasil dari gelombang pensiun dini selama covid. Akibatnya perusahaan membayar upah yang lebih tinggi untuk menarik pekerja, menambah dorongan inflasi.
Kondisi di Amerika, dimana kenaikan inflasi inti sangat curam yang menjadi penyebab tambahannya adalah stimulus yang berlebihan — baik oleh pemerintah maupun Fed — pada puncak covid.
Sementara itu ekonomi besar dengan inflasi terendah adalah China. Strategi "nol-covid" mendorong pengeluaran jauh di bawah tren pra-pandemi.
Hampir di mana-mana ada kecemasan bahwa kenaikan harga akan mengatur ulang ekspektasi inflasi masyarakat, yang membuat mereka menuntut gaji yang lebih tinggi. Dikenal sebagai spiral harga dan upah, dinamika seperti itu akan membuat inflasi jauh lebih sulit untuk diberantas.
Ancaman dinamika saja sudah cukup untuk menggerakkan bank sentral agar bertindak. The Fed menjadi yang paling agresif, menaikkan suku bunga dari nol pada bulan Maret menjadi lebih dari 4% hari ini, untuk menjadi pengetatan moneter tertajamnya dalam empat dekade. Bank-bank sentral di seluruh dunia dari Stockholm hingga Sydney mengikuti jejaknya.
Salah satu cara untuk melihat prospek inflasi tahun 2023 adalah sebagai duel antara rebound supply dan penurunan permintaan. Tahun depan diyakini menjanjikan, dimana beberapa faktor yang memicu inflasi di awal tahun 2022 sudah mulai memudar.
Di semua wilayah, makanan dan bahan bakar menyumbang rata-rata lebih dari setengah inflasi pada tahun 2022. Jika inflasi hanya fenomena dari sisi pasokan, itu akan cukup menyakitkan.
Tetapi perkembangan yang paling mengkhawatirkan bagi para bankir sentral adalah bahwa tekanan merembes ke dalam komponen "inti" dari indeks harga — yaitu, barang dan jasa selain makanan dan energi yang mudah menguap.
Kenaikan harga inti merupakan indikasi bahwa inflasi menjadi momentum tersendiri. Pada gilirannya, menunjuk ke penyebab di luar kejutan harga minyak.
Banyak pasar tenaga kerja di banyak negara menjadi sangat ketat, sebagian merupakan hasil dari gelombang pensiun dini selama covid. Akibatnya perusahaan membayar upah yang lebih tinggi untuk menarik pekerja, menambah dorongan inflasi.
Kondisi di Amerika, dimana kenaikan inflasi inti sangat curam yang menjadi penyebab tambahannya adalah stimulus yang berlebihan — baik oleh pemerintah maupun Fed — pada puncak covid.
Sementara itu ekonomi besar dengan inflasi terendah adalah China. Strategi "nol-covid" mendorong pengeluaran jauh di bawah tren pra-pandemi.
Hampir di mana-mana ada kecemasan bahwa kenaikan harga akan mengatur ulang ekspektasi inflasi masyarakat, yang membuat mereka menuntut gaji yang lebih tinggi. Dikenal sebagai spiral harga dan upah, dinamika seperti itu akan membuat inflasi jauh lebih sulit untuk diberantas.
Ancaman dinamika saja sudah cukup untuk menggerakkan bank sentral agar bertindak. The Fed menjadi yang paling agresif, menaikkan suku bunga dari nol pada bulan Maret menjadi lebih dari 4% hari ini, untuk menjadi pengetatan moneter tertajamnya dalam empat dekade. Bank-bank sentral di seluruh dunia dari Stockholm hingga Sydney mengikuti jejaknya.
Salah satu cara untuk melihat prospek inflasi tahun 2023 adalah sebagai duel antara rebound supply dan penurunan permintaan. Tahun depan diyakini menjanjikan, dimana beberapa faktor yang memicu inflasi di awal tahun 2022 sudah mulai memudar.