Negara CPOPC Bersatu Protes Resolusi Sawit Uni Eropa
A
A
A
JAKARTA - Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Datuk Seri Mah Siew Keong menegaskan bahwa, negara-negara yang tergabung dalam Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) akan mulai membangun kerja sama agar keberlangsungan palm oil tidak terhambat. Hal ini dibuktikan lewat joint mission antar negara-negara tersebut untuk melawan kampanye negatif soal sawit.
Seperti diketahui, Uni Eropa baru-baru ini mengeluarkan resolusi Parlemen Uni Eropa terkait dengan sertifikasi produk sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit. Mereka menganggap bahwa, penanaman sawit dan perluasan lahannya, akan merusak lahan itu sendiri. Padahal, Indonesia telah memiliki ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil), dan juga standar yang sama dengan Malaysia melalui Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
"Negara-negara yang tergabung dalam CPOPC menyepakati untuk mulai membangun kerja sama karena terlalu banyak kampanye yang tak sesuai di sektor minyak sawit, terutama dari Eropa. Jadi, kami akan mengadakan joint mission," kata Siew di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (11/4/2017).
(Baca Juga: Darmin Pimpin Pertemuan CPOPC Bahas Keberlangsungan Industri Sawit
Joint mission itu sendiri, secara khusus dilakukan untuk menghadapi serangan pada sektor minyak sawit Indonesia. Pasalnya, di sektor ini, banyak orang dari berbagai lapisan, menggantungkan hidupnya seperti petani sawitnya, pengolah, bahkan hingga ke penjualnya.
"Kami akan bersama dengan negara-negara penghasil minyak sawit lain, seperti Thailand, Colombia, Papua Nugini, kita semua negara yang tergabung dalam CPOPC, kita bisa memberikan hasil pada pemasaran produk kita," katanya.
Lebih lanjut, dia juga menjelaskan, bagi Malaysia, minyak sawit merupakan komoditas yang penting dan menjadi ekspor komoditas yang terbesar. "Kami memiliki begitu banyak petani yang menggantungkan hidupnya di minyak sawit. Di Malaysia ada sekitar 600 ribu petani kecil yang menghidupi keluarganya di sektor minyak sawit. Makanya kami harus menghadapi berbagai disktriminasi ini," pungkas Siew.
Seperti diketahui, Uni Eropa baru-baru ini mengeluarkan resolusi Parlemen Uni Eropa terkait dengan sertifikasi produk sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit. Mereka menganggap bahwa, penanaman sawit dan perluasan lahannya, akan merusak lahan itu sendiri. Padahal, Indonesia telah memiliki ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil), dan juga standar yang sama dengan Malaysia melalui Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
"Negara-negara yang tergabung dalam CPOPC menyepakati untuk mulai membangun kerja sama karena terlalu banyak kampanye yang tak sesuai di sektor minyak sawit, terutama dari Eropa. Jadi, kami akan mengadakan joint mission," kata Siew di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (11/4/2017).
(Baca Juga: Darmin Pimpin Pertemuan CPOPC Bahas Keberlangsungan Industri Sawit
Joint mission itu sendiri, secara khusus dilakukan untuk menghadapi serangan pada sektor minyak sawit Indonesia. Pasalnya, di sektor ini, banyak orang dari berbagai lapisan, menggantungkan hidupnya seperti petani sawitnya, pengolah, bahkan hingga ke penjualnya.
"Kami akan bersama dengan negara-negara penghasil minyak sawit lain, seperti Thailand, Colombia, Papua Nugini, kita semua negara yang tergabung dalam CPOPC, kita bisa memberikan hasil pada pemasaran produk kita," katanya.
Lebih lanjut, dia juga menjelaskan, bagi Malaysia, minyak sawit merupakan komoditas yang penting dan menjadi ekspor komoditas yang terbesar. "Kami memiliki begitu banyak petani yang menggantungkan hidupnya di minyak sawit. Di Malaysia ada sekitar 600 ribu petani kecil yang menghidupi keluarganya di sektor minyak sawit. Makanya kami harus menghadapi berbagai disktriminasi ini," pungkas Siew.
(akr)