BKF Bakal Review Struktur PPh demi Tambah Dana Infrastruktur
A
A
A
BOGOR - Pemerintah berencana terus melakukan reformasi pajak, terutama terhadap struktur tarif pajak penghasilan (PPh) wajib pajak orang pribadi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengatakan PPh memang harus direview, lantaran pemerintah tidak mungkin lagi memangkas subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) untuk memperkuat dana pembangunan infrastruktur.
"Pada 2014, Indonesia mengeluarkan subsidi energi Rp350 triliun. Kemudian 2015, dikurangi subsidinya dan dipindah ke pembangunan infrastruktur. Nah, untuk subsidi energi tahun depan sebesar Rp77 triliun. Rp380 triliun untuk infrastruktur. Tahun depannya lagi, mesti naik lagi anggarannya buat pembangunan. Kalau naik, kita dapat uangnya dari mana? Karena kita tidak bisa lakukan pemangkasan subsidi BBM lagi untuk pembangunan," kata dia di Bogor, Sabtu (26/11/2016).
(Baca Juga: Ekonomi RI Rentan Terbebani Sentimen Eksternal)
Dia menambahkan mau tidak mau, uang yang dibutuhkan pemerintah untuk bangun infrastruktur harus dicari dari pajak dengan melakukan reformasi perpajakan salah satunya dengan pemaksimalan PPh. Sebelumnya ada kajian PPh Pasal 21 akan direvisi dengan menambah lapisan dan diusulkan agar kisaran penghasilan dipersempit.
Penambahan lapisan baru dalam PPh berpotensi memperbesar penerimaan pajak. Namun, sejauh ini belum ada hitung-hitungan peningkatan penerimaan pajak dari kebijakan ini. "Apa peranan PPh ke perekonomian. Yang pasti dia salah satu jenis penerimaan pajak. Tapi kadang ini dikontraskan dengan tarif PPh negara lainapalagi negara tetangga. Ya jelas beda, karena fokus pembangunannya juga berbeda," paparnya
Lebih lanjut dia menerangkan, jika dilihat dari pemetaan pembangunan di Indonesia, masih banyak Pekerjaan Rumah (PR) pembangunan yang harus digarap. Antara lain jalan raya hingga wilayah terpencil, bangunan dan infrastruktur lain yang menunjang aktivitas dalam negeri. Kesemuanya itu menurutnya, jelas harus ditriger oleh pemerintah.
"Kalau enggak ditriger, tidak akan jalan. Siapa yang mentriger? Pemerintah dong. Dari apa? Dari pajak yang utama. Jadi, jangan jadikan tarif PPh ini sekedar kompetisi dengan negara tetangga saja, karena kebutuhanya beda," tegas dia.
Maka, pemerintah dinilai akan segera melakukan review terutama untuk UMKM. Bagaimana pajak itu, bisa diformalkan di sektor informal dan bisa membantu pembangunan negeri. "Ya kalau duitnya pemerintah saja cukup untuk pembangunan, UMKM bisa saja enggak usah bayar pajak. Tapi kan uang negara tidak cukup banyak untuk membangun semuanya," kata dia.
"Pada 2014, Indonesia mengeluarkan subsidi energi Rp350 triliun. Kemudian 2015, dikurangi subsidinya dan dipindah ke pembangunan infrastruktur. Nah, untuk subsidi energi tahun depan sebesar Rp77 triliun. Rp380 triliun untuk infrastruktur. Tahun depannya lagi, mesti naik lagi anggarannya buat pembangunan. Kalau naik, kita dapat uangnya dari mana? Karena kita tidak bisa lakukan pemangkasan subsidi BBM lagi untuk pembangunan," kata dia di Bogor, Sabtu (26/11/2016).
(Baca Juga: Ekonomi RI Rentan Terbebani Sentimen Eksternal)
Dia menambahkan mau tidak mau, uang yang dibutuhkan pemerintah untuk bangun infrastruktur harus dicari dari pajak dengan melakukan reformasi perpajakan salah satunya dengan pemaksimalan PPh. Sebelumnya ada kajian PPh Pasal 21 akan direvisi dengan menambah lapisan dan diusulkan agar kisaran penghasilan dipersempit.
Penambahan lapisan baru dalam PPh berpotensi memperbesar penerimaan pajak. Namun, sejauh ini belum ada hitung-hitungan peningkatan penerimaan pajak dari kebijakan ini. "Apa peranan PPh ke perekonomian. Yang pasti dia salah satu jenis penerimaan pajak. Tapi kadang ini dikontraskan dengan tarif PPh negara lainapalagi negara tetangga. Ya jelas beda, karena fokus pembangunannya juga berbeda," paparnya
Lebih lanjut dia menerangkan, jika dilihat dari pemetaan pembangunan di Indonesia, masih banyak Pekerjaan Rumah (PR) pembangunan yang harus digarap. Antara lain jalan raya hingga wilayah terpencil, bangunan dan infrastruktur lain yang menunjang aktivitas dalam negeri. Kesemuanya itu menurutnya, jelas harus ditriger oleh pemerintah.
"Kalau enggak ditriger, tidak akan jalan. Siapa yang mentriger? Pemerintah dong. Dari apa? Dari pajak yang utama. Jadi, jangan jadikan tarif PPh ini sekedar kompetisi dengan negara tetangga saja, karena kebutuhanya beda," tegas dia.
Maka, pemerintah dinilai akan segera melakukan review terutama untuk UMKM. Bagaimana pajak itu, bisa diformalkan di sektor informal dan bisa membantu pembangunan negeri. "Ya kalau duitnya pemerintah saja cukup untuk pembangunan, UMKM bisa saja enggak usah bayar pajak. Tapi kan uang negara tidak cukup banyak untuk membangun semuanya," kata dia.
(akr)