World Bank dan IHS Siap Bantu Modal Pembangunan Lapangan Migas
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mensosialisasi Permen ESDM 52/2017 tentang perubahan Permen ESDM 8/2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split kepada para pengusaha. Menariknya, orang nomor dua di ESDM itu menyebut World Bank dan IHS Markit siap membantu modal untuk pembangunan lapangan migas nasional.
"Revisi permen ini cukup mendapat apresiasi. Saat melaksanakan model gross split, kita akan dibantu modal World Bank dan dibantu IHS Markit. Bahkan, para konsultan-konsultan lain peduli dan memberikan masukan buat kami," tukasnya usai sosilisasi di Kementerian EsDM, Jumat (8/9/2017).
Dalam sosialisasi, hadir para pengusaha migas nasional dan luar negeri. Ikut hadir pula Indonesia Petroleum Association (IPA) juga konsultan-konsultan dari World Bank, IHS Markit, WoodMac dan PricewaterhouseCoopers.
Dalam kesempatan itu, Arcandra menjelaskan, bila gross split itu biayanya lebih kecil cost recovery. Bahkan, cocok direalisasikan untuk pembangunan lapangan yang karakteristik di Indonesia. Termasuk perlunya memberikan insentif bagi kontraktor yang menggarap lapangan yang kurang ekonomis.
"Dengan perubahan, kita lihat dan analisa berdasar modal yang ada. Dan itu komparabel atau lebih dari cost recovery. Semoga revisi baru menambah minta investor masuk," tukasnya.
Bahkan, lanjut Arcandra, saat diskusi terlihat antusiasme para kontraktor untuk perubahan revisi dari gross split ini. Termasuk diantaranya IHS Markit dan World Bank mengatakan bahwa ini perubahan yang sangat bagus.
"Menuju ke perbaikan. Sehingga nantinya antara pemerintah dan kontraktor bisa mendapatkan hasil yang optimal," tegasnya lagi.
Arcandra menambahkan, bila untuk dekresi berlaku dua arah. Bisa saja pemerintah memberikan lebih untuk lapangan yang secara keekonomian tidak masuk, sehingga membutuhkan insentif dari pemerintah. Dan ini adalah strategi pemerintah untuk mengembangkan lapangan yang tidak ekonomis dan teknikal perlu diberikan insentif.
"Berapa banyak insentif ini yang kita hitung. Kalau tidak masuk keekonomian dan kita membutuhkan produksinya maka menteri bisa memberikan insentif lebih. Atau kalau keekonomian terlalu tinggi, maka pemerintah melihat sebaiknya insentif akan kita kurangi," pungkas dia.
"Revisi permen ini cukup mendapat apresiasi. Saat melaksanakan model gross split, kita akan dibantu modal World Bank dan dibantu IHS Markit. Bahkan, para konsultan-konsultan lain peduli dan memberikan masukan buat kami," tukasnya usai sosilisasi di Kementerian EsDM, Jumat (8/9/2017).
Dalam sosialisasi, hadir para pengusaha migas nasional dan luar negeri. Ikut hadir pula Indonesia Petroleum Association (IPA) juga konsultan-konsultan dari World Bank, IHS Markit, WoodMac dan PricewaterhouseCoopers.
Dalam kesempatan itu, Arcandra menjelaskan, bila gross split itu biayanya lebih kecil cost recovery. Bahkan, cocok direalisasikan untuk pembangunan lapangan yang karakteristik di Indonesia. Termasuk perlunya memberikan insentif bagi kontraktor yang menggarap lapangan yang kurang ekonomis.
"Dengan perubahan, kita lihat dan analisa berdasar modal yang ada. Dan itu komparabel atau lebih dari cost recovery. Semoga revisi baru menambah minta investor masuk," tukasnya.
Bahkan, lanjut Arcandra, saat diskusi terlihat antusiasme para kontraktor untuk perubahan revisi dari gross split ini. Termasuk diantaranya IHS Markit dan World Bank mengatakan bahwa ini perubahan yang sangat bagus.
"Menuju ke perbaikan. Sehingga nantinya antara pemerintah dan kontraktor bisa mendapatkan hasil yang optimal," tegasnya lagi.
Arcandra menambahkan, bila untuk dekresi berlaku dua arah. Bisa saja pemerintah memberikan lebih untuk lapangan yang secara keekonomian tidak masuk, sehingga membutuhkan insentif dari pemerintah. Dan ini adalah strategi pemerintah untuk mengembangkan lapangan yang tidak ekonomis dan teknikal perlu diberikan insentif.
"Berapa banyak insentif ini yang kita hitung. Kalau tidak masuk keekonomian dan kita membutuhkan produksinya maka menteri bisa memberikan insentif lebih. Atau kalau keekonomian terlalu tinggi, maka pemerintah melihat sebaiknya insentif akan kita kurangi," pungkas dia.
(ven)