Bos Perusahaan Pupuk Serukan Negara-negara Kurangi Ketergantungan ke Rusia

Kamis, 19 Januari 2023 - 07:11 WIB
loading...
Bos Perusahaan Pupuk Serukan Negara-negara Kurangi Ketergantungan ke Rusia
Bos salah satu perusahaan pupuk terbesar di dunia memperingatkan, bahwa negara-negara perlu mengurangi ketergantungan mereka pada Rusia. Foto/Dok
A A A
DAVOS - Bos salah satu perusahaan pupuk terbesar di dunia memperingatkan, bahwa negara-negara perlu mengurangi ketergantungan mereka pada Rusia setelah invasinya ke Ukraina mengganggu pasokan dan membuat harga pangan global meningkat tajam.



Svein Tore Holsether dari Yara juga mengatakan, bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin telah menggunakan pangan sebagai senjata dan dampaknya dirasakan seluruh dunia. Rusia seperti diketahui merupakan pengekspor utama pupuk dan bahan kimia yang digunakan untuk membuatnya.

Tetapi perang Rusia Ukraina telah menyebabkan, terjadinya masalah pasokan dan menaikkan harga gas alam yang merupakan kunci untuk memproduksi pupuk. Akibatnya, harga pupuk global telah mencapai level tertinggi dan memaksa petani untuk menaikkan harga pangan, hingga akhirnya memberikan tekanan pada konsumen di seluruh dunia.

"Putin telah menggunakan energi dan pangan sebagai senjata," kata Holsether kepada BBC pada awal Forum Ekonomi Dunia di Davos.

"Ada pepatah, 'bodohi aku sekali, membuat malu. Membodohiku dua kali, itu mempermalukanku'."

Apa yang disampaikan Svein Tore Holsether senada dengan kekhawatiran Dana Moneter Internasional atau IMF. Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva mengatakan, dunia harus "mengalihkan perhatian mulai hari ini ke pupuk, karena di sinilah kita melihat ancaman khusus untuk produksi pangan dan harga pangan pada tahun 2023".

Dia menambahkan: "Harga pupuk tetap sangat tinggi. Produksi amonia (yang digunakan untuk membuat pupuk) di Uni Eropa, misalnya, menyusut secara dramatis. Semua ini terhubung, tentu saja, dengan dampak perang Rusia terhadap harga gas dan ketersediaan gas."



Rusia disebutkan telah menimbun pupuk untuk keperluan rumah tangga pada tahun lalu. Sementara ekspornya menurun, rekor harga yang dibayarkan untuk pupuk menyebabkan peningkatan 70% dalam pendapatan ekspor, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB.

Moskow meningkatkan, ekspor ke negara-negara seperti India dan Turki. Rusia juga menghasilkan sejumlah besar nutrisi, seperti kalium dan fosfat - bahan utama dalam pupuk, yang memacu tanaman untuk dapat tumbuh.

Holsether menyebut ketergantungan ini sebagai "senjata yang ampuh". Dia mencontohkan, setengah dari produksi pangan dunia bergantung pada pupuk. "Jika Anda melihat gangguan signifikan pada hal ini, maka itu bakal menjadi senjata yang sangat kuat."

Dampak Serius

Pekan lalu para ekonom melaporkan bahwa peningkatan tajam biaya pupuk dapat menurunkan hasil produksi pangan sedemikian rupa. Sehingga pada akhir dekade, peningkatan lahan pertanian yang setara dengan "ukuran sebagian besar Eropa Barat" akan diperlukan untuk memenuhi permintaan secara global.

Ini berarti "dampaknya serius" bagi deforestasi, keanekaragaman hayati, dan emisi karbon, tambah mereka. Dr Peter Alexander dari School of Geosciences di Universitas Edinburgh mengatakan: "Ini bisa menjadi akhir dari era makanan murah.

Sementara hampir semua orang akan merasakan dampaknya, kelompok termiskin di masyarakat, yang mungkin sudah berjuang untuk membeli makanan sehat yang cukup, bakal terkena tekanan paling berat.

"Sementara harga pupuk turun dari puncak awal tahun ini, mereka tetap tinggi dan ini mungkin masih mempengaruhi inflasi harga pangan yang terus tinggi pada tahun 2023."

Tingginya harga pupuk tinggi yang berkepanjangan dapat meningkatkan harga pangan sebesar 74% dari level 2021 pada akhir tahun ini. Studi tersebut memperkirakan, ada kekhawatiran bahwa "bisa meningkatkan angka kematian dan lebih dari 100 juta orang kekurangan gizi jika lonjakan harga pupuk terus berlanjut".

Bos Yara, Holsether memperingatkan, bahwa dampak dari semua ini dirasakan di seluruh dunia.

"Rusia adalah pengekspor pupuk terbesar di dunia, sehingga akan memiliki implikasi global. Kami telah melihat beberapa gangguan sudah terjadi dan ada kebutuhan pupuk Rusia untuk mempertahankan produksi pangan global," katanya.

"Tapi pesan saya di sini adalah bahwa kita juga perlu memikirkan fase berikutnya untuk mengurangi, untuk menghindari ketergantungan pada Rusia. Karena ketika itu digunakan sebagai senjata dalam perang, kita tidak bisa kembali seperti dulu," paparnya.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1876 seconds (0.1#10.140)