Jisdor BI: Rupiah Lemas 24 Poin ke Rp13.336/USD
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) di pengujung bulan Mei masih melemas. Kurs rupiah di indeks Bloomberg Selasa (30/5/2017) dibuka turun 16 poin atau 0,12% ke Rp13.336 per USD.
Senin kemarin, rupiah berakhir melemah 26 poin atau 0,20% ke level Rp13.320 per USD. Mata uang NKRI diperdagangkan di kisaran Rp13.298-Rp13.324 per USD.
Data Yahoo Finance menunjukkan hal serupa, dimana rupiah pada Selasa ini tergerus 15 poin atau 0,11% ke level Rp13.333 per USD, dibanding posisi penutupan di level Rp13.318 per USD.
Adapun SINDOnews memantau rupiah berdasarkan data Limas, hari ini, rupiah dibuka melemah ke Rp13.323, lebih rendah dari penutupan kemarin di level Rp13.320 per USD.
Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, rupiah pada Selasa (30/5) dipatok Rp13.336 per USD alias terdepresiasi 24 poin dari posisi Senin kemarin di Rp13.312 per USD.
Analis Senior Binaartha Securities Reza Priyambada mengatakan melemahnya rupiah karena minimnya sentimen positif dari dalam negeri. Sementara laju USD meningkat seiring respons positif pelaku pasar atas pertumbuhan GDP QoQ AS yang di atas perkiraan, dimana PDB AS mencapai 1,2% secara tahunan (YoY).
"Dengan GDP price index yang juga menguat mendorong penguatan laju USD. Di sisi lain, masih minimnya sentimen positif dari dalam negeri membuat laju rupiah berkurang daya dorongnya, sehingga cenderung melemah," ujarnya.
Selain faktor GDP, USD menguat melawan pound sterling dan euro, akibat ketidakpastian politik di Benua Biru. Mengutip dari Reuters, Selasa (30/5/2017), indeks USD yang mengukur mata uangnya terhadap enam mata uang saingan utama, naik 0,3% menjadi 97,706 DXY.
Meski pasar AS dan Inggris ditutup karena libur, namun investor memberi petunjuk pada gejolak politik di Inggris dan Uni Eropa. Dalam jajak pendapat yang dipublikasikan hari ini, menjelang pemilihan 8 Juni, popularitas Perdana Menteri Inggris Theresa May dari Partai Konservatif meningkat melawan Partai Buruh, sejak serangan teroris di Manchester.
Investor pun khawatir dengan Partai Konservatif yang mendukung Brexit. Hal sama juga terjadi dengan pemilihan Perdana Menteri di Italia dan Jerman. Euro mengalami tekanan setelah mantan PM Italia Matteo Renzi ingin maju kembali ke pemilihan dan mengatakan bahwa ingin mengubah perspektif Eropa.
"Euro berada di bawah tekanan ke bawah setelah komentar Renzi," ujar Kepala Strategi Valas di Mizuho Securities, Masafumi Yamamoto.
Para investor mulai menyadari ada ketidakpastian politik di Italia dan kemungkinan juga Jerman menjelang pemilihan Kanselir pada September mendatang, dimana seruan anti Uni Eropa semakin bergelora.
Sementara pasar juga sedang menunggu klarifikasi mengenai pengurangan neraca oleh The Fed. Hal ini untuk menentukan bank sentral AS itu akan menaikkan suku bunga sebesar seperempat poin menjadi 1,00-1,25% pada pertemuan 13-14 Juni mendatang.
Senin kemarin, rupiah berakhir melemah 26 poin atau 0,20% ke level Rp13.320 per USD. Mata uang NKRI diperdagangkan di kisaran Rp13.298-Rp13.324 per USD.
Data Yahoo Finance menunjukkan hal serupa, dimana rupiah pada Selasa ini tergerus 15 poin atau 0,11% ke level Rp13.333 per USD, dibanding posisi penutupan di level Rp13.318 per USD.
Adapun SINDOnews memantau rupiah berdasarkan data Limas, hari ini, rupiah dibuka melemah ke Rp13.323, lebih rendah dari penutupan kemarin di level Rp13.320 per USD.
Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, rupiah pada Selasa (30/5) dipatok Rp13.336 per USD alias terdepresiasi 24 poin dari posisi Senin kemarin di Rp13.312 per USD.
Analis Senior Binaartha Securities Reza Priyambada mengatakan melemahnya rupiah karena minimnya sentimen positif dari dalam negeri. Sementara laju USD meningkat seiring respons positif pelaku pasar atas pertumbuhan GDP QoQ AS yang di atas perkiraan, dimana PDB AS mencapai 1,2% secara tahunan (YoY).
"Dengan GDP price index yang juga menguat mendorong penguatan laju USD. Di sisi lain, masih minimnya sentimen positif dari dalam negeri membuat laju rupiah berkurang daya dorongnya, sehingga cenderung melemah," ujarnya.
Selain faktor GDP, USD menguat melawan pound sterling dan euro, akibat ketidakpastian politik di Benua Biru. Mengutip dari Reuters, Selasa (30/5/2017), indeks USD yang mengukur mata uangnya terhadap enam mata uang saingan utama, naik 0,3% menjadi 97,706 DXY.
Meski pasar AS dan Inggris ditutup karena libur, namun investor memberi petunjuk pada gejolak politik di Inggris dan Uni Eropa. Dalam jajak pendapat yang dipublikasikan hari ini, menjelang pemilihan 8 Juni, popularitas Perdana Menteri Inggris Theresa May dari Partai Konservatif meningkat melawan Partai Buruh, sejak serangan teroris di Manchester.
Investor pun khawatir dengan Partai Konservatif yang mendukung Brexit. Hal sama juga terjadi dengan pemilihan Perdana Menteri di Italia dan Jerman. Euro mengalami tekanan setelah mantan PM Italia Matteo Renzi ingin maju kembali ke pemilihan dan mengatakan bahwa ingin mengubah perspektif Eropa.
"Euro berada di bawah tekanan ke bawah setelah komentar Renzi," ujar Kepala Strategi Valas di Mizuho Securities, Masafumi Yamamoto.
Para investor mulai menyadari ada ketidakpastian politik di Italia dan kemungkinan juga Jerman menjelang pemilihan Kanselir pada September mendatang, dimana seruan anti Uni Eropa semakin bergelora.
Sementara pasar juga sedang menunggu klarifikasi mengenai pengurangan neraca oleh The Fed. Hal ini untuk menentukan bank sentral AS itu akan menaikkan suku bunga sebesar seperempat poin menjadi 1,00-1,25% pada pertemuan 13-14 Juni mendatang.
(ven)