Menakar Imbas Kenaikan Target Penerimaan Cukai Rokok 5% ke Industri

Rabu, 23 Agustus 2017 - 18:43 WIB
Menakar Imbas Kenaikan...
Menakar Imbas Kenaikan Target Penerimaan Cukai Rokok 5% ke Industri
A A A
JAKARTA - Kenaikan target penerimaan cukai rokok pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 sebesar 5% menjadi Rp148,2 triliun dikhawatirkan bakal berdampak negatif kepada industri. Kenaikan target penerimaan cukai pada RAPBN 2018, meski lebih rendah dari tahun lalu menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpotensi memengaruhi industri hasil tembakau

Pasalnya rokok bersifat inelastis. Jadi, orang dengan daya beli menurun tidak berhenti merokok, tetapi membeli produk yang lebih murah atau bahkan ilegal sehingga target penerimaan cukai tidak tercapai. Lebih lanjut Ia menilai target penerimaan cukai rokok tersebut tak bisa dibilang kecil, lantaran basis target cukai rokok pada 2018 adalah 11,5 bulan.

Ia menambahkan setelah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan 57 Tahun 2017 yang memungkinkan pembelian pita cukai periode 16-31 Desember 2018 dibayarkan pada tahun 2019. Sementara, basis target cukai rokok tahun ini 12 bulan.

"Jadi kalau mau adil, angka Rp147,5 triliun APBNP 2017 harus dibuat 11,5 bulan dahulu. Lalu dibandingkan dengan angka RAPBN yang Rp148,2 triliun. Berdasarkan perhitungan ini, diperoleh bahwa kenaikan target cukai rokok pada 2018 yaitu 5%," kata Yustinus dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (23/8/2017).

Sementara itu, Anggota DPR RI Komisi XI Donny Imam Priambodo mengaku khawatir atas prediksi penurunan produksi rokok sebesar 9,8 miliar batang rokok pada 2018 menjadi 321,9 miliar batang. Angka penurunan sebesar 3% seperti yang tercantum dalam Nota Keuangan APBN 2018 ini memperkuat kenyataan bahwa industri hasil tembakau terus mengalami penurunan sejak tiga tahun terakhir.

Donny berpendapat bahwa kenaikan tarif cukai rokok harus sejalan dengan kenaikan target pendapatan cukai. Kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi dapat mempercepat kematian industri rokok nasional yang menopang sekitar 6 juta tenaga kerja dan petani. Jika hal ini terjadi, lanjut Donny, maka ratusan ribu buruh rokok terancam kehilangan pekerjaannya.

"Pemerintah juga akan rugi karena kehilangan pemasukan dari cukai hasil tembakau. Kesempatan ini akan mendorong rokok ilegal yang tidak bayar cukai untuk menguasai pasar Indonesia dengan rokok harga murah," tegas Donny.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1179 seconds (0.1#10.140)