Wall Street Jatuh Terseret Rendahnya Saham Energi
A
A
A
NEW YORK - Pasar saham Amerika Serikat alias Wall Street ditutup lebih rendah pada perdagangan Selasa waktu AS, setelah sebelumnya berada di rekor tertinggi. Jatuhnya Wall Street imbas turunnya harga minyak yang menekan saham-saham energi.
Mengutip dari CNBC, Rabu (21/6/2017) indeks Dow Jones berakhir turun 61,85 poin atau 0,29% menjadi 21.467,14. Dan indeks S & P 500 terperosok 16,43 poin atau 0,67%, berakhir ke level 2.437,03, dimana sembilan saham energi berada di zona negatif. Begitu pula dengan Nasdaq yang mundur 50,98 poin atau 0,82%, ditutup pada posisi 6.188,03.
Harga minyak mentah AS untuk pengiriman Juli turun 2,19% menjadi ke level USD43,23 per barel, meski ditengah tanda-tanda kenaikan produksi. Harga minyak mentah memasuki level bearish, diperdagangkan sekitar 20% di bawah level tertinggi 52 minggu.
“Harga USD44 adalah area yang luas untuk minyak mentah,” kata JJ Kinahan, kepala strategi pasar di TD Ameritrade. “Saat ini berdampak pada saham tapi bisa lebih besar. Support utama berikutnya sekitar USD40.”
Sedangkan John Kilduff, pendiri hedge fund energi Again Capital mengatakan, harga minyak paling ideal sekitar USD40 per barel, dan ada kemungkinan akan turun di bawah USD40 per barel.
Menurut dia hal ini karena produksi minyak AS yang meningkat, sedangkan pembatasan produksi oleh OPEC dinilai tidak efektif. Pasalnya pasokan minyak mentah masih berlebih alias overhang.
Selain tekanan dari saham energi, rendahnya Wall Street pada Selasa waktu AS, karena investor terus memelototi Washington, dimana mereka mencerna pernyataan Ketua DPR AS Paul Ryan mengenai reformasi perpajakan. Ryan berbicara kepada CNBC, bahwa AS tidak dapat mencapai pertumbuhan 3% dengan reformasi pajak.
"Saya pikir Ryan sedang mencoba untuk benar di sini," kata Adrian Day, CEO Adrian Day Asset Management. Prospek reformasi pajak menjadi kunci agar pasar saham yang lebih tinggi, namun pemerintahan Trump dan Kongres belum memberikan rincian konkret mengenai reformasi pajak.
Mengutip dari CNBC, Rabu (21/6/2017) indeks Dow Jones berakhir turun 61,85 poin atau 0,29% menjadi 21.467,14. Dan indeks S & P 500 terperosok 16,43 poin atau 0,67%, berakhir ke level 2.437,03, dimana sembilan saham energi berada di zona negatif. Begitu pula dengan Nasdaq yang mundur 50,98 poin atau 0,82%, ditutup pada posisi 6.188,03.
Harga minyak mentah AS untuk pengiriman Juli turun 2,19% menjadi ke level USD43,23 per barel, meski ditengah tanda-tanda kenaikan produksi. Harga minyak mentah memasuki level bearish, diperdagangkan sekitar 20% di bawah level tertinggi 52 minggu.
“Harga USD44 adalah area yang luas untuk minyak mentah,” kata JJ Kinahan, kepala strategi pasar di TD Ameritrade. “Saat ini berdampak pada saham tapi bisa lebih besar. Support utama berikutnya sekitar USD40.”
Sedangkan John Kilduff, pendiri hedge fund energi Again Capital mengatakan, harga minyak paling ideal sekitar USD40 per barel, dan ada kemungkinan akan turun di bawah USD40 per barel.
Menurut dia hal ini karena produksi minyak AS yang meningkat, sedangkan pembatasan produksi oleh OPEC dinilai tidak efektif. Pasalnya pasokan minyak mentah masih berlebih alias overhang.
Selain tekanan dari saham energi, rendahnya Wall Street pada Selasa waktu AS, karena investor terus memelototi Washington, dimana mereka mencerna pernyataan Ketua DPR AS Paul Ryan mengenai reformasi perpajakan. Ryan berbicara kepada CNBC, bahwa AS tidak dapat mencapai pertumbuhan 3% dengan reformasi pajak.
"Saya pikir Ryan sedang mencoba untuk benar di sini," kata Adrian Day, CEO Adrian Day Asset Management. Prospek reformasi pajak menjadi kunci agar pasar saham yang lebih tinggi, namun pemerintahan Trump dan Kongres belum memberikan rincian konkret mengenai reformasi pajak.
(ven)