Tahun Ini, Penerimaan Pajak Diproyeksi Minus 9,2%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu memproyeksikan penerimaan pajak tahun ini akan minus 9,2% dibanding realisasi tahun 2019. Kontraksi penerimaan pajak karena ekonomi masih tertekan akibat pandemi Covid-19.
Febrio bahkan mengatakan kontraksi ini menjadi yang terdalam dalam sepanjang sejarah penerimaan pajak Indonesia. "Angka yang kami gunakan adalah outlook 2020 minus 9,2%. Memang belum pernah kita mengalami tekanan sedalam ini untuk penerimaan perpajakan," ujarnya di Jakarta, Rabu (24/6/2020).
Febrio mengungkapkan penerimaan perpajakan Indonesia dalam lima tahun terakhir rata-rata mampu tumbuh di kisaran 6,2%. Namun akibat Covid-19, kajian BKF menilai penerimaan pajak tahun ini diproyeksi terkontraksi lebih dalam, bahkan dibanding yang tertuang dalam Perpres 54/2020 sebesar minus 5,4%.
Tekanan ekonomi akibat pandemi ini ditambah dengan harga komoditas yang masih cenderung rendah. Karena itu, kata dia, pemerintah tidak bisa langsung menggenjot pertumbuhan penerimaan perpajakan meski perekonomian mulai pulih.
Sementara itu, ekstensifikasi perpajakan juga tidak mungkin dilakukan selama masa pandemi Covid-19. Namun pemerintah dapat mengandalkan perubahan struktur ekonomi yang kini mengarah pada transaksi elektronik atau digital.
"Kinerja ekonomi harapannya sudah mulai pulih tapi tidak akan sprint, masih ada pembatasan-pembatasan. Termasuk juga risiko apakah kita akan mengalami second wave atau tidak untuk Covid-19," katanya.
Febrio menambahkan pemerintah akan mendorong penerimaan perpajakan di tahun 2021 depan. Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan tahun depan tumbuh 10,5%.
"Harapannya di tahun 2021, perekonomian kita membaik sehingga penerimaan perpajakan ikut membaik," tandasnya.
Febrio bahkan mengatakan kontraksi ini menjadi yang terdalam dalam sepanjang sejarah penerimaan pajak Indonesia. "Angka yang kami gunakan adalah outlook 2020 minus 9,2%. Memang belum pernah kita mengalami tekanan sedalam ini untuk penerimaan perpajakan," ujarnya di Jakarta, Rabu (24/6/2020).
Febrio mengungkapkan penerimaan perpajakan Indonesia dalam lima tahun terakhir rata-rata mampu tumbuh di kisaran 6,2%. Namun akibat Covid-19, kajian BKF menilai penerimaan pajak tahun ini diproyeksi terkontraksi lebih dalam, bahkan dibanding yang tertuang dalam Perpres 54/2020 sebesar minus 5,4%.
Tekanan ekonomi akibat pandemi ini ditambah dengan harga komoditas yang masih cenderung rendah. Karena itu, kata dia, pemerintah tidak bisa langsung menggenjot pertumbuhan penerimaan perpajakan meski perekonomian mulai pulih.
Sementara itu, ekstensifikasi perpajakan juga tidak mungkin dilakukan selama masa pandemi Covid-19. Namun pemerintah dapat mengandalkan perubahan struktur ekonomi yang kini mengarah pada transaksi elektronik atau digital.
"Kinerja ekonomi harapannya sudah mulai pulih tapi tidak akan sprint, masih ada pembatasan-pembatasan. Termasuk juga risiko apakah kita akan mengalami second wave atau tidak untuk Covid-19," katanya.
Febrio menambahkan pemerintah akan mendorong penerimaan perpajakan di tahun 2021 depan. Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan tahun depan tumbuh 10,5%.
"Harapannya di tahun 2021, perekonomian kita membaik sehingga penerimaan perpajakan ikut membaik," tandasnya.
(bon)