Konsumen Cerdas di Tengah Gempuran Produk Impor via Online
A
A
A
JAKARTA - Cintailah produk dalam negeri, kalimat yang sering muncul dalam iklan layanan masyarakat di layar televisi ini mungkin nampak sederhana. Namun, seruan tersebut menjadi sangat penting saat ini pada saat Indonesia menghadapi serbuan produk impor di tengah pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Pemberlakuan MEA akan menciptakan kesatuan pasar dan basis produksi di Asia Tenggara, yang memungkinkan arus barang, jasa, investasi, dan modal hilir mudik dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara tanpa hambatan. Tak ayal, barang-barang impor pun terus menyerbu dan semakin menjamur di Tanah Air serta mengancam eksistensi produk lokal.
Era bebas hambatan ini juga didukung perkembangan teknologi yang semakin pesat. Smartphone yang tersambung langsung dengan jaringan internet menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat seiring semakin meningkat pengguna media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram.
Hal ini menjadi kesempatan emas bagi negara lain. Produk bermerek luar negeri tak hanya dipasarkan di pasar konvensional, tapi juga dipasarkan lewat online. Bahkan, tak hanya produk fashion ataupun elektronik impor yang menjamur di jejaring sosial, produk makanan impor yang tidak bertahan lama juga dijual lewat online.
Beberapa produk makanan impor seperti susu, krim roti, cemilan, hingga makanan bayi dijual bebas lewat situs online shop ataupun media sosial. Sayangnya, penjualan makanan impor lewat media online masih belum dibarengi dengan kualitas dan standar yang benar sehingga merugikan konsumen.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan, produk pangan impor yang beredar secara masif di internet belum memenuhi standar yang ditetapkan. Tidak semua produk pangan yang beredar secara online memiliki izin edar, sehingga konsumen perlu berhati-hati.
Mirisnya lagi, makanan impor yang beredar di toko online dan tidak memiliki izin edar adalah produk yang banyak dibutuhkan masyarakat, termasuk makanan pendamping air susu ibu (MPASI). Jika produknya tidak tercatat di BPOM atau Kementerian Kesehatan, maka kualitasnya patut dipertanyakan.
BPOM lewat operasi Opson V Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia, serta Ditjen Bea dan Cukai belum lama ini membongkar sindikat perdagangan pangan ilegal di 13 wilayah di Indonesia. Operasi yang dilaksanakan selama Januari hingga Februari 2016 berhasil menemukan dan menyita pangan ilegal sebanyak 4,6 juta lebih dengan nilai ekonomi mencapai lebih dari Rp18 miliar.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Daryatmo sepakat dengan temuan BPOM tersebut. Kebanyakan produk makanan online yang dijual lewat internet tidak memiliki izin edar, bahkan tidak memiliki izin edar lebih banyak dijual lewat internet ketimbang lewat offline.
"(Produk makanan impor) Ada yang ada izinnya, dan ada yang enggak ada. Cuma biasanya yang tidak ada izin edarnya itu kebanyakan melalui online. Kalau lewat offline dia bisa kena inspeksi lewat BPOM. Kalau online bagaimana dia inspeksinya," beber dia belum lama ini.
Teliti sebelum membeli
Peredaran makanan impor yang dijual di toko online sulit diawasi. Bahkan antara konsumen dan penjual pun tidak perlu bertatap muka. Jual-beli online pada dasarnya menganut azas kepercayaan. Sayangnya, kepercayaan yang sudah diberikan konsumen tak jarang disalahgunakan sejumlah pihak hanya demi memperoleh keuntungan semata.
YLKI mengaku telah menerima banyak pengaduan dari konsumen terkait penjualan makanan lewat online. Pengawasan terhadap produk makanan yang dijual online agak sulit, sebab tidak semua toko online mendeskripsikan produknya secara detail.
Sebab itu, konsumen harus teliti sebelum membeli dan proaktif mengecek informasi produk makanan dengan lengkap. Konsumen juga sebaiknya menghindarkan membeli produk makanan dari akun individu seperti di Instagram.
"Sebaiknya dihindari membeli produk dari akun individu kayak Instagram. Kalau ada masalah dia akan kesulitan, kalaupun lewat website, pastikan ada alamat dan hotline yang bisa dihubungi," tuturnya.
Daryatmo menambahkan, konsumen juga dituntut lebih teliti untuk memastikan rekening pemilik toko online atas nama perusahaan, dan bukan atas nama pribadi. Sebab, jika atas nama perusahaan maka konsumen akan lebih mudah melacak jika terjadi penipuan. "Kalau pakai rekening pribadi, ya susah juga kalau ada masalah," ujar dia.
Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong usai acara Pencanangan "Strategi Nasional Perlindungan Konsumen" sempat menyinggung pentingnya menjadi konsumen cerdas dalam memilih produk. Bahkan, pria yang akrab disapa Tom Lembong ini menuntut konsumen lebih cerewet jika ingin membeli produk, terlebih produk yang dijual di toko online.
Pasalnya, ketelitian konsumen juga dapat menjadi masukan bagi produsen agar memperbaiki kualitas produknya. "Jangan dipendam saja, harus diutarakan. Karena itu juga penting untuk masukan ke produsen atau penyedia jasanya untuk meningkatkan mutu dan daya saing," ucap Tom.
Senada dengan Tom, Kepala BPOM Roy Sparingga juga meminta masyarakat berhati-hati sebelum membeli barang. Pastikan untuk menanyakan detail produk, mulai dari izin edar, tanggal kadaluarsa hingga mengecek kondisi kemasan. Konsumen perlu lebih cerdas agar tidak menyesal di kemudian hari.
Tak hanya itu, Roy juga mengingatkan agar konsumen tidak terlena dengan iming-iming harga yang murah dan klaim produk yang terlalu berlebihan. Biasakan untuk mendahulukan produk lokal ketimbang produk impor, apalagi yang tidak jelas kualitasnya.
"Waspada dengan iklan dan klaim pangan yang berlebihan, pangan diklaim sebagai obat atau menyembuhkan. Waspada juga dengan produk yang murah," tandasnya.
Pemberlakuan MEA akan menciptakan kesatuan pasar dan basis produksi di Asia Tenggara, yang memungkinkan arus barang, jasa, investasi, dan modal hilir mudik dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara tanpa hambatan. Tak ayal, barang-barang impor pun terus menyerbu dan semakin menjamur di Tanah Air serta mengancam eksistensi produk lokal.
Era bebas hambatan ini juga didukung perkembangan teknologi yang semakin pesat. Smartphone yang tersambung langsung dengan jaringan internet menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat seiring semakin meningkat pengguna media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram.
Hal ini menjadi kesempatan emas bagi negara lain. Produk bermerek luar negeri tak hanya dipasarkan di pasar konvensional, tapi juga dipasarkan lewat online. Bahkan, tak hanya produk fashion ataupun elektronik impor yang menjamur di jejaring sosial, produk makanan impor yang tidak bertahan lama juga dijual lewat online.
Beberapa produk makanan impor seperti susu, krim roti, cemilan, hingga makanan bayi dijual bebas lewat situs online shop ataupun media sosial. Sayangnya, penjualan makanan impor lewat media online masih belum dibarengi dengan kualitas dan standar yang benar sehingga merugikan konsumen.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan, produk pangan impor yang beredar secara masif di internet belum memenuhi standar yang ditetapkan. Tidak semua produk pangan yang beredar secara online memiliki izin edar, sehingga konsumen perlu berhati-hati.
Mirisnya lagi, makanan impor yang beredar di toko online dan tidak memiliki izin edar adalah produk yang banyak dibutuhkan masyarakat, termasuk makanan pendamping air susu ibu (MPASI). Jika produknya tidak tercatat di BPOM atau Kementerian Kesehatan, maka kualitasnya patut dipertanyakan.
BPOM lewat operasi Opson V Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia, serta Ditjen Bea dan Cukai belum lama ini membongkar sindikat perdagangan pangan ilegal di 13 wilayah di Indonesia. Operasi yang dilaksanakan selama Januari hingga Februari 2016 berhasil menemukan dan menyita pangan ilegal sebanyak 4,6 juta lebih dengan nilai ekonomi mencapai lebih dari Rp18 miliar.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Daryatmo sepakat dengan temuan BPOM tersebut. Kebanyakan produk makanan online yang dijual lewat internet tidak memiliki izin edar, bahkan tidak memiliki izin edar lebih banyak dijual lewat internet ketimbang lewat offline.
"(Produk makanan impor) Ada yang ada izinnya, dan ada yang enggak ada. Cuma biasanya yang tidak ada izin edarnya itu kebanyakan melalui online. Kalau lewat offline dia bisa kena inspeksi lewat BPOM. Kalau online bagaimana dia inspeksinya," beber dia belum lama ini.
Teliti sebelum membeli
Peredaran makanan impor yang dijual di toko online sulit diawasi. Bahkan antara konsumen dan penjual pun tidak perlu bertatap muka. Jual-beli online pada dasarnya menganut azas kepercayaan. Sayangnya, kepercayaan yang sudah diberikan konsumen tak jarang disalahgunakan sejumlah pihak hanya demi memperoleh keuntungan semata.
YLKI mengaku telah menerima banyak pengaduan dari konsumen terkait penjualan makanan lewat online. Pengawasan terhadap produk makanan yang dijual online agak sulit, sebab tidak semua toko online mendeskripsikan produknya secara detail.
Sebab itu, konsumen harus teliti sebelum membeli dan proaktif mengecek informasi produk makanan dengan lengkap. Konsumen juga sebaiknya menghindarkan membeli produk makanan dari akun individu seperti di Instagram.
"Sebaiknya dihindari membeli produk dari akun individu kayak Instagram. Kalau ada masalah dia akan kesulitan, kalaupun lewat website, pastikan ada alamat dan hotline yang bisa dihubungi," tuturnya.
Daryatmo menambahkan, konsumen juga dituntut lebih teliti untuk memastikan rekening pemilik toko online atas nama perusahaan, dan bukan atas nama pribadi. Sebab, jika atas nama perusahaan maka konsumen akan lebih mudah melacak jika terjadi penipuan. "Kalau pakai rekening pribadi, ya susah juga kalau ada masalah," ujar dia.
Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong usai acara Pencanangan "Strategi Nasional Perlindungan Konsumen" sempat menyinggung pentingnya menjadi konsumen cerdas dalam memilih produk. Bahkan, pria yang akrab disapa Tom Lembong ini menuntut konsumen lebih cerewet jika ingin membeli produk, terlebih produk yang dijual di toko online.
Pasalnya, ketelitian konsumen juga dapat menjadi masukan bagi produsen agar memperbaiki kualitas produknya. "Jangan dipendam saja, harus diutarakan. Karena itu juga penting untuk masukan ke produsen atau penyedia jasanya untuk meningkatkan mutu dan daya saing," ucap Tom.
Senada dengan Tom, Kepala BPOM Roy Sparingga juga meminta masyarakat berhati-hati sebelum membeli barang. Pastikan untuk menanyakan detail produk, mulai dari izin edar, tanggal kadaluarsa hingga mengecek kondisi kemasan. Konsumen perlu lebih cerdas agar tidak menyesal di kemudian hari.
Tak hanya itu, Roy juga mengingatkan agar konsumen tidak terlena dengan iming-iming harga yang murah dan klaim produk yang terlalu berlebihan. Biasakan untuk mendahulukan produk lokal ketimbang produk impor, apalagi yang tidak jelas kualitasnya.
"Waspada dengan iklan dan klaim pangan yang berlebihan, pangan diklaim sebagai obat atau menyembuhkan. Waspada juga dengan produk yang murah," tandasnya.
(izz)