Pengelolaan APBN 2014 Dinilai Belum Penuhi UU
A
A
A
JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi PDIP Daniel Lumban Tobing mengatakan, pengelolaan APBN 2014 belum memenuhi peraturan perundang-perundangan, khususnya untuk Direktorat Jenderal Pajak. Terlebih lagi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan APBN tidak efisien.
Hal ini terkait temuan BPK terhadap perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Perjanjian Karya Pengusaha Batubara (PKP2B) generasi yang tidak konsisten, sehingga Rp1,21 triliun tidak bisa ditelusuri.
Namun demikian, ujar Daniel, FPDIP mengapresiasi pemerintah telah memenuhi transparansi fiskal meskipun FPDIP menilai APBN masih ditemukan ketidak efisienan.
"Kejelasan reward dan punishment harus ditetapkan terhadap pemerintah agar tidak terjadi kesalahan berulang. Kami dari FPDIP mendesak pemerintah agar tertib anggaran serta perencanaan," katanya dalam Rapat Paripurna di DPR, Jakarta, Rabu (1/7/2015).
Sementara, anggota dari fraksi Golkar Zulfadhli mengatakan, pemerintah hendaknya menyusun asumsi makro yang lebih realistis untuk menjaga kredibilitas APBN.
"Menjaga sumber-sumber pertumbuhan, APBN sebagai stimulus ekonomi, penyebaran sumber pertumbuhan khususnya di luar Jawa dan menyebabkan kerentanan pertumbuhan," ujar dia.
Menurutnya, inflasi saat ini 8,32% jauh dari target 7%. Fraksi Partai Golkar mengingatkan inflasi bukan hanya angka, tapi beban bagi masyarakat.
"Pendapatan pajak kita saat ini turun di 95,8%. Penurunannya akibat rendahnya penerimaan perpajakan. Pemerintah harus mengoptimalkan data Wajib Pajak dan Objek Pajak, seiring pertumbuhan kelas menengah," pungkasnya.
Hal ini terkait temuan BPK terhadap perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Perjanjian Karya Pengusaha Batubara (PKP2B) generasi yang tidak konsisten, sehingga Rp1,21 triliun tidak bisa ditelusuri.
Namun demikian, ujar Daniel, FPDIP mengapresiasi pemerintah telah memenuhi transparansi fiskal meskipun FPDIP menilai APBN masih ditemukan ketidak efisienan.
"Kejelasan reward dan punishment harus ditetapkan terhadap pemerintah agar tidak terjadi kesalahan berulang. Kami dari FPDIP mendesak pemerintah agar tertib anggaran serta perencanaan," katanya dalam Rapat Paripurna di DPR, Jakarta, Rabu (1/7/2015).
Sementara, anggota dari fraksi Golkar Zulfadhli mengatakan, pemerintah hendaknya menyusun asumsi makro yang lebih realistis untuk menjaga kredibilitas APBN.
"Menjaga sumber-sumber pertumbuhan, APBN sebagai stimulus ekonomi, penyebaran sumber pertumbuhan khususnya di luar Jawa dan menyebabkan kerentanan pertumbuhan," ujar dia.
Menurutnya, inflasi saat ini 8,32% jauh dari target 7%. Fraksi Partai Golkar mengingatkan inflasi bukan hanya angka, tapi beban bagi masyarakat.
"Pendapatan pajak kita saat ini turun di 95,8%. Penurunannya akibat rendahnya penerimaan perpajakan. Pemerintah harus mengoptimalkan data Wajib Pajak dan Objek Pajak, seiring pertumbuhan kelas menengah," pungkasnya.
(izz)