Pengusaha Pertanyakan Larangan Truk Beroperasi di Tahun Baru
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTI) mempertanyakan keputusan Kementerian Perhubungan, selaku regulator perhubungan angkutan darat, melarang truk beroperasi selama lima hari per 30 Desember 2015 hingga 3 Januari 2016.
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia, Kyatmaja Lookman mengatakan, pemerintah baru bertindak, tiba masa tiba akal saat kemacetan Natal dan Tahun Baru dibebani kepada publik.
"Kenapa harus angkutan barang yang jadi kambing hitam. Seharusnya larangan itu dimulai sejak awal. Jangan tiba masa tiba akal, baru dilarang. Kalau mau adil masa liburan Natal dan Tahun Baru dilakukan seperti perencanaan Lebaran 2015," ujarnya, Sabtu (27/12/2015).
Dia beralasan bahwa akhir tahun merupakan masa closing bagi perusahaan pemilik barang untuk mengejar target yang tak tercapai pada kuartal sebelumnya. Melalui larangan tersebut, pihaknya di asosiasi logistik menilai ada kemunduran bagi pertumbuhan ekonomi.
Baca:
Dirjen Perhubungan Darat Mundur
Alasan Dirjen Perhubungan Darat Mengundurkan Diri
Kadin Apresiasi Dirjen Perhubungan Darat Mengundurkan Diri
"Perlu diketahui angkutan barang sedang melakukan persiapan penutupan akhir tahun agar tercapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Dengan adanya larangan ini target tutup tahun teman-teman pemilik barang bisa tidak tercapai. Padahal kita sedang melalui masa paceklik panjang," terangnya.
Kyatmaja menambahkan, bahwa di negara-negara maju, tidak pernah ada pengumuman larangan truk melintas sebab bisa menambah biaya logistik. Di sisi lain, pemerintah sedang gencar menurunkan biaya logistik yang tinggi.
"Tidak tahukah pemerintah jika stop operasi akan meningkatkan storage cost, inventory, capital, vehicle utilisation dan sebagainya. Sungguh ironis kita ini mau menaikkan cost atau mengurangi logistic cost. Antisipasilah yang betul jika terpaksa ditutup lakukan sesingkat mungkin bukan seperti ini," tegasnya.
Sebagai informasi, Kementerian Perhubungan mengeluarkan surat edaran berupa larangan pengoperasian angkutan barang pada masa angkutan natal dan tahun baru 2015. Surat Edaran Nomor 48 tahun 2015, tanggal 25 Desember 2015 tersebut ditujukan kepada Kapolri maupun pejabat pemerintah daerah setempat, di antaranya larangan operasi kendaraan angkutan barang jenis pengangkut bahan bangunan, kereta tempelan (truk tempelan), serta kereta gandengan (truk gandengan), kendaraan kontainer; serta kendaraan pengangkut barang dengan sumbu lebih dari 2 (dua). Larangan tersebut berlaku sejak 30 Desember 2015 sampai dengan 3 Januari 2016.
Larangan tersebut, tak berlaku bagi kendaraan pengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Bahan Bakar Gas (BBG), ternak, bahan pokok (beras, gula pasir, terigu, minyak goreng, cabe merah, bawang merah, kacang tanah, daging sapi, daging ayam, dan telur), pupuk, susu murni; barang antaran pos, barang ekspor/impor dari dan ke pelabuhan ekspor/impor seperti Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, dan Makassar. Selain itu, secara khusus pengangkutan bahan pokok yang tidak tahan lama dan cepat rusak yang melalui moda darat diberikan prioritas.
Dalam edaran tersebut, ditegaskan apabila terjadi gangguan arus lalu lintas dan angkutan jalan, maka untuk mengatasi kondisi tersebut, perlu segera mengambil langkah-langkah antisipasi dan proaktif berkoordinasi dengan aparat pemerintah, antara lain Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Tentara Nasional Indonesia serta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Adapun, pelanggaran terhadap rambu larangan dan rambu perintah, dikenakan sanksi sesuai Pasal 287 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Selain Surat Edaran Menteri Perhubungan tersebut, Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan juga mengeluarkan Surat yang ditujukan kepada Menteri PU & Pera dan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol, tentang Pembayaran Jalan Tol, yang meminta peningkatan layanan jalan tol, khususnya pada proses pembayaran pada pintu gerbang jalan tol dengan menerapkan pembayaran memanfaatkan sarana teknologi.
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia, Kyatmaja Lookman mengatakan, pemerintah baru bertindak, tiba masa tiba akal saat kemacetan Natal dan Tahun Baru dibebani kepada publik.
"Kenapa harus angkutan barang yang jadi kambing hitam. Seharusnya larangan itu dimulai sejak awal. Jangan tiba masa tiba akal, baru dilarang. Kalau mau adil masa liburan Natal dan Tahun Baru dilakukan seperti perencanaan Lebaran 2015," ujarnya, Sabtu (27/12/2015).
Dia beralasan bahwa akhir tahun merupakan masa closing bagi perusahaan pemilik barang untuk mengejar target yang tak tercapai pada kuartal sebelumnya. Melalui larangan tersebut, pihaknya di asosiasi logistik menilai ada kemunduran bagi pertumbuhan ekonomi.
Baca:
Dirjen Perhubungan Darat Mundur
Alasan Dirjen Perhubungan Darat Mengundurkan Diri
Kadin Apresiasi Dirjen Perhubungan Darat Mengundurkan Diri
"Perlu diketahui angkutan barang sedang melakukan persiapan penutupan akhir tahun agar tercapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Dengan adanya larangan ini target tutup tahun teman-teman pemilik barang bisa tidak tercapai. Padahal kita sedang melalui masa paceklik panjang," terangnya.
Kyatmaja menambahkan, bahwa di negara-negara maju, tidak pernah ada pengumuman larangan truk melintas sebab bisa menambah biaya logistik. Di sisi lain, pemerintah sedang gencar menurunkan biaya logistik yang tinggi.
"Tidak tahukah pemerintah jika stop operasi akan meningkatkan storage cost, inventory, capital, vehicle utilisation dan sebagainya. Sungguh ironis kita ini mau menaikkan cost atau mengurangi logistic cost. Antisipasilah yang betul jika terpaksa ditutup lakukan sesingkat mungkin bukan seperti ini," tegasnya.
Sebagai informasi, Kementerian Perhubungan mengeluarkan surat edaran berupa larangan pengoperasian angkutan barang pada masa angkutan natal dan tahun baru 2015. Surat Edaran Nomor 48 tahun 2015, tanggal 25 Desember 2015 tersebut ditujukan kepada Kapolri maupun pejabat pemerintah daerah setempat, di antaranya larangan operasi kendaraan angkutan barang jenis pengangkut bahan bangunan, kereta tempelan (truk tempelan), serta kereta gandengan (truk gandengan), kendaraan kontainer; serta kendaraan pengangkut barang dengan sumbu lebih dari 2 (dua). Larangan tersebut berlaku sejak 30 Desember 2015 sampai dengan 3 Januari 2016.
Larangan tersebut, tak berlaku bagi kendaraan pengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Bahan Bakar Gas (BBG), ternak, bahan pokok (beras, gula pasir, terigu, minyak goreng, cabe merah, bawang merah, kacang tanah, daging sapi, daging ayam, dan telur), pupuk, susu murni; barang antaran pos, barang ekspor/impor dari dan ke pelabuhan ekspor/impor seperti Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, dan Makassar. Selain itu, secara khusus pengangkutan bahan pokok yang tidak tahan lama dan cepat rusak yang melalui moda darat diberikan prioritas.
Dalam edaran tersebut, ditegaskan apabila terjadi gangguan arus lalu lintas dan angkutan jalan, maka untuk mengatasi kondisi tersebut, perlu segera mengambil langkah-langkah antisipasi dan proaktif berkoordinasi dengan aparat pemerintah, antara lain Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Tentara Nasional Indonesia serta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Adapun, pelanggaran terhadap rambu larangan dan rambu perintah, dikenakan sanksi sesuai Pasal 287 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Selain Surat Edaran Menteri Perhubungan tersebut, Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan juga mengeluarkan Surat yang ditujukan kepada Menteri PU & Pera dan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol, tentang Pembayaran Jalan Tol, yang meminta peningkatan layanan jalan tol, khususnya pada proses pembayaran pada pintu gerbang jalan tol dengan menerapkan pembayaran memanfaatkan sarana teknologi.
(dmd)