DPR Diminta Tak Sandera RUU Pengampunan Pajak
A
A
A
JAKARTA - Kalangan pengamat dan akademisi menyesali sikap DPR yang menunda pembahasan RUU Pengampunan Pajak (tax amnesty). DPR seharusnya tidak menyandera RUU tersebut.
Guru Besar Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Gunadi menyesalkan tindakan DPR tersebut karena akan mengancam pembangunan nasional dan kesejahteraan wong cilik. Tanpa ada peningkatan penerimaan pajak dari basis pajak baru melalui tax amnesty, pemerintah terpaksa akan memangkas anggaran pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
Menurutnya, jika DPR ingin membantu kinerja penerimaan negara, DPR seharusnya bisa mendahulukan pembahasan RUU Pengampunan Pajak. "Pengampunan pajak ini urgensinya tinggi agar kita sebagai bangsa bisa maju ke depan. Selain tambahan penerimaan, pengampunan pajak akan memperluas basis pajak," ujar dia dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (4/3/2016).
Dia menuturkan, manfaat lain dari pengampunan pajak juga sangat banyak mengingat program ini menyasar repatriasi aset orang-orang Indonesia yang selama ini banyak disembunyikan di luar negeri.
"Dana-dana yang kembali ke dalam negeri dari pengampunan pajak bisa bermanfaat untuk menambah likuiditas perbankan hingga menumbuhkan investasi," katanya.
Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan Roni Bako berharap para anggota DPR mau mendahulukan pembahasan RUU Pengampunan Pajak. Tanpa pengampunan pajak, mustahil target penerimaan pajak sebesra Rp1.360,1 triliun dapat tercapai.
Kalau pengampunan pajak tertunda lebih lama atau bahkan batal dilaksanakan tahun ini, maka pemerintah akan memangkas anggaran belanja. "Kalau pemerintah mau balas dendam, sekalian saja dipangkas belanja barangnya DPR. Kan penerimaannya juga kurang gara-gara mereka menunda pembahasan," ujar Roni.
Dia menilai DPR seharusnya bijaksana, karena pengampunan pajak untuk kepentingan rakyat. "Kalau tidak ada tambahan penerimaan pajak, pembangunan akan tersendat dan itu tanggung jawab moral DPR sebagai wakil rakyat," pungkasnya.
Guru Besar Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Gunadi menyesalkan tindakan DPR tersebut karena akan mengancam pembangunan nasional dan kesejahteraan wong cilik. Tanpa ada peningkatan penerimaan pajak dari basis pajak baru melalui tax amnesty, pemerintah terpaksa akan memangkas anggaran pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
Menurutnya, jika DPR ingin membantu kinerja penerimaan negara, DPR seharusnya bisa mendahulukan pembahasan RUU Pengampunan Pajak. "Pengampunan pajak ini urgensinya tinggi agar kita sebagai bangsa bisa maju ke depan. Selain tambahan penerimaan, pengampunan pajak akan memperluas basis pajak," ujar dia dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (4/3/2016).
Dia menuturkan, manfaat lain dari pengampunan pajak juga sangat banyak mengingat program ini menyasar repatriasi aset orang-orang Indonesia yang selama ini banyak disembunyikan di luar negeri.
"Dana-dana yang kembali ke dalam negeri dari pengampunan pajak bisa bermanfaat untuk menambah likuiditas perbankan hingga menumbuhkan investasi," katanya.
Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan Roni Bako berharap para anggota DPR mau mendahulukan pembahasan RUU Pengampunan Pajak. Tanpa pengampunan pajak, mustahil target penerimaan pajak sebesra Rp1.360,1 triliun dapat tercapai.
Kalau pengampunan pajak tertunda lebih lama atau bahkan batal dilaksanakan tahun ini, maka pemerintah akan memangkas anggaran belanja. "Kalau pemerintah mau balas dendam, sekalian saja dipangkas belanja barangnya DPR. Kan penerimaannya juga kurang gara-gara mereka menunda pembahasan," ujar Roni.
Dia menilai DPR seharusnya bijaksana, karena pengampunan pajak untuk kepentingan rakyat. "Kalau tidak ada tambahan penerimaan pajak, pembangunan akan tersendat dan itu tanggung jawab moral DPR sebagai wakil rakyat," pungkasnya.
(izz)