Menko Luhut Larang Bijih Nikel dan Bauksit Diekspor
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan memastikan tidak akan memberikan kelonggaran (relaksasi) lagi untuk ekspor bijih nikel dan bauksit. Dua jenis mineral mentah tersebut dilarang untuk diekspor mulai tahun depan.
Luhut telah menyampaikan larangan tersebut kepada Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. (Baca: Kuasai Dunia, Luhut Tak Mau Harga Nikel RI Diatur Inggris)
"Revisi PP Nomor 1 tahun 2014 tentang Minerba kita kaji benar. Saya minta angkanya dilihat. Tapi kita temukan dua hal, bahwa nikel dan bauksit tidak perlu lagi diekspor," katanya di Gedung BPPT, Jakarta, Selasa (18/10/2016).
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini menyatakan, cadangan nikel dan bauksit di Indonesia sangat besar. Ke depannya, cadangan tersebut akan dimanfaatkan sendiri di dalam negeri untuk memproduksi produk turunannya, seperti stainless steel ataupun karbon.
Indonesia akan mendapatkan nilai tambah (value added) dibanding langsung mengekspor dalam bentuk mineral mentah. Jika produk turunan dari nikel dan bauksit dapat diproduksi di dalam negeri maka Indonesia tidak perlu lagi mengimpor stainless steel untuk produk elektronik. Selama ini, Indonesia mengekspor hanya dalam bentuk bijih, sehingga nilai tambah tidak diperoleh.
"Apa dampaknya kalau turunannya dari stainless steel sampai ke karbon, sebenarnya nanti alat elektronik yang kita pakai enggak perlu lagi impor. Kita sudah punya produksi sendiri dari dalam negeri yang selama ini kita impor dari luar. Bijih nya dari kita trus diproses di sana dan kita impor lagi. Ke depan kita maunya di dalam negeri. Itu sebabnya dikatakan kemarin juga dengan Menperin, kita bilang jangan lagi mau buka ini," tutur Luhut.
Jenderal bintang empat ini menegaskan, untuk dua jenis mineral mentah tidak akan ada lagi ekspor dalam bentuk gelondongan alias raw material. Bijih nikel dan bauksit harus diolah di dalam negeri baru kemudian diekspor dalam bentuk produk akhir (end product).
"Indonesia punya raw material itu jangan lagi kita kasih raw material-nya. Tapi harus sampai ke end product-nya. Supaya industri kita berkembang dan nilai tambahnya dapat. Jadi ekspor bijih nikel turun tapi digantikan dengan produk yang memiliki value added lebih tinggi," tandas dia.
Luhut telah menyampaikan larangan tersebut kepada Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. (Baca: Kuasai Dunia, Luhut Tak Mau Harga Nikel RI Diatur Inggris)
"Revisi PP Nomor 1 tahun 2014 tentang Minerba kita kaji benar. Saya minta angkanya dilihat. Tapi kita temukan dua hal, bahwa nikel dan bauksit tidak perlu lagi diekspor," katanya di Gedung BPPT, Jakarta, Selasa (18/10/2016).
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini menyatakan, cadangan nikel dan bauksit di Indonesia sangat besar. Ke depannya, cadangan tersebut akan dimanfaatkan sendiri di dalam negeri untuk memproduksi produk turunannya, seperti stainless steel ataupun karbon.
Indonesia akan mendapatkan nilai tambah (value added) dibanding langsung mengekspor dalam bentuk mineral mentah. Jika produk turunan dari nikel dan bauksit dapat diproduksi di dalam negeri maka Indonesia tidak perlu lagi mengimpor stainless steel untuk produk elektronik. Selama ini, Indonesia mengekspor hanya dalam bentuk bijih, sehingga nilai tambah tidak diperoleh.
"Apa dampaknya kalau turunannya dari stainless steel sampai ke karbon, sebenarnya nanti alat elektronik yang kita pakai enggak perlu lagi impor. Kita sudah punya produksi sendiri dari dalam negeri yang selama ini kita impor dari luar. Bijih nya dari kita trus diproses di sana dan kita impor lagi. Ke depan kita maunya di dalam negeri. Itu sebabnya dikatakan kemarin juga dengan Menperin, kita bilang jangan lagi mau buka ini," tutur Luhut.
Jenderal bintang empat ini menegaskan, untuk dua jenis mineral mentah tidak akan ada lagi ekspor dalam bentuk gelondongan alias raw material. Bijih nikel dan bauksit harus diolah di dalam negeri baru kemudian diekspor dalam bentuk produk akhir (end product).
"Indonesia punya raw material itu jangan lagi kita kasih raw material-nya. Tapi harus sampai ke end product-nya. Supaya industri kita berkembang dan nilai tambahnya dapat. Jadi ekspor bijih nikel turun tapi digantikan dengan produk yang memiliki value added lebih tinggi," tandas dia.
(izz)