Sri Mulyani dan Luhut Sepakat Revisi Aturan Pajak Migas

Jum'at, 23 September 2016 - 19:00 WIB
Sri Mulyani dan Luhut Sepakat Revisi Aturan Pajak Migas
Sri Mulyani dan Luhut Sepakat Revisi Aturan Pajak Migas
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Panjaitan akhirnya sepakat merevisi PP No.79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakukan Pajak Penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi (Migas).

(Baca Juga: Luhut dan Sri Mulyani Beda Pendapat soal Aturan Pajak Migas)

Sebelumnya implementasi dalam PP ini, kontraktor dibebankan dengan biaya-biaya perpajakan dari pemerintah yang harus mereka bayar yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Masuk, Pajak Daerah dan retribusi daerah yang nantinya akan dikembalikan dalam bentuk cost recovery. Hal ini sempat disampaikan oleh Luhut akhirnya tidak menarik bagi kontraktor Migas.

Dalam revisi PP 79 tersebut, Sri Mulyani dan Luhut sepakat untuk mengubah beberapa poin. Menkeu menjelaskan perubahan ini akan mencerminkan keadilan, baik dari segi manajemen risiko dalam revenue dan manfaat di bidang usaha hulu migas.

"Pertama, kita akan beri fasilitas perpajakan pada masa eksplorasi yaitu PPN, impor dan bea masuk serta PPN dalam negeri," jelas Sri Mulyani di kantornya, Jakarta, Jumat (23/9/2016).

(Baca Juga: Minat Investor Rendah, Aturan Pajak Migas Perlu Perbaikan)

Lanjut dia, kedua PBB ini akan masuk dalam fasilitas perpajakan yang ditanggung pemerintah pada masa eksplorasi hanya dalam rangka mempertimbangkan keekonomian proyek.

Ketiga, dalam usulan revisi PP tersebut, pemerintah akan beri pembebasan pajak penghasilan pemotongan atas pembebanan biaya operasi fasilitas bersama atau cost sharing oleh kontraktor dalam rangka pemanfaatan barang milik negara di bidang hulu migas dan alokasi biaya overhead kantor pusat.

"Pemberian fasilitas perpajakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan," kata dia.

Keempat, adanya kejelasan fasilitas-fasilitas non fiskal misalnya investment credit, depresiasi dipercepat dan DMO holiday. Kelima, konsep bagi hasil penerimaan negara sliding scale dimana pemerintah akan mendapatkan bagi hasil yang lebih apabila harga minyak meningkat sangat tinggi.

"Dengan adanya revisi ini diharap kegiatan sektor hulu minyak akan lebih menarik dan nilai dari keekonomian proyek akan meningkat," pungkasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4445 seconds (0.1#10.140)