Mengungkap Opsi Menambal Pendanaan Kereta Cepat Beserta Risikonya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah resmi memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT KCIC (Kereta Cepat Indonesia China) sebesar Rp3,2 triliun. Tujuan utamanya agar proyek tersebut bisa rampung pada pertengahan tahun 2023.
Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian dan Angkutan Jalan Antar Kota MTI, Aditya Dwi Laksana mengungkapkan, beberapa kemungkinan yang menjadi dasar Pemerintah menggunakan PMN untuk menambal kekurangan biaya pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung .
Menurut Aditya, sebetulnya ada beberapa opsi lagi selain menggunakan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) untuk mendanai proyek tersebut. Namun setiap skema pembiayaan tentu memiliki risikonya masing-masing. Akhirnya PMN dipilih karena mengandung tingkat risiko yang tidak terlalu tinggi.
"Bisa juga melalui penerbitan obligasi, tetapi obligasi ini tergantung pada prospek bisnis ke depan, khawatirnya nanti obligasi tidak diminati karena menang potensi dan prospek bisnisnya masih belum jelas," ujar Aditya dalam Market Review IDXChannel, Selasa (3/1/2023).
Selanjutnya opsi lainnya jika tidak menggunakan dana PMN, bisa juga dengan mengurangi presentase kepemilikan dari proyek KCIC tersebut, misalnya porsi kepemilikan China lebih besar dari Indonesia. Supaya pembengkakan yang ditanggung Indonesia bisa lebih kecil.
Akan tetapi hal tersebut bakal berat dilakukan, sebab proyek ini sudah dilabeli lebih dahulu oleh Pemerintah sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Sehingga menurutnya hal itu akan berpengaruh terhadap kemandirian KCIC dalam kontribusinya terhadap Negara. Sebab kepemilikan Indonesia lebih kecil.
"Bisa juga melalui pinjaman, kalau pinjaman ini akan ada tambahan pembayaran pokok dan bunga ke depannya, seberapa besar itu akan membebani KCIC," sambungnya.
Sedangkan menurut Aditya, bisnis transportasi seperti KCIC tidak bisa jika hanya mengandalkan pemasukan dari penjualan tiket saja. Sebab beban operasional sendiri nantinya sudah cukup besar. Hal tersebut yang menurut Aditya opsi pinjaman akan sulit diambil oleh konsorsium Indonesia.
Sekedar informasi, berdasarkan hasil review dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pembengkakan biaya pada proyek tersebut mencapai USD 1,45 miliar atau sekitar Rp 21 triliun.
"Perlu dicarikan solusi yang tidak memberatkan ke depannya, kalau solusinya berupa PMN yang bersumber dari APBN, seberapa kuat APBN kita kalau mengalokasikan untuk kereta cepat," pungkasnya.
Baca Juga
Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian dan Angkutan Jalan Antar Kota MTI, Aditya Dwi Laksana mengungkapkan, beberapa kemungkinan yang menjadi dasar Pemerintah menggunakan PMN untuk menambal kekurangan biaya pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung .
Menurut Aditya, sebetulnya ada beberapa opsi lagi selain menggunakan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) untuk mendanai proyek tersebut. Namun setiap skema pembiayaan tentu memiliki risikonya masing-masing. Akhirnya PMN dipilih karena mengandung tingkat risiko yang tidak terlalu tinggi.
"Bisa juga melalui penerbitan obligasi, tetapi obligasi ini tergantung pada prospek bisnis ke depan, khawatirnya nanti obligasi tidak diminati karena menang potensi dan prospek bisnisnya masih belum jelas," ujar Aditya dalam Market Review IDXChannel, Selasa (3/1/2023).
Selanjutnya opsi lainnya jika tidak menggunakan dana PMN, bisa juga dengan mengurangi presentase kepemilikan dari proyek KCIC tersebut, misalnya porsi kepemilikan China lebih besar dari Indonesia. Supaya pembengkakan yang ditanggung Indonesia bisa lebih kecil.
Akan tetapi hal tersebut bakal berat dilakukan, sebab proyek ini sudah dilabeli lebih dahulu oleh Pemerintah sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Sehingga menurutnya hal itu akan berpengaruh terhadap kemandirian KCIC dalam kontribusinya terhadap Negara. Sebab kepemilikan Indonesia lebih kecil.
"Bisa juga melalui pinjaman, kalau pinjaman ini akan ada tambahan pembayaran pokok dan bunga ke depannya, seberapa besar itu akan membebani KCIC," sambungnya.
Sedangkan menurut Aditya, bisnis transportasi seperti KCIC tidak bisa jika hanya mengandalkan pemasukan dari penjualan tiket saja. Sebab beban operasional sendiri nantinya sudah cukup besar. Hal tersebut yang menurut Aditya opsi pinjaman akan sulit diambil oleh konsorsium Indonesia.
Sekedar informasi, berdasarkan hasil review dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pembengkakan biaya pada proyek tersebut mencapai USD 1,45 miliar atau sekitar Rp 21 triliun.
"Perlu dicarikan solusi yang tidak memberatkan ke depannya, kalau solusinya berupa PMN yang bersumber dari APBN, seberapa kuat APBN kita kalau mengalokasikan untuk kereta cepat," pungkasnya.
(akr)