Langkah DBS Akuisisi ANZ Patut Ditiru Bank Lokal
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian mengatakan, proses akuisisi ANZ oleh DBS Indonesia memang sudah terjadi sejak oktober 2016. Namun akuisisi ini butuh proses dan saat ini sedang dalam masa transisi.
Menurutnya, pengurusan hal-hal teknis seperti kesiapan IT, infrastruktur, Sumber Daya Manusia (termasuk kesejahteraan dan training pegawai) sedang dipersiapkan dan memang diharapkan akan rampung di awal (Februari) 2018.
"Akuisisi oleh DBS ini merupakan langkah strategis mereka untuk mengembangkan sayap bisnisnya di Indonesia," ujar dia saat dihubungi Minggu (16/7/2017).
Dia menilai, DBS Indonesia memang memiliki dukungan modal yang besar dari induknya di Singapura, dimana DBS merupakan bank terbesar di Asia Tenggara (ASEAN), bahkan jauh lebih besar dibanding total aset Bank Mandiri, BCA, BRI dan BNI digabung.
"Dua produk utama yang akan mereka kembangkan adalah bisnis wealth management dan bisnis retail," ungkap dia. Dzulfian mengatakan, manajemen kekayaan yang akan diberikan DBS berupa jasa pengelolaan kekayaan bagi orang-orang super kaya, seperti konsultasi pajak, asuransi, dan pensiun.
Menurut dia, jasa ini akan semakin dibutuhkan oleh orang-orang indonesia, mengingat pertumbuhan orang-orang super kaya di Indonesia begitu cepat dan besar. Selain itu, sambung dia, faktor tax amnesty juga diekspektasi dapat meningkatkan permintaan atas jasa ini.
Di sisi lain, ritel perbankan yang disasar perseroan adalah pasar kartu kredit. "Pasar ini juga sangat menjanjikan, mengingat Indonesia memiliki kelas menengah yang sangat besar dan konsumtif sehingga kebutuhan atas kartu kredit juga akan ikut besar," paparnya.
Selain itu, DBS juga melihat peluang besar perkembangan bisnis digital di Indonesia. Hal ini, dapat dilihat dari mulai beralihnya pola pembelian masyarakat dari pasar konvensional seperti belanja di toko-toko menjadi tren belanja online.
Perubahan pola belanja masyarakat menuju belanja online ini telah membuat toko-toko konvensional kehilangan omzet yang cukup signifikan, dimana dilaporkan oleh Kadin sekitar 20% omzet baju di pertokoan turun dibanding Idul Fitri sebelumnya.
"Begitu juga kita lihat dari fenomena mulai ditutupnya berbagai toko elektronik di Glodok dan pusat perbelanjaan lainnya," katanya.
Oleh karena itu, langkah yang dilakukan DBS ini sangat cerdas dan patut ditiru oleh bank-bank lokal jika tidak ingin kalah langkah. Terlebih, cepat atau lambat, pasar perbankan Indonesia akan semakin diliberalisasi seiring berjalannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan integrasi ekonomi di ASEAN.
Selain itu, pemerintah juga harus bertindak cepat, cerdas dan update terkait perkembangan bisnis digital di Indonesia karena memang ini sudah menjadi perkembangan di seluruh dunia atau dikenal dengan istilah "Revolusi Industri 4.0".
"Perkembangan berbagai transportasi online dan sosial media adalah contoh nyata, bagaimana disrupsi digital ini telah menimbulkan perubahan yang sangat signifikan bagi kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat kita," sebut dia.
Menurutnya, pengurusan hal-hal teknis seperti kesiapan IT, infrastruktur, Sumber Daya Manusia (termasuk kesejahteraan dan training pegawai) sedang dipersiapkan dan memang diharapkan akan rampung di awal (Februari) 2018.
"Akuisisi oleh DBS ini merupakan langkah strategis mereka untuk mengembangkan sayap bisnisnya di Indonesia," ujar dia saat dihubungi Minggu (16/7/2017).
Dia menilai, DBS Indonesia memang memiliki dukungan modal yang besar dari induknya di Singapura, dimana DBS merupakan bank terbesar di Asia Tenggara (ASEAN), bahkan jauh lebih besar dibanding total aset Bank Mandiri, BCA, BRI dan BNI digabung.
"Dua produk utama yang akan mereka kembangkan adalah bisnis wealth management dan bisnis retail," ungkap dia. Dzulfian mengatakan, manajemen kekayaan yang akan diberikan DBS berupa jasa pengelolaan kekayaan bagi orang-orang super kaya, seperti konsultasi pajak, asuransi, dan pensiun.
Menurut dia, jasa ini akan semakin dibutuhkan oleh orang-orang indonesia, mengingat pertumbuhan orang-orang super kaya di Indonesia begitu cepat dan besar. Selain itu, sambung dia, faktor tax amnesty juga diekspektasi dapat meningkatkan permintaan atas jasa ini.
Di sisi lain, ritel perbankan yang disasar perseroan adalah pasar kartu kredit. "Pasar ini juga sangat menjanjikan, mengingat Indonesia memiliki kelas menengah yang sangat besar dan konsumtif sehingga kebutuhan atas kartu kredit juga akan ikut besar," paparnya.
Selain itu, DBS juga melihat peluang besar perkembangan bisnis digital di Indonesia. Hal ini, dapat dilihat dari mulai beralihnya pola pembelian masyarakat dari pasar konvensional seperti belanja di toko-toko menjadi tren belanja online.
Perubahan pola belanja masyarakat menuju belanja online ini telah membuat toko-toko konvensional kehilangan omzet yang cukup signifikan, dimana dilaporkan oleh Kadin sekitar 20% omzet baju di pertokoan turun dibanding Idul Fitri sebelumnya.
"Begitu juga kita lihat dari fenomena mulai ditutupnya berbagai toko elektronik di Glodok dan pusat perbelanjaan lainnya," katanya.
Oleh karena itu, langkah yang dilakukan DBS ini sangat cerdas dan patut ditiru oleh bank-bank lokal jika tidak ingin kalah langkah. Terlebih, cepat atau lambat, pasar perbankan Indonesia akan semakin diliberalisasi seiring berjalannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan integrasi ekonomi di ASEAN.
Selain itu, pemerintah juga harus bertindak cepat, cerdas dan update terkait perkembangan bisnis digital di Indonesia karena memang ini sudah menjadi perkembangan di seluruh dunia atau dikenal dengan istilah "Revolusi Industri 4.0".
"Perkembangan berbagai transportasi online dan sosial media adalah contoh nyata, bagaimana disrupsi digital ini telah menimbulkan perubahan yang sangat signifikan bagi kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat kita," sebut dia.
(ven)