Kebijakan Hilirisasi Bisa buat Indonesia Raup Rp8.440 Triliun di 2035
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan hilirisasi masih terus menjadi fokus pemerintah untuk memberikan nilai tambah. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, tak tanggung-tanggung, potensi hilirisasi jika berjalan sesuai dengan rencana, sampai dengan tahun 2035 mencapai USD545,3 miliar atau sekitar Rp8.440 triliun (kurs Rp15.500).
"Potensi hilirisasi kalau kita fokus sampai dengan tahun 2035 ini sebesar USD545,3 miliar dari 8 komoditas," kata Bahlil, dalam Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah se-Indonesia yang disiarkan melalui YouTube Kementerian Dalam Negeri, Selasa (17/1/2023).
Bahlil menyebut, kebijakan hilirisasi harus dilakukan jika ingin Indonesia naik kelas dari negara berkembang menjadi negara maju. Sulit jika hanya mengandalkan APBN semata untuk menjadi negara maju.
"Kalau mau negara kita menuju maju, kita tidak bisa mengharap APBN yang hanya sekitar 18% dari kontribusi terhadap GDP. Jadi mau tidak mau kita melakukan hilirisasi," ujarnya.
Salah satu bukti dari berhasilnya kebijakan hilirisasi, menurut Bahlil, adalah yang terjadi pada nikel. Pada tahun 2017 hingga 2018, nilai tambah dari sektor nikel hanya mencapai USD 3,3 miliar.
Namun, setelah adanya pelarangan ekspor bijih nikel dan dilakukan hilirisasi, maka nilai tambahnya meningkat hingga USD20,9 miliar. Sehingga ke depan pemerintah berencana untuk melarang ekspor beberapa komoditas lain seperti bauksit dan timah.
"Artinya ini adalah sebuah prospek, jadi mohon maaf kita sekarang sudah melarang beberapa komoditas yang kita ekspor termasuk nikel, tahun ini bauksit. Ke depan kita akan larang lagi timah, kalau ini kita mampu lakukan maka kita ciptakan lapangan pekerjaan yang berkualitas," pungkasnya.
Baca Juga
"Potensi hilirisasi kalau kita fokus sampai dengan tahun 2035 ini sebesar USD545,3 miliar dari 8 komoditas," kata Bahlil, dalam Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah se-Indonesia yang disiarkan melalui YouTube Kementerian Dalam Negeri, Selasa (17/1/2023).
Bahlil menyebut, kebijakan hilirisasi harus dilakukan jika ingin Indonesia naik kelas dari negara berkembang menjadi negara maju. Sulit jika hanya mengandalkan APBN semata untuk menjadi negara maju.
"Kalau mau negara kita menuju maju, kita tidak bisa mengharap APBN yang hanya sekitar 18% dari kontribusi terhadap GDP. Jadi mau tidak mau kita melakukan hilirisasi," ujarnya.
Salah satu bukti dari berhasilnya kebijakan hilirisasi, menurut Bahlil, adalah yang terjadi pada nikel. Pada tahun 2017 hingga 2018, nilai tambah dari sektor nikel hanya mencapai USD 3,3 miliar.
Namun, setelah adanya pelarangan ekspor bijih nikel dan dilakukan hilirisasi, maka nilai tambahnya meningkat hingga USD20,9 miliar. Sehingga ke depan pemerintah berencana untuk melarang ekspor beberapa komoditas lain seperti bauksit dan timah.
"Artinya ini adalah sebuah prospek, jadi mohon maaf kita sekarang sudah melarang beberapa komoditas yang kita ekspor termasuk nikel, tahun ini bauksit. Ke depan kita akan larang lagi timah, kalau ini kita mampu lakukan maka kita ciptakan lapangan pekerjaan yang berkualitas," pungkasnya.
(uka)